Jumlah Janda di Buleleng Bertambah 341 Orang. Wow!

  12 Agustus 2016 PERISTIWA Buleleng

Ilustrasi

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Buleleng. Data perceraian pasangan suami-istri (Pasutri) di Pengadilan Negeri (PN) Singaraja, Bali, cukup mengejutkan. Ternyata perceraian yang dulunya menjadi hal yang tabu di kalangan masyarakat, kini justru menjadi lumrah dan bahkan terkesan menjadi tren.
 
 
Di Kabupaten Buleleng ternyata angka perceraian cukup tinggi dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Itu artinya, jumlah penduduk yang bertatus janda dan duda terus meningkat. Bahkan angka ini mengalahkan perkara pidana.
 
 
Menurut Humas PN Singaraja Ida Bagus Bamadewa Patiputra, data perceraian di tahun 2014 mencapai 309 perkara, sedangkan di tahun berikutnya yakni 2015 lalu, angka perceraian mencapai 543 perkara. Antara 2014 ke tahun 2015 lonjakan angka perceraian ini sangat signifikan.
 
 
Patiputra menyebutkan, untuk tahun 2016 hingga tanggal 9 Agustus perkara perceraian yang masuk mencapai 341 perkara. Artinya jumlah janda bertambah pula 341 orang. Ia pun memperkirakan, akan mengalami lonjakan hingga akhir tahun 2016 nanti.
 
 
“Kami mencoba untuk mensosialisasikan dengan pihak Pemkab Buleleng untuk memberi pemahaman agar angka perceraian di Buleleng bisa menurun. Buleleng menjadi wilayah paling banyak kasus perceraiannya setelah Denpasar. Nah ini yang harus diatasi agar nantinya tidak menjadi tren,” tutur Patiputra kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (9/8/2016).
 
 
Ditanyakan terkait waktu pernikahan paling singkat, Patiputra yang sehari-hari juga hakim itu menyatakan, dalam kurun waktu tiga bulan. Itu terjadi pada 2015 lalu.
 
 
Kata dia, umumnya pasutri yang bercerai dengan waktu pernikahan singkat yakni dari kalangan remaja. Ia pun memaparkan tingginya angka perceraian lantaran kurangnya dukungan keluarga.
 
 
“Yang diperlukan sekarang bagaimana peran keluarga. Dalam artian, ketika ada permasalahan, mungkin dukungan keluarga kedua belah pihak bisa sebagai penyelesai permasalahan bagaimana agar perceraian tidak dijadikan jalan keluar setiap permasalahan yang seharusnya masih bisa diselesaikan secara baik-baik tanpa menempuh jalan pisah,” paparnya.
 
 
Apa factor penyebab utamanya? Patiputra mengatakan tingginya angka percerian yang terjadi di wilayah Buleleng ini dilatarbelakangi beberapa faktor. Yang paling dominan menjadi faktor perceraian tersebut yakni ekonomi.Faktor ekonomi yang terbilang kurang terpenuhi menjadi penyebab tingginya angka perceraian di Buleleng.
 
 
“Faktor ekonomi kan bisa menjalar ke beberapa faktor juga. Seperti perselingkuhan karena tidak mampuan ekonomi menjadikan antara suami atau istri selingkuh. Selain itu juga karena KDRT tapi itu kecil,” pungkasnya. (BB)