Prof Antara Korban Rekayasa Hukum, Hotman: Dendam Pribadi, Banyak Oknum Pejabat Titip Masuk Unud Ditolak

  31 Oktober 2023 HUKUM & KRIMINAL Denpasar

Pengacara kondang Hotman Paris dalam Sidang lanjutan kasus korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana (Unud) dengan terdakwa Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.ENG. IPU. digelar Selasa 31 Oktober 2023 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Sidang lanjutan kasus korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana (Unud) dengan terdakwa Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.ENG. IPU., kembali digelar, Selasa 31 Oktober 2023, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar. Agenda sidang kali ini adalah pembacaan eksepsi Terdakwa terhadap surat dakwaan Penuntut Umum NO. REG. PERKARA: PDS-04/N.1.18/FT.1/10/2023 tanggal 12 Oktober 2023.

Dalam pembacaan eksepsi ini, Prof Antara menilai kalau surat dakwaan JPU, disusun secara amburadul tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap, dimana JPU memakai kata “penerimaan Negara yang tidak sah” artinya Negara menerima uang / keuangan Negara bertambah. Akan tetapi di baris selanjutnya, JPU menyebutkan jumlah uang yang sama yang merupakan penerimaan Negara tersebut sebagai kerugian Negara artinya uang keluar akan tetapi tidak diuraikan dalam Surat Dakwaan apakah uang tersebut dinikmati oleh terdakwa atau pihak ketiga.

"JPU mengatakan bahwa penerimaan Negara yang tidak sah adalah sebagai kerugian Negara. Pengertian penerimaan uang Negara berarti harta / kekayaan Negara bertambah, kerugian Negara artinya harta/ kekayaan Negara berkurang, jadi bagaimana mungkin penerimaan Negara adalah kerugian Negara?," kata Antara dalam eksepsinya.

Ia mengungkapkan, dalam Surat Dakwaan pihaknya dituduh melakukan pungutan yang tidak sah sehingga menyebabkan kerugian Negara yaitu SPI (Sumbangan Pengembangan Institusi). Padahal kata dia, itu merupakan salah satu sumber pendapatan Perguruan Tinggi Negeri yang sah dan memiliki peran penting dan integral untuk pengembangan dan proses pembelajaran di setiap Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di seluruh Indonesia.

Padahal kata dia, pungutan SPI ini sudah diketahui dan disetujui baik secara de facto maupun de jure oleh Presiden RI, Menteri Keuangan RI, Menteri Pendidikan RI dan Komisi DPR RI yang membawahi pendidikan. Sebab tanpa uang SPI maka kelanjutan dari seluruh PTN akan berhenti dan seluruh pimpinan PTN mengetahui hal tersebut dan semua didasarkan pada Surat Keputusan Rektor Universitas. "Apakah dengan perilaku JPU ini, semua Rektor PTN di Indonesia harus mengalami kejadian serupa dijadikan Terdakwa seperti yang menimpa saya saat ini?," tanya Antara.

Dasar hukum program SPI (Sumbangan Pengembangan Institusi) adalah Peraturan Menteri Ristek Dikti (Permenristek Dikti) No. 39 tahun 2017 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud RI) No 25 tahun 2020 khususnya Pasal 10 ayat 1 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

"Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) sangat diperlukan PTN, sehubungan pendanaan dari Pemerintah saat ini masih belum dapat memenuhi standar minimum penyelenggaraan Pendidikan tinggi karena sampai saat ini Pemerintah hanya mampu membiayai 28% dari dana yang diperlukan PTN," kata Prof Antara dalam eksepsinya.

Dengan kondisi ini, PTN sangat memerlukan partisipasi masyarakat baik berupa sumbangan finansial maupun sumbangan-sumbangan non finansial demi terselenggaranya Pendidikan Tinggi Negeri di seluruh Indonesia. Besar kecilnya partisipasi masyarakat pada SPI ini sudah disesuaikan dengan kemampuan orang tua mahasiswa. Dana SPI ini pada prinsipnya pengelolaannya digunakan untuk subsidi silang bagi mahasiswa kurang mampu yang tidak membayar Uang Kuliah Tinggal (UKT).

"Seluruh PTN di Indonesia memiliki program SPI atau dengan sebutan lainnya dan sudah dilakukan sejak beberapa dekade terakhir ini baik oleh PTN dengan status PTN BH, PTN BLU atau PTN status satuan kerja. Pendapatan PTN melalui SPI tersebut dan ditampung melalui rekening PTN yang sah karena sudah melalui izin Kementerian Keuangan RI cq. Direktorat Jenderal Pembendaharaan Negara," tambah Prof Antara.

SPI Unud kata dia, didahului dengan melakukan Kajian Akademik dan pembentukan panitia dengan SK Rektor. Tim ini dikoordinasikan oleh Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan. Kemudian tim melakukan studi banding ke beberapa PTN yang sudah menerapkan program SPI seperti Universitas Negeri Malang, ITS Surabaya, Universitas Brawijaya, dan lainnya.

Pemungutan SPI Unud ini merupakan tugas pokok dan fungsi dari Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan yakni Prof. Dr. Drs. IB Wiksuana beserta tim menyusun besaran SPI tiap - tiap Prodi yang disesuaikan dengan biaya operasional prodi tersebut. "Saya sebagai Wakil Rektor bidang akademik saat itu, sama sekali tidak ikut serta dalam penyusunan SPI ini," bebernya.

Dalam hal ini, Ia mengungkapkan, penderitaan sebagai korban ketidakadilan dan korban di penjara atas suatu perbuatan yang bukan merupakan suatu tindak pidana dan merupakan rekayasa dari oknum-oknum tertentu. Yang mana, pihaknya didakwa dan telah ditahan dari tanggal 09 Oktober 2023 hingga saat ini dan dia diadili di persidangan ini.

Sementara itu, pengacara kondang Hotman Paris Hutapea selaku kuasa hukum Rektor Unud nonaktif Prof Nyoman Gde Antara bersama tim kuasa hukum lainnya mengatakan kalau surat dakwaan JPU semua rekayasa. Pasalnya, di surat dakwaan, tidak ada menyebutkan kalau mobil itu diberikan kepada terdakwa dan yang jelas itu mobil dinas yang dipakai. Hotman memandang kalau surat dakwaan ini merupakan yang pertama dalam sejarah karirnya sebagai pengacara, yang benar-benar tidak masuk logika terkait surat dakwaan ini.

"Disana (surat dakwaan-red), tidak ada menyebutkan kalau mobil itu diberikan kepada terdakwa. Yang jelas itu mobil dinas yang dipakai. ini merupakan yang pertama dalam sejarah karir saya sebagai pengacara, yang benar-benar tidak masuk logika terkait surat dakwaan. Ini jelas-jelas kelihatan ada unsur agar terdakwa tidak menjabat lagi sebagai rektor. Di surat dakwaan, ada tertulis kerugian negara, namun tidak dibilang apa kerugian negara. Bahkan uang tidak ada berkurang, Jelas jelas ini, benar-benar surat dakwaan Rekayasa," kata Hotman.

Bahkan kata Hotman, orang awam pun mengerti jika dakwaan ini sangat tidak masuk akal dan penuh rekayasa hukum. Hotman menegaskan kliennya sebagai korban rekayasa hukum oknum internal dan eksternal di Universitas Udayana.

"Di nota keberatan, surat-surat yang meminta sanak saudaranya maupun koleganya untuk masuk ke Udayana, tapi tidak dipenuhi kemungkinan ini ada dendam pribadi,” kata Hotman seusai sidang pembacaan eksepsi di Tipikor Denpasar, Selasa (31/10/23).

Hotman bahkan menyebut kecurigaan prihal rekayasa hukum dalam kasus Prof Antara adanya kejanggalan mengenai surat dakwaan.

“Di surat dakwaan dijelaskan kerugian negara, tetapi di mana letak kerugian yang dihasilkan ini kan pungutan kepada mahasiswa, dan pungutan tersebut masuk ke negara serta ke rekening universitas (Unud, red),” sebutnya.

Lebih jauh Hotman menegaskan selain permainan dari pihak eksternal juga adanya permainan dari eksternal Universitas Udayana untuk menjegal Prof Antara.

“Beberapa oknum internal Universitas Udayana yang kemudian memanfaatkan oknum eksternal Universitas Udayana untuk menjegal, menghentikan dan menggantikan Terdakwa sebagai Rektor yang sah sebelum masa jabatan Terdakwa selesai tahun 2025 nanti,” tegas Hotman.

Keanehan selanjutnya, lanjut Hotman adalah dikasuskannya pemungutan SPI karena di masing-masing perguruan tinggi negeri sudah melaksanakan pungutan tersebut sejak zaman dahulu.

“Jika semua jaksa pemikirannya Jaksa Penuntut Umum (JPU) maka seluruh rektor universitas negeri akan ditahan,” sentil Hotman.(BB).