Disdikpora: SMA Negeri di Bali akan Buka Kelas "Double Shift"!

  20 Juni 2017 PERISTIWA Denpasar

baliberkarya/ist

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. DPRD Provinsi Bali dan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi  Bali akhirnya menyepakati untuk membuka kelas pagi dan siang (double shiff) untuk SMA/SMK di Bali. Kelas pagi dan sore ini khusus untuk sekolah di kawasan yang penduduknya padat. Hal ini untuk menyikapi kurangnya kursi yang tersedia untuk siswa baru di SMA/SMK di daerah tertentu di Bali.                                        
 
Hal itu disepakati dalam rapat kerja DPRD Bali yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Bali Nyoman Sugawa Korry dengan Kadisdilpora Provinsi Bali TIA Kusuma Wardani terkait pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk SMA dan SMK Negeri di Bali, Selasa (20/6/2017).                          
 
Awalnya, Kadisdilpora TIA Kusuma Wardani menjelaskan bahwa ada 12.000 lebih kursi SMA yang belum terisi oleh tamatan SMP di seluruh Bali. Namun, penjelasan itu tak mengecohkan amggota Dewan, sebab fakta di lapangan masih ada sekolah yang tidak cukup menampung calon siswa baru, khususnya di daerah dengan penduduk yang padat. Hal itu ditegaskan oleh anggota Komisi IV DPRD Bali I Wayan Rawan Atmaja saat menginterupsi penjelasan TIA Kusuma Wardani.
 
 
Menurut Rawan Atmaja, sekolah yang kelebihan kursi hanya ada di daerah tertentu yang jumlah penduduk tidak terlalu padat. Ia mencontohkan kondisi yang terjadi di Badung. Menurut dia, sekolah-sekolah di Nusa Dua justru kekurangan kursi untuk siswa baru. Sebaliknya, di daerah Badung utara tidak ada persoalan. Kondisinya tidak memungkinkan siswa di Nusa Dua harus mendaftar di sekolah di Badung Utara. 
 
Karena itu, politisi Golkar asal Badung Selatan ini meminta Disdikpora Provinsi Bali untuk membuka kelas pagi dan sianhdi sekolah-sekolah yang penduduknya padat, termasuk di Nusa Dua. Apalagi, kebijakan full day scholl sudah dicabut oleh presiden. “Jika tidak dibuka kelas siang maka banyak tamatan SMP tidak tertampung di SMA. Mereka yang tamatan SMP itu sebelumnya sekolah pagi dan siang. Jadi kebijakan sekolah pagi dan siang itu tetap dilanjutkan di tingkat SMA,” kata Wayan Atmaja.
 
Hal senada disampaikan Ketua Komisi IV DPRD Bali Nyoman Parta. “Ini agar tidak terjadi keributan di lapangan. Tahun depan baru dibikin aturan lagi yang lebih baik. Kalau yang sekarang ini bikin ribut,” ujar politisi PDIP asal Gianyar ini.
 
 
Usulan Rawan Atmaja akhirnya menjadi salah satu kesepakatan dalam Rapat Kerja tersebut. Nantinya, Disdikpora yang akan menentukan sekolah mana saja yang membuka double shiff. “Kami minta agar Disdikpora Provinsi Bali segera mengeluarkan surat edaran kepada semua SMA/SMK yang membuka kelas pagi dan siang,” kata Wayan Atmaja.
 
Dalam rapat, Disdikpora Bali juga dicecar anggota Dewan terkait pelaksaan PPDB untik SMA/SMK Negeri tahun ini. Sebagian besar di antara mereka mempersoalkan jalur lingkungan lokal. Dengan terbatas kuota jalur tersebut, yakni 10 persen, terjadi konflik di desa karena berebut ingin masuk jalur tersebut. “Apa kriteria bisa diterima di jalur ini?” tanya anggota fraksi Golkar DPRD Bali IB Gede Udiyana. 
 
Sementara anggota fraksi PDIP DPRD Bali dari Dapil Denpasar, AA Ngurah Adhi Ardhana, memaparkan terjadi konflik di SMAN 4 Denpasar, juga di SMA-SMA lain soal jalur lingkungan lokal.
 
“Lebih baik kuota 10 persen dari jalur lingkungan ini untuk Denpasar dihapus saja,” ujarnya. Hal yang sama juga disampaikan Wayan Rawan Atmaja. Jika jalur lingkungan lokal itu menimbulkan masalah lebih baik dihapus saja. Ia juga mempertanyakan apakah jalur miskin, inklusi dan kesetaraan bisa diisi dengan yang tidak lulus di jalur lingkungan lokal. “Kalau di Kuta Selatan, jalur miskin itu nol. Apa gak bisa dialihkan ke jalur lingkungan lokal,” tanyanya.
 
Menjawan pernyataan anggota Dewan, TIA Kusuma Wardani, menyatakan, jalur lingkungan lokal tidak bisa dihapuskan karena prosesnya sudah berjalan. Sementara untuk jalur miskin, inklusi, dan kesetaraan yang kuotanya 20 persen akan otomatis masuk ke jalur ujian nasional (UN). Ia juga menegaskan bahwa selain mendaftar di jalur lingkungan lokal atau jalur miskin atau jalur prestasi, siswa juga bisa mendaftar di jalur UN untuk memperebutkan kuota 50 persen. Belum lagi kalau ada kuota jalur miskin yang tersisa, akan masuk jalur UN. Ia memberi contoh di Kota Denpasar. Jatah jalur miskin 10 persen yakni 1.071 kursi. Namun, yang mendaftar baru 174 orang. Sisa kuota tersebut, kata dia, akan digeser ke jalur UN.
 
 
Selain masalah jalur lingkungan lokal, anggota Dewan juga mempersoalkan jatah 5 persen dari luar daerah. Sementara aturan PPDB, siswa mendaftar berdasarkan kartu keluarga (KK). Padahal banyak warga Karangasem dan Buleleng, misalnya, lama namun KK-nya Buleleng atau Karangasem. Anak-anak mereka sejak kecil sekolah TK, SD, sampai SMP di Denpasar. Ketika mau masuk ke SMA negeri, anak mereka harus bersaing merebut kuota 5 persen, karena siswa itu dianggap dari luar daerah berdasarkan KK-nya. “Ini tidak adil,” kata anggota DPRD Bali dari Karangasem, Nyoman Oka Antara. “Ini contoh aturan yang tidak Pancasilais,” tambah anggota Dewan dari Buleleng, Ketut Kariyasa Adnyana.
 
Sementara menjawab hal itu, Kadisdik TIA Kusuma Wardana, menyatakan, itu merupakan aturan dari Kemendikbud. “Itu ketentuan Permendikbud Nomor 27 Tahun 2017. Mungkin dalam raker dengan Mendikbud kami sampaik hal itu,” katanya.
 
Pada akhirnya, jalur lingkungan lokal tidak bisa dihapus karena prosesnya sudah berjalan. Masalah ini disikapi dengan membuka kelas double shift untuk sekolah tertentu.  Sementara untuj wajib KTP/KK bagi masyarakat rantau agar didiskusikan dalam Rapat Koordinasi dengan pemerintah pusat. (BB/PB)