Nyoman Liang Pagari Tanah di Badak Agung, Turah Mayun Melawan, Tembok Usai Dipasang Dirobohkan

  17 Januari 2024 HUKUM & KRIMINAL Denpasar

Foto: Penembokan tanah dan pemasangan papan nama kepemilikan tanah Jalan Badak Agung, Denpasar milik Nyoman Suarsana Hardika alias Nyoman Liang mendapat perlawanan Turah Mayun.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Setelah melalui perjuangan yang panjang, tanah yang sah menjadi miliknya di Jalan Badak Agung, Desa Sumerta Kelod, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar yang dikenal sebelumnya sebagai tanah Pelaba Pura akhirnya kini Nyoman Suarsana Hardika alias Nyoman Liang berhasil melakukan penembokan batas-batas tanahnya, pada Rabu 17 Januari 2024.

Selain pemagaran, Nyoman Suarsana Hardika juga berhasil melakukan pemasangan papan nama bertuliskan Tanah ini milik Nyoman Suarsana Hardika berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor 1565 dan 5671 Desa Sumerta Kelod atas nama Nyoman Suarsana Hardika. Dimohonkan bagi yang membangun di atas tanah ini segera mengosongkan lahan ini dengan batas waktu 20-01-2024. 

Penembokan dan pemasangan papan nama ini sebagai bukti kepemilikan tanah yang lama berseteru seluas 6.670 meter persegi yang berlokasi di Jalan Badak Agung, Denpasar yang dibelinya secara sah dan telah keluar SHM yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Denpasar tertanggal 5 Januari 2024 lalu. 

Penembokan dan pemasangan papan nama kepemilikan ini dilakukan Nyoman Suarsana Hardika setelah sebelumnya sudah diterbitkannya Sertifikat Hak Milik (SHM) yang sudah balik nama atas nama Nyoman Suarsana Hardika dari Laba Pura Merajan Satria dengan luas lahan 6.670 meter persegi, dikurangi untuk jalan seluas 1.445 meter persegi.

Selama ini di atas tanah yang sah menjadi milik Nyoman Suarsana Hardika berdasarkan Sertifikat (SHM) Nomor 1565 ada sejumlah bangunan yang berdiri dan sejumlah usaha yang dari informasi yang digali di lapangan mereka ada pihak penyewa tanah dan pihak yang melakukan kerjasama dengan Turah Mayun untuk melakukan aktivitas usaha di atas tanah tersebut.

Made Dwi Atmiko selaku kuasa hukum dari Nyoman Suarsana Hardika menerangkan pihaknya melakukan penembokan batas-batas kepemilikan tanah kliennya atas nama Nyoman Suarsana Hardika pada  tanah dengan SHM 1565. “Kami melakukan penembokan batas-batas kepemilikan tanah klien kami atas nama Bapak Nyoman Suarsana Hardika hari ini terkait dengan SHM 1565 dan kami juga membawa bukti kepemilikan dan semua dokumen terkait,” kata Miko sapaan Made Dwi Atmiko.

Miko menjelaskan penembokan dan pemasangan papan nama kepemilikan ini adalah tujuannya untuk memperjelas batas-batas tanah milik kliennya serta agar tidak ada oknum-oknum lain yang menduduki atau menguasai tanah ini yang secara sah dimiliki oleh Nyoman Suarsana Hardika dengan bukti kepemilikan SHM 1565.

“Kami juga memasang plang kepemilikan. Disitu sudah jelas kita paparkan SHM yang kita miliki adalah dua SHM di depanya tanah dengan SHM 1565 dan di belakangnya SHM 5671. Sekarang saya selaku kuasa hukum pemilik tanah Bapak Nyoman Suarsana Hardika meminta supaya siapapun yang membangun di atas kedua tanah ini mohon segera agar dikosongkan dalam 7 hari kedepan,” tegas advokat muda dan pengacara yang akrab disapa Miko.

Adanya beberapa bangunan dari pihak penyewa yang berdiri di atas tanah kliennya, Miko mengaku dari pihak penyewa tidak ada komunikasi dengan Nyoman Suarsana Hardika dan pihaknya pun tidak pernah memberikan izin apapun atas pembangunan sejumlah bangunan yang ada. Menurutnya, tanah tersebut adalah sah milik Nyoman Suarsana Hardika, maka siapapun yang membangun di atas tanah tersebut diminta seger mengosongkan tanah tersebut dan diberikan waktu selama 7 hari ke depan.

“Mereka belum ada komunikasi apapun dengan kami, dan kami pun tidak pernah memberikan izin kepada siapapun yang membangun disini. Batas waktunya kami harapkan dalam waktu 7 hari ini segera dikosongkan. Karena kalau setelah 7 hari ini tidak dikosongkan, kami pasti akan melakukan gugatan,” tegas Miko kembali.

Terkait pihak lain yang mengklaim kepemilikan tanah tersebut dan keberatan dengan penembokan tanah serta pemasangan papan nama kepemilikan itu, Miko mempersilakan yang bersangkutan untuk menunjukkan dokumen bukti-bukti kepemilikan, melakukan gugatan ke pengadilan ataupun pelaporan ke pihak kepolisian.

“Silakan saja dilakukan gugatan atau laporan polisi bila ada yang keberatan terhadap penembokan, pemasangan plang ini, ya silakan kita digugat atau dilaporkan ke kantor polisi. Yang jelas secara hukum kita mempunyai sertifikat terhadap lahan ini dan secara hukum juga kita mempunyai hak untuk melakukan penembokan ini,” ucap Miko.

Jika tembok itu dibongkar dan papan nama kepemilikan dihancurkan? Miko menegaskan secara hukum Nyoman Suarsana Hardika memiliki sertifikat resmi terhadap tanah tersebut sehingga jika ada pihak yang melakukan pengerusakan, sudah pasti pihak Nyoman Suarsana Hardika akan melakukan tindakan secara hukum.

“Tentu kami akan melakukan laporan pidana terkait dengan siapapun yang membongkar atau merobohkan tembok dan papan nama ini,” jelas Miko.

Kondisi terakhir tembok yang usai dipasang rapi roboh tanpa diketahui siapa yang merobohkan. Namun sebelumnya penembokan tanah dan pemasangan papan nama kepemilikan mendapat penolakan dan perlawanan dari pihak putra ke-4 dari almarhum Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan (Raja Denpasar IX) yakni AA Ngurah Mayun Wiraningrat (Turah Mayun) yang mengaku sebagai ahli waris pemilik tanah tersebut. 

Turah Mayun yang mengklaim sebagai ahli pewaris tanah di Badak Agung tersebut mengaku tidak akan tinggal diam dengan aksi yang dilakukan pihak Nyoman Suarsana Hardika dan mengaku akan terus melakukan perlawanan secara hukum.

“Disana kami tidak mau berbenturan. Supaya kondisi tetap kondusif kita tempuh langkah hukum saja atas apa yang dilakukan mereka. Gugatan sudah berjalan semua tanah itu merupakan laba pura jika terjadi sesuatu dan saya tidak bisa saya serahkan kembali ke keluarga besar puri. Saya hanya mempertahankan apa yang menjadi hak saya,” ujar Turah Mayun ditemui terpisah.

Turah Mayun juga mengaku tanah di Badak Agung tersebut adalah milik ayahanda dan bukan milik Laba Pura Merajan Satria atau Pengempon Laba Pura Merajan Satria. “Saya tegaskan kembali di Pura Pemerajan Satria tersebut tidak ada pengempon jadi pengelolaannya Cokorda sendiri,” tegasnya.

Dianggap menyewakan atau mengontrakkan tanah tersebut kepada pihak lain, Turah Mayun merasa dirinya berhak melakukan itu karena dirinyalah yang mengelola tanah itu dan sebagai ahli waris dari Raja Denpasar IX Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan (Cokorda Samirana).

“Saya mengontrakkan karena saya masih mempunyai hak jadi mau saya apakan itu terserah saya. Sertifikat tanah tersebut masih di Solo yang berhak mengambil adalah kami sebagai ahli waris,” tegasnya mengakhiri.(BB).