Keberanian Hakim Tolak Eksepsi 5 Terdakwa Diharapkan Ratusan Korban Investasi Bodong PT DOK  

  21 Maret 2024 HUKUM & KRIMINAL Denpasar

Para Terdakwa dengan inisial IPSOA, IPEY, INAS, RKP, dan IWBAKasus investasi bodong PT Dana Oil Konsorsium (DOK) dengan kerugian korban mencapai Rp 30 miliar lebih kembali bergulir. Pada sidang yang berlangsung pada Kamis, 21 Maret 2024.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Ratusan korban investasi bodong PT Dana Oil Konsorsium (PT DOK), menunggu keberanian hakim untuk menolak eksepsi diajukan 5 terdakwa dalam perkara pidana terkait trading investasi bodong PT DOK.

Perwakilan korban I Ketut Sudiarta Antara dari banjar Dinas Payangan, Marga, Tabanan, menyatakan dirinya sempat melakukan somasi dan upaya mediasi, namun hasilnya mentok. Sebanyak 387 berharap sebagai korban agar hakim menolak eksepsi diajukan kelima terdakwa.

“Korban sesuai data valid di Polda Bali adalah 387 orang, dengan total kerugian Rp 33 miliar lebih. Jadi kami melapor sesuai Surat Perjanjian Kerja Sama (SPK) yang ditandangani kelima founder dan owner. Sehingga kami berharap selain owner, kelima founder juga diselidiki dan disita asetnya untuk mengembalikan kerugian kami,” ucap Sudiarta Antara kepada media.

Korban lainnya, I Putu Oka Ardana menyampaikan, bagaimana pun kelima founder berkelit mengaku sebagai karyawan tentu harus dibuktikan. Mengingat, sepengetahuan pihaknya mereka berlima adalah pendiri. Bahkan sekarang ini, ketika lima terdakwa mengaku hanya sebagai pembantu justru membuat semua investor tidak simpati.

"Jahat sekali jika sekarang mengaku sebagai pembantu. Dalam bisnis itu mereka lah yang mengajak Pak Komang untuk membuka usaha PT Dok, dan mereka yang menandatangani SPK dengan sadar. Maka dari itu, kurang pas jika mereka hanya didakwa untuk sebagai pembantu. Kiranya sebagai otaknya juga mempunyai peran besar dalam kerugian," sentilnya. 

Hal serupa juga disampaikan Widi Adnyana yang juga sebagai korban menyebut, mereka (lima terdakwa, red) mengajak Nyoman Tri Dana Yasa untuk bergabung.

"Pak Komang sih awalnya mengatakan 10 orang sudah cukup, sudah besar karena risikonya ditanggung bersama. Karena Pak Komang dirayu, lalu bergabung akhirnya membuat sistem yang namanya PT Dok," jelas Widi Adnyana.

Menurutnya, sistem dipakai sejenis multi level marketing (MLM) dalam penggalian dana ke masyarakat. Ia menegaskan, hal itu diprakarsai founder dan tentu sebelum dijalankan dikonsultasikan.

"Sistem dibuat mereka katakan saat itu adalah founder. Dan dia sampaikan ini adalah sistem multi level marketing. Dia (lima terdakwa,red) sebelumnya punya pengalaman di bidang itu. Siapa pun yang memperkenalkan bisnis ini dapat 10 persen," jelas Widi Adnyana.

Sedangkan korban Wayan Karma menyebut, sebelum bergabung di PT DOK ia mengaku sudah diajak di bisnis lain dengan sistem sama di FFC oleh terdakwa Ananda Santika.

"Ikut PT DOK pas covid, dipresentasikan oleh Pak Santika. Awalnya kita ikut di FFC, FFC banyak itu yang kena, saya Rp 300 juta di sana," terang Wayan Karma.

Dalam eksepsi diajukan lima terdakwa lewat Gendo Law Office ditunjuk sebagai penasihat hukum dibacakan Adi Sumiarya, kelima terdakwa dalam eksepsi yang dibacakan di hadapan persidangan disebutkan yang memiliki ide atau konsep trading tersebut adalah I Nyoman Tri Dana Yasa. Berbanding terbalik dengan apa disampaikan para korban.

"Ketika presentasi yang bersangkutan memberikan janji kepada para investor yang bergabung akan diberikan keuntungan rutin setiap minggu. Rinciannya dengan presentase berkisar 0% sampai 3%, dimana modal yang ditaruh aman dan tidak ada resiko hilang serta dipertegas lagi," terang Adi 

"Apabila bisa menemukan 1% resiko di investasi yang diadakan maka bagi yang menemukannya, akan diberikan imbalan Rp.10 Juta dan bisa menjadi Rp100 juta serta modal bisa ditarik kapanpun. Pemilik akun trading di PT Monex adalah I Nyoman Tri Dana Yasa Terdakwa dalam berkas terpisah," tegas Adi mengakhiri.(BB).