Merasa Jadi Korban Mafia Tanah, Ketut Sumiasih Adukan BPN Kota Denpasar ke Ombudsman Bali

  22 April 2024 HUKUM & KRIMINAL Denpasar

Ket poto : Korban mafia tanah bersama kuasa hukum

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com - Denpasar. Merasa jadi korban mafia tanah, Ni Ketut Sumiasih (72 tahun) warga Banjar Pekandelan Desa/Kelurahan Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur, didampingi kuasa hukumnya I Nengah Jimat, mengadukan nasibnya ke Ombudsman Perwakilan Bali pada Senin (22/4/2024). 

Selain mengadukan nasibnya ke Ombudsman, Ketut Sumiasih juga merasa diperlakukan tidak adil akhirnya bersama Nengah Jimat juga mendatangi Kantor Pertanahan Kota Denpasar terkait tanah seluas sekitar 20 are yang sudah dibelinya tahun 1993 silam.

"Klien kami sudah beli tanah 31 tahun lalu, tiba-tiba ada yang mengajukan permohonan sertifikat. Pertama 2023 atas nama Putu Sujaya Yasa yang mewakili Kadek Budiarta dkk dan ahli waris I Mongol/Ni Nambreg," ucap Nengah Jimat.
 
Lebih jauh Nengah Jimat menuturkan Ketut Sumiasih sudah menyatakan keberatan atas pengajuan sertifikat tersebut. Menurutnya, Ketut Sumiasih membeli tanah tersebut dengan akta jual beli lengkap dan telah terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) atas kliennya.

"Kami sudah menyatakan keberatan, dan BPN memanggil kami. Kami sudah beli 1993 dengan akta jual beli lengkap dan SHM atas nama klien. Jika ada tanah lebih, sejatinya saat transaksi sebenarnya sudah clear," tutur Nengah Jimat.

Nengah Jimat menegaskan Ketut Sumiasih sudah menyatakan keberatan kepada Kantor Pertanahan Kota Denpasar pada tanggal 5 Desember 2023, namun tidak pernah direspons. “BPN Denpasar (Kantor Pertanahan Denpasar) mengirimkan petugas untuk melakukan pengukuran pada 21 Maret 2024. Tentu saja pihak kami sangat keberatan karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya," tegas Nengah Jimat.

Lewat kuasa hukumnya I Nengah Jimat, SH, pelapor Ni Ketut Sumiasih melaporkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Denpasar ke ombudsman. Ini terkait masalah tanah di jalan Gatot Subroto no. 88X Denpasar milik Sumiasih yang diklaim oleh I Nyoman Catra, yang mengaku pewaris I Mongol/Ni Nambreg, pemilik awal tanah yang dibeli oleh suami Sumiasih yakni Eddy Suparno 31 tahun lalu. 

“Kami melapor ke sini (ombudsman), karena adanya pengajuan sertifikat di lahan lebih milik klien kami yang dilakukan oleh Putu Sujana Yasa yang merupakan kuasa hukum I Wayan Eka Budiartha dkk,” terang I Nengah Jimat.

Terkait situasi ini, lanjut Nengah Jimat, sebenarnya Pemkot Denpasar melalui Kantor Desa Kesiman Petilan mengundang para pihak untuk melakukan mediasi pada 8 April lalu.  “Sayangnya, BPN Kota Denpasar tidak menghadiri mediasi tersebut,” ungkap Nengah Jimat.

Mirisnya pada tanggal 19 April 2024, petugas ukur Kantor Pertanahan Denpasar  kembali datang ke lokasi yang dipersengketakan tersebut. "Pada 19 April 2024 ujug-ujug datang lagi petugas ukur Denpasar sambil membawa sejumlah orang, petugas polisi, TNI, Hansip, mengukur tanpa pemberitahuan," kata Nengah Jimat.

Nengah Jimat mencurigai adanya mafia tanah yang bermain karena Kantor Pertanahan melakukan langkah-langkah yang tidak prosedural. "Padahal tidak dilakukan mediasi. Kami curiga ada mafia tanah yang bermain, karena BPN melakukan langkan tidak prosedur. Penyanding harusnya hadir. Jika keberatan harusnya ada mediasi. Tidak ujug-ujug diam-diam melakukan pengukuran tanah klien kami,” ujar Nengah Jimat. 

Atas dugaan pelanggaran maladministrasi dan tindakan tidak profesional dari petugas Kantor Pertanahan Kota Denpasar tersebut, Sumiasih mengadu ke Ombudsman. “Kami keberatan dan kecewa sehingga melaporkan tindakan mal administrasi dan tindakan tidak profesional dalam menangani permasalahan terkait sengketa. Ini yang kami laporkan.," tegas Nengah Jimat.

Nengah Jimat meminta Kantor Pertanahan Denpasar untuk menghentikan proses tersebut dan menghentikan tindakan tidak prosedural. "Kami minta BPN Denpasar menghentikan proses tersebut dan menghentikan tindakan tidak prosedural. Karena kami mencurigai ada bau tidak sedap di sini," kata Nengah Jimat.

Nengah Jimat juga meminta Ombudsman Perwakilan Bali untuk memeriksa dan melakukan tindakan tegas kepada pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini.Harapan itu pula yang diungkapkan saat Nengah Jimat mendampingi Sumiasih ke Kantor Pertanahan Kota Denpasar di Jalan Pudak, Senin siang.

"Kami mohon dan meminta kepada pihak lembaga/institusi terkait: Meminta segera memeriksa dan melakukan tindakan tegas kepada pihak BPN Kota Denpasar, dan segera mungkin mendesak untuk melakukan tindakan penghentian proses permohonan sertifikat yang dilakukan oleh  Putu Sujana Yasa," pinta Nengah Jimat.

Jimat menambahkan, pihaknya merasa keberatan, karena atas proses pengajuan sertifikat tersebut, pihak BPN Denpasar telah melakukan pengukuran pada tanggal 24 Maret 2024 lalu. Tanah yang akan diukur sendiri adalah tanah lebih di luar SHM milik Eddy Suparno yang masih proses pengajuan SHM. 

Dengan bekal surat perjanjian jual beli, di mana pihak I Mongol menjual tanahnya secara global. Dan jika ada tanah lebih, maka pihak penjual (I Mongol) tidak akan melakukan gugatan di kemudian hari. “Padahal, seharusnya BPN saat akan turun memberi tahu penyanding. Ini tidak ada. Jadi, kami menduga ini ada mal administrasi dan praktik mafia hukum,” tegas Nengah Jimat kembali. 

Selain melaporkan BPN ke Ombudsman, juga melapor ke BPN Provinsi Bali dan Polda Bali. “Kami juga akan melaporkan pidananya. Jadi sekali jalan dan semua clear. Karena dalam mediasi sebelumnya, pihak BPN malah tidak hadir,” kata Jimat. 

Pihak Sumiasih sendiri berharap, agar laporan ke Ombudsman ini menjadi warning bagi BPN Denpasar, untuk membatalkan upaya pengajuan sertifikat pihak I Nyoman Catra. “Kami malah ingin mereka (pihak I Nyoman Catra) menggugat kami. Agar bisa kami buktikan kepemilikan tanah tersebut,” pungkas Jimat. (BB)