Kejati Bali 'Masuk Angin' Ungkap Pelaku Pungli Ijin Angkutan

  19 Juni 2016 PERISTIWA Denpasar

Google/Images

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com - Denpasar. Melempemnya Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali mengungkap kasus pungutan liar (pungli) dan calo ijin angkutan di tubuh Organda dan Dishub Bali kritikan dan pertanyaan besar sejumlah pihak. Padahal sebelumnya pihak kejaksaan mengaku segera mengekspos para tersangka dibalik kasus tersebut.

Namun sayangnya, belakangan setelah dilakukan pemeriksaan dan pengumpulan bukti-bukti malah menghentikan kasus ini dengan alasan tidak menemukan nilai kerugian negara. Sudah jelas-jelas indikasi permainan ijin angkutan itu berpotensi sangat merugikan keuangan negara, seperti pajak progresif yang tidak masuk ke kas negara ataupun potongan subsidi pajak yang seharusnya diterima negara malah menjadi penggembosan pajak negara.

Kejanggalan itu salah satunya dipertanyakan oleh Wakil Ketua Biro Angkutan Sewa Organda Badung, Drs. I Wayan Suata yang pertama kali membongkar kasus itu dan menjadi saksi yang disertai sejumlah bukti. Menurutnya, gagalnya Kejati Bali mengungkap kasus itu dituding karena pihak kejaksaan sudah 'masuk angin', sehingga mulai melemah mengusut tuntas oknum Organda dan Dishub Bali yang bermain dibalik kasus ini. 

"Kalau kerugian negara  memang tidak ada dari pungli jika dilihat dari orang perorangan. Namun yang namanya suap sudah jelas masuk ranah merugikan negara. Seperti Wahana (Koperasi Wahana Dharma, red) jadi broker mohon dicek Wahana itu. Semua ijin taksi dia punya, ijin pariwisata juga punya termasuk angkutan sewa dan AJDP. Bahkan Kura-Kura Transport itu juga nempel di Wahana tapi ketuanya tidak tahu menahu. Kan aneh itu," ucap Suata saat dihubungi awa media, Minggu (19/6/2016).

Suata juga sangat kecewa dengan keputusan kejaksaan yang begitu mudahnya menutup kasus ini seolah pura-pura menyerah ungkap oknum pejabat yang gemar korupsi. Padahal, sudah banyak bukti dan saksi yang dikumpulkan untuk mengungkap kasus yang diduga melibatkan para petinggi di Dishub dan Organda Bali itu. 

"Sangat disayangkan, kalo tahu saya tidak diproses begini lebih baik dulu saya diam. Ngapain saya dulu memberikan keterangan ke kejaksaan. Jangan sampai kejaksaan masuk angin, apakah ada permainan di kejaksaan. Karena ada indikasi permainan itu, makanya kalo hukum di Indonesia KUHP 'Kalo Kasi Uang Habis Perkara' walaupun kita tidak punya bukti-bukti mempertanyatakan hal itu. Tapi ada apa ini?," tanyanya dengan nada geram.

Menurut Suata, yang lebih aneh lagi dari pengungkapan kasus itu, terkait dengan mutasi besar-besaran di Dishub Bali yang hanya memindahkan pegawai bawahan. Padahal yang bertanggungjawab terhadap kasus itu adalah atasan yang diduga bermain dibalik kasus ijin angkutan ini. 

"Yang anehnya lagi di Dishub Bali, kenapa pegawai dibawahnya diberangus dan dipindahkan semuanya. Justru kenapa pegawai staf yang dibawah yang menjadi korban padahal hanya melayani masyarakat. Ada apa ini kan aneh ya? Kalo kadis (Ketut Artika) dan kabid (Standly JE. Suwandhi) yang harus bertanggungjawab jangan anak buah dikorbankan seperti itu dong," sesalnya.

Suata mengharapkan harusnya kejaksaan berani mengambil langkah tegas dan mau mengungkap kasus yang menggempar masyarakat Bali tersebut, agar jangan sampai kejaksaan malah 'masuk angin' karena masyarakat akan menanyakan kenapa 'masuk angin' dan seolah-olah tidak ada merugikan negara. 

"Memang sih uang negara tidak ada yang dirugikan, tapi kalo uang masyarakat yang masuk ke kantong pribadi apakah tidak korupsi namanya itu? Kalo uang negara tidak ada dirugikan. Tapi ada indikasi permainan yang malah sangat merugikan pemasukan negara kan jelas ada. Buktinya sekarang malah staf Dishub Bali yang bertugas melayani masyarakat yang dikorbankan, padahal yang tahu kan atasannya. Kalo di pihak kepolisian kan atasan yang bertanggungjawab. Jangan dikorbankan anak buah dong. Ini ada apa?," tanyanya lagi.

Suata berharap pejabat kejaksaan yang masih bersih dan anti 'masuk angin' benar-benar bisa mengusut tuntas kasus perijinan angkutan di tingkat provinsi Bali khususnya, dari atas ke bawah. Termasuk Organda Bali meskipun pembayaran Rp200 ribu itu memang sesuai kesepakatan. 

Namun, uang yang masuk itu tidak jelas dan transparan yang perlu dipertanyakan. "Seperti Kura-Kura itu kemana uangnya, kan wajar dipertanyakan karena dijadikan usaha memperkaya diri sendiri dan orang lain. Termasuk yang sangat disayangkan Wahana itu semua pengurusnya dari Organda, jadi Wahana seolah-olah broker yang dikelo oleh pengurus Organda, karena semua anggota yang mencari ijin. Anehnya Wahana Dharma kan koperasi tapi tidak menjadi anggota koperasi mereka juga dapat ijin," tegasnya

Sebagaimana diketahui, sejumlah pihak selama ini sudah dipanggil Kejati Bali untuk memberikan data dan bukti adanya dugaan pungutan liar (pungli) di tubuh Dishub dan Organda Bali terkait kongkalikong dugaan permainan soal jual beli perijinan angkutan sewa dan pariwisata. Namun hingga kini pengungkapan kasus tersebut masih "saru gremeng" alias belum ada hasil yang jelas.

Disamping itu, Kejati Bali malah menilai ini kasus itu tidak masuk ranah korupsi, karena tidak ditemukan adanya unsur kerugian negara. Sumber kuat di Kejati Bali menyebutkan 'masuk anginnya' Kejaksaan Tinggi Bali lantaran mereka berdalih tidak ditemukan adanya kerugian negara atau unsur korupsi. 

Hal ini tentu saja sedikit janggal. Bagaimana tidak, sebelumnya pihak kejaksaan sangat meyakini terjadi pungli yang melibatkan orang dalam Dishub dan Organda Bali itu masuk ranah korupsi. Bahkan, pihak kejaksaan sempat berkoar-koar dan sesumbar dalam kasus ini akan muncul tersangka namun nyatanya hanya pepesan kosong alias nol besar tiada hasil. (BB).