Pungut Retribusi Parkir Pemkab Jembrana Disebut Pungli, Dewan Dituding “Ompong”

  03 Juli 2018 OPINI Jembrana

ilustrasi nett

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Jembrana. Sejak beberapa bulan lalu, pengelolaan retribusi parkir di Jembrana dialihkan dari sebelumnya dikelola oleh Perusahan Daerah (Perusda) Jembrana, kemudian dikelola oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkab Jembrana.
 
 
Sayangnya, pengelolaan retribusi parkir oleh OPD, dinilai banyak pihak bermasalah dan terindikasi korupsi lantaran pengalihan pengelolaan tersebut tanpa dasar regulasi yang jelas. OPD yang mengelola belum memiliki dasar hukum pemungutan retribusi parkir tersebut.
 
Hal tersebut disampaikan Ketut Sujana dari Forum Transparansi Masyarakat Jembrana. Menurutnya, masalah retribusi parkir ini sama persis dengan yang terjadi pada Pasar Melaya, belum adanya dasar hukum peralihan kewenangan, sehingga pungutan apapun yang dilakukan termasuk ilegal.
 
Dinas perhubungan, kelautan dan perikanan yang saat ini berwenang memungut parkir tidak sah karena tidak memiliki kewenangan lantaran tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
 
“Pungutan tanpa dasar hukum yang jelas bisa dikatakan pungutan liar. Ini harus ditindaklanjuti, ini kan pungli,” tegasnya kepada wartawan, Selasa (3/7/2018).
 
 
Dijelaskan, dalam pasal 21 Perda No. 20 Tahun 2006 Tentang Pendirian Perusahaan Daerah, yang diperbaharui degan Perda No. 17 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Perda No. 20 Tahun 2006. Unit usaha Perusda terdiri dari retribusi unit pasar, unit parkir dan sumbangan pihak ketiga dan unit terminal.
 
Lanjutnya, Perda tersebut masih berlaku karena hingga kini perda tersebut belum dicabut atau diganti dengan Perda yang baru. Jadi menurutnya yang memiliki kewenangan memungut retribusi parkir adalah Perusda.
 
Karena itu, dewan didorong untuk menggunakan haknya melakukan penyelidikan atas masalah pasar dan parkir ini. Namun yang terjadi, pria yang biasa disapa Cong ini mencurigai DPRD Jembrana tutup mata atau ompong dengan masalah ini. Artinya, fungsi pengawasan legislatif di Jembrana tidak berfungsi maksimal.
 
Bahkan, Cong menduga dewan Jembrana sengaja mendorong ekskutif melakukan kesalahan dengan tidak mendorong membuat payung hukum ketika ada peralihan kewenangan dari perusda untuk OPD.
 
 
Terkait tudingan tersebut, Kepala Dinas Perhubungan, Kelautan dan Perikanan I Made Dwi Arimbawa selaku OPD yang mengambil alih parkir dari perusda membenarkan bahwa hingga saat ini memang belum ada pencabutan perda tentang perusda  dan belum ada payung hukum mengenai pengelolaan parkir.
 
”Masalahnya saya selaku pengguna dalam hal ini dinas hanya menerima pelimpahan, cuma soal dasar hukum ada di sekretariat daerah (sekda),” kilahnya.(BB)