Sungguh Terlalu! Jalan Masuk Pura Dalem Bingin Nambe Ditutup dan Disertifikatkan, PHDI dan Penegak Hukum Diminta Turun Tangan

  06 Februari 2022 SOSIAL & BUDAYA Denpasar

Foto: Akses jalan keluar masuk (pemedal) Pura Dalem Bingin Nambe di Banjar Adat Titih Kaler, Desa Dauh Puri Kangin Denpasar Barat ditutup dengan cara ditembok sehingga kini tidak memiliki akses jalan buat umat atau pemedek Sembahyang.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Pemandangan miris kembali terlihat dimana jalan keluar masuk (pemedal) Pura Dalem Bingin Nambe Denpasar ditutup dengan cara ditembok, bahkan disebut-sebut lahannya sudah disertifikatkan. Akibatnya, Pura yang dikabarkan berdiri pada abad ke-18 terletak di Banjar Adat Titih Kaler, Desa Dauh Puri Kangin Denpasar Barat ini pun kini tidak memiliki akses jalan.

Situasi miris ini menjadi tentu saja menjadi sorotan banyak pihak. Pasalnya, bagaimana bisa jalan keluar masuk pura disertifikatkan dan ditembok. Apalagi sudah berdiri gapura atau pemedal yang sejak dahulu dipakai umat atau pemedek untuk akses sembahyang ke pura. 

"Pura Dalem Bingin Nambe Titih Denpasar ini telah ada sejak abad ke-18. Pengemponnya ada sekitar 200 KK (Kepala Keluarga) dari Jimbaran, Pemogan, Pagan dan Natah Titih Denpasar," tutur Ketut Gede Muliarta selaku Ketua Pengempon Pura kepada wartawan di Denpasar,  Minggu (06/02/2022). 

Lebih jauh Ketut Gede Muliarta menjelaskan, Pura tersebut dibangun oleh Bhatara mepesengan (bernama) I Gusti Ngurah Tamblang Sampun. Pusat dari penataran pura ini disebutkan, ada di Natah Titih dan Kesah ke Jimbaran, dari Jimbaran ke Pemogan lalu ke Pagan. 

"Pura ini (Dalem Bingin Nambe) adalah tempat pemujaan Ida Bhatara Lelangit. Pura ini adalah tempat pemujaan leluhur dari Tamblang Sampun. Pemedek (umat) yang bersembahyang di sini minta kerahayuan (keselamatan) dan kerahajengan (rezeki dan kesehatan)," jelas Ketut Gede Muliarta. 

Hal serupa juga diutarakan Kadek Mariata yang juga sebagai pengempon Pura Dalem Bingin Nambe dan membenarkan bahwa Pura tersebut sudah lama berdiri sejak zaman penjajahan Belanda. 

Kadek Mariata bahkan menegaskan, hal ini bisa dilihat dari level tanah jauh di bawah. Begitu juga, arsitektur candi bentar menunjukkan usia sudah ratusan tahun.

"Waktu saya masih kecil, seingat saya pura ini masuknya dari arah selatan, dari jalan Pulau Ternate. Habis itu tidak tahu, katanya ada perkara gugat menggugat atau apa saya tidak mengerti. Habis itu adalah tembok ini yang menutup pintu utama pura," tegasnya.

Kadek Mariata juga menyampaikan, patut diduga ada indikasi permainan dalam masalah ini. Bagaimana tidak, pura ini sudah ada sejak zaman kerajaan, sekarang katanya negara mengeluarkan putusan bahwa tanah ini milik si A, si B, dan si C.

"Yang saya dengar dulu di sini anak laki-laki yang putung atau tidak punya anak. Kemudian dia minta anak. Anaknya ini lalu minta bagian, dan yang diminta bagian di depan pura ini. Setelah dapat tanah ini, atau sebelumnya katanya dia pindah agama. Dan setelah pindah agama lalu ditutuplah jalan ini," ucap Kadek Mariata. 

Kadek Mariata pun memandang serius persoalan ini karena akan menjadi masalah besar dikemudian hari lantaran yang membangun tembok ini adalah umat lain, apalagi pihak tersebut adalah mantan jaksa. Sebagai salah satu pengempon Pura ini, Kadek Mariata pun meminta kepada pengempon dan pemedek untuk melakukan upaya pengayoman hukum. 

"Harapan saya, saya minta PHDI (Parisadha Hindu Dharma Indonesia), Pemerintah, Penegak Hukum bisa melihat ini, agar masalah ini bisa mengkaji menguji data fakta apa yang ada di sini. Saya yakin ini kalau digali, pasti ada yang salah di sini," harap Kadek Mariata mengakhiri.(BB).