Bupati Jangan Gengsi Perbaiki Kesalahan

Warga Kecewa Minta 'Bupati Badung' & 'Kabapenda' Jangan 'Bodohi Rakyat'

  28 April 2017 PERISTIWA Badung

Baliberkarya.com/ist

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Badung. Warga selaku wajib pajak meminta agar pernyataan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Kabapenda) Badung tidak membodohi rakyat, karena selama ini sudah membayar Pajak dari NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) yang tinggi diatas Rp100 juta. 
 
Bahkan, salah satu warga Pecatu, Made Susila mengakui NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) dari tahun 2015 sudah naik, sehingga harus membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) sampai Rp20 juta. 
 
"Kan tanah kosong kok pajaknya sangat tinggi sekali, sekarang kita memohon keberatan pajak waktu itu untuk turun. Tanah yang luasnya 1 hekter 40 are saya membayar PBB-nya hampir Rp20 juta. Karena itu di tahun 2015 bulan Pebruari saya memohon keberatan pajak, dan akhirnya disetujui," ungkapnya.
 
Menurutnya, yang menjadi pertanyaan dan tanda tanya adalah kenapa di tahun 2017 kembali pajak dinaikan, bahkan berpuluh kali lipat dari semula. Anehnya, sampai sekarang bukti SPT PBB juga belum keluar, karena seharusnya pertengahan Pebruari sudah dicetak. 
 
"Saya sempat ke Dispenda (Bapenda) Badung mempertanyakan masalah itu dan dijawab ini adalah kebijaksanaan dari Bapak Bupati. Tapi kenapa dibuat seperti itu ya? Katanya untuk mensiasati orang yang menjual tanah, karena si pembeli dan penjual terkena pajak yang tinggi untuk pendapatan daerah. Termasuk juga untuk menopang operasional Bapak bupati, gitu alasannya," katanya sedikit kesal.
 
Namun apabila untuk membayar pajak adalah penduduk asli Badung yang tidak mampu untuk membayar, maka akan diberi kebijakan penurunan pajak dengan cara harus memohon. 
 
"Tetapi dengan terus momohon setiap tahunnya menjadi ribet, masa tiap tahun itu saja yang kami kerjakan," ujarnya geram.
 
Apalagi, lanjutnya, kebetulan sekarang akan memproses tanahnya seluas 4 hektar, karena kesalahan administrasi, sehingga harus diwariskan untuk beberapa orang. Namun, dalam sertifikat itu muncul namanya kurang sehingga harus diperbaiki dalam bentuk hibah. 
 
"Dalam proses hibah ini, si penerima hibah wajib membayar pajak 5 persen dari NJOP, nah sekarang NJOP tanah itu ratusan juta per arenya. Nah disitu ada keluarga saya yang mendapat tanah hanya 15 are harus membayar pajak saya lebih dari Rp100 juta. Dari mana harus mendapatkan uang sebanyak itu? Disini kan saya tidak menjual, tetapi menghibahkan. Kebijakan dari bupati ini tidak tepat sasaran. Dulu saya memang memilih Giri Prasta, tetapi dengan adanya kebijakan ini sangat mencekik saya kecewa sebagai warga kecil," sesalnya menyudahi.(BB).