Pandemi Ini Peringatan, AHY: Mari Akui Kekhilafan, Kita Bukan Penguasa Kehidupan 

  25 September 2020 POLITIK Nasional

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Jakarta. Terkait penanganan pandemi Covid-19 dalam acara Live di TV One Jumat malam (25/9/2020) bertajuk”Pesan Kepada Para Kader Demokrat: Bersama Kita Kuat, Bersama Kita Bangkit” Dalam Rangka Memperingati HUT ke-19 Partai Demokrat, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyampaikan pandangan tersendiri.

Pada kesempatan itu, AHY menekankan beberapa hal yang perlu terus dilakukan kader Demokrat di seluruh tanah air untuk membantu bangsa ini melewati dan keluar dari pandemi. Diawal pidatonya, AHY menyatakan pada tanggal 9 September 2020, Demokrat baru saja, memperingati hari kelahirannya, yang ke-19. 

Menurut putra sulung  putra Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini, peringatan partai berlambang Mercy kali ini, sungguh berbeda. Dimana tidak ada perayaan, atau temu kader, yang penuh suka cita. 

Tidak ada yang menyangka akan menghadapi situasi pandemi seperti saat ini. Berbagai istilah asing seperti work from home, physical distancing, lockdown, distance learning dan new normal menjadi tidak asing lagi di telinga kita.

"Meski kita pun beradaptasi, dengan membuat istilah sendiri seperti PSBB, PJJ, AKB, dan OTG. Kewajiban mencuci tangan, menjaga jarak, dan memakai masker, menjadi gaya hidup baru kita," ucap AHY.

Suami artis Anisa Pohan ini mengutarakan situasi pandemi ini diyakini juga sebagai wake-up call atau peringatan yang menghentak, dan membangunkan kesadaran kita sebagai manusia, yang penuh kekurangan, dan kelemahan. Selama ini, kita larut, dalam kencangnya, arus perkembangan informasi, dan teknologi, terlalu sibuk dengan kompetisi global yang tiada akhir. 

"Bahkan, ada kalangan yang beranggapan, bahwa dengan kemajuan teknologi manusia bisa berbuat apa saja. Sadar atau tidak, semua itu membuat kita jumawa dan takabur, seolah menjadi penguasa, dalam kehidupan ini," sentil AHY.

Sejarah mencatat, lanjut AHY, ketika wabah Covid-19, yang mematikan ini, merebak pertama kali di Wuhan, kita masih menyepelekan fakta yang ada, meski kasus bermunculan di banyak negara, termasuk yang ada di depan mata.

"Dalam kesempatan ini, izinkan saya, mengajak para kader, dan keluarga besar Demokrat, untuk bersama-sama melakukan refleksi dan bertafakur bersama," ajak AHY.

Tak lupa, AHY kembali mengingatkan bahwa musibah yang kita hadapi ini, nyata. Siapapun, bisa menjadi korbannya. Kita perlu saling berbagi rasa, dan empati. Krisis besar yang melanda negeri ini, juga serius. 

"Karenanya, kita harus lebih bersatu untuk mengatasinya. Jangan biarkan, satu pun di antara kita, dan juga rakyat, menanggung bebannya sendiri. Dengan negara dan pemerintah sebagai pemimpin kita harus bisa menemukan solusi yang tepat dan bisa mengakhiri pandemi corona dan krisis ekonomi dewasa ini," terang AHY.

Bagi AHY, kuncinya adalah kebersamaan. Sebagaimana orang bijak mengatakan “kalau ingin cepat, lakukan sendiri. Tetapi kalau ingin sukses, lakukan bersama-sama.” Untuk itu, AHY ingin mengajak, dan menyampaikan pesan, kepada seluruh kader Demokrat, di manapun berada. 

"Meskipun pesan ini, secara khusus, saya tujukan kepada para kader, dan keluarga besar Partai Demokrat tetapi para kader juga bisa mengajak, saudara-saudara kita yang lain, rakyat Indonesia, yang kita cintai bersama," jelas AHY.

AHY juga menyampaikan ajakan yang tulus untuk memperkuat barisan, bahu-membahu, dan tolong menolong. Motto besar yang perlu kita angkat tinggi-tinggi adalah: “Bersama kita kuat, Bersatu kita bangkit”; disertai tekad, dan semboyan kita Bersama: “Masa Kini, Krisis Teratasi; Masa Depan, Kehidupan Bangsa Aman”.

Lebih lanjut AHY menjelaskan ada 3 hal besar, yang berkaitan dengan pesan, dan ajakan ini. Pertama, dalam mengatasi krisis besar saat ini, pilihan yang kita ambil adalah menyelamatkan hidup manusia, dan memulihkan ekonomi, sebagai satu kesatuan yang utuh. Kedua, dalam mengatasi pandemi Covid-19, dan krisis ekonomi ini, tentu kita pilih kebijakan dan tindakan yang tepat, yang benar-benar bisa mendatangkan keberhasilan.

"Jangan dipisah-pisahkan. Dengan strategi, kebijakan, dan tindakan yang tepat, keduanya dapat dilakukan," pinta AHY.

Bersamaan dengan itu, AHY juga menyampaikan perlu kita dicegah, terjadinya hal-hal yang mengancam, keberlangsungan kehidupan bangsa yang baik di masa depan. Kita harus bisa mengatasi masalah saat ini tanpa menimbulkan masalah di kemudian hari. 

Sedangkan yang ketiga, sambung SBY, kita merasakan kurangnya kerukunan dan kebersamaan di antara sesama komponen bangsa, termasuk ketika kita sedang menghadapi krisis saat ini. AHY juga menyoroti polarisasi politik yang tajam, masih dirasakan. 

"Masih terasa pula, sikap kawan dan lawan, dalam kehidupan sosial kita. Karenanya, sungguh sangat perlu untuk meneguhkan komitmen persatuan, seluruh komponen bangsa, guna menghadapi tantangan ke depan," tegas AHY kembali.

AHY membeberkan berdasarkan data WHO, jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia, mencapai lebih dari 31 juta dengan angka kematian, mendekati satu juta jiwa. Sementara di Indonesia, berdasarkan data Kementerian Kesehatan, terdapat lebih dari 250 ribu kasus dengan angka kematian mendekati 10 ribu jiwa. 

"Angka ini masih terus bertambah, sedangkan vaksin yang teruji, belum juga kita temukan. Tentu, kami turut berduka cita sedalam-dalamnya. Semoga para korban, diterima di sisi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan dan ketabahan," harap AHY.

Secara pribadi, AHY mengaku bisa merasakan, betapa dalamnya kesedihan dan kehilangan, jika orang yang sangat kita cintai, berpulang ke Rahmatullah. Besarnya jumlah korban, di seluruh dunia akibat Covid-19 ini merupakan harga mahal yang harus dibayar untuk menebus sikap abai, angkuh dan menganggap remeh, serta inkonsisten, dalam menghadapi pandemi yang ditunjukkan oleh banyak kalangan di dunia.

Diakhir pidatonya, AHY mengakui setelah 9 bulan berlalu kita masih terus mencari jawaban atas persoalan yang diberikan oleh Sang Maha Pencipta. Barulah kita menyadari: We are insignificant in this universe. Kita bukanlah penguasa, dari kehidupan ini. 

"Mari mengakui kekhilafan ini, memohon ampunan, kepada Tuhan Yang Maha Kuat, dan Maha Besar. Kita tidak ingin, ada 50 juta orang lagi, menjadi korban pandemi, seperti yang terjadi 100 tahun lalu, saat Spanish Flu menerpa dunia," tutup AHY mengakhiri.(BB).