Perbup NJOP Ancaman Stablitas Daerah

Mantan Staf Ahli 'Giri Prasta' Tuding Kenaikan NJOP Badung 'Tak Masuk Akal

  25 April 2017 PERISTIWA Badung

Baliberkarya.com

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Badung. Kebijakan menaikan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) sampai ribuan persen di Kabupaten Badung yang dipimpin oleh Bupati Giri Prasta ternyata tidak banyak diketahui oleh wakil rakyat di DPRD Badung. Bahkan, Mantan Staf Ahli Bupati Badung, Giri Prasta juga mengaku kaget dan menuding kenaikan NJOP ribuan persen itu sangat tak rasional. 
 
"Kenapa NJOP di Badung bisa naik sampai ribuan persen, sedangkan di Jakarta saja PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) nol persen. Kenapa Badung malah nguber PAD lewat NJOP?," kritik Anggota DPRD Badung, Ir. Made Sudarta, MBA.
 
Ketua DPD Partai Hanura Bali itu menilai masih banyak pendapatan diluar PBB yang bisa diolah. Menurutnya, pihak dewan belum pernah diajak mengkaji terkait kenaikan NJOP itu. 
 
"Kasihan Masyarakat yang punya tanah sedikit, tapi NJOP tinggi dan tanahnya tidak produktif seperti tegalan dan sawah kering," sentilnya
 
"Mestinya ada kajiannya dong. Kajian itu melibatkan dari berbagai kompetensi, sehingga apa yang diputuskan untuk kepentingan rakyat," imbuhnya. 
 
Bagi Sudarta, kajian itu harus melibatkan banyak pihak, baik ada kajian akademis dan lainnya termasuk ada kajian aspirasi masyarakat. Karena lewat survey seperti yang disebutkan Kapenda Badung, I Made Sutama itu sebagai dasar kenaikan NJOP ribuan persen akan tidak valid, sehingga harus ada kajian teknis dan sosial serta akademisi yang mengkaji aspirasi masyarakat. 
 
"Apa pun ditetapkan bupati, sebelumnya harus ada kajian. Baik itu Perbup sebelumnya harus ada kajian teknis dan sosial masyarakat sehingga Perbup bermanfaat untuk kepentingan rakyat," sambung Pengusaha Properti ini.
 
Apalagi sekarang disebutkan juga banyak Perda dan Perbup tidak bermanfaat untuk diimplementasikan di masyarakat. Selain itu, Perbup No.10 tahun 2013 tentang NJOP itu juga tidak disosialisasikan, sehingga Pemda Badung sebelum menaikan NJOP sebaiknya ada kajian teknis dan sosial masyarakat. 
 
"Apa yang akan diputuskan itu harus berpihak kepada masyarakat luas atau tidak. Ataukah hanya berpihak kepada pribadi? Jadi harusnya jangan dinaikan dulu dan kembalikan ke tarif awal," tegasnya.
 
Secara terpisah, Mantan Ketua Baleg DPRD Badung, I Wayan Puspanegara, SP meminta Bupati Badung segera mengevaluasi Perbup tentang NJOP. Karena kenaikan NJOP  pasti akan berdampak pada peningkatan pengenaan PBB dan perhitungan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan). 
 
Pasalnya, selama ini penghitungan nilai pengenaan PBB dan BPHTB hanya didasarkan pada  NJOP dan tidak ada varian lainya, sehingga cenderung subjektif. 
 
"Jadi kasus kenaikan NJOP di Badung hingga ribuan persen sejatinya termasuk kategori kenaikan yang tidak wajar dan bisa menjadi ancaman stablitas daerah, karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Harusnya menghitung NJOP itu berbasis comunity base development, artinya masyarakat dilibatkan dalam penghitungan NJOP berbasis partisipatif (bottom up)," kata Mantan Anggota Komisi B DPRD Badung dua periode itu.  
 
Selain itu, katanya, sebelum ada kenaikan juga harus ada sosialisasi yang sistemik tentang formula kenaikan ini, agar masyarakat tidak tercekik. Jika faktanya saat ini NJOP naik fantantis, harusnya dijelaskan faktor-faktor absolut yang membuat naik. 
 
Bila perlu ada apraisal yang dibuat oleh pemerintah per bidang tanah dan variabel penghitungannya dengan tetap memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat atau existing objek tanah yang dihitung NJOPnya. 
 
"Jadi jika sekarang dirasakan NJOP naik tidak wajar, maka sebaiknya Perbup tentang NJOP harus segera dievaluasi atau ditinjau kembali. Selanjutnya NJOP yang lama tetap diberlakukan sebelum ditemukan formula yang layak dan tepat," papar Mantan Tenaga Ahli Bupati Badung, Nyoman Giri Prasta itu.
 
Ia menegaskan NJOP harus diganti jadi NOP (Nilai Objek Pajak agar tidak cenderung mengarah pada niai atas tanah untuk dijual. Selanjutnya seluruh tanah masyarakat di Badung harus digeser menjadi NOPTKP (Nilai Objek Pajak Tidak Kena Pajak). 
 
"Ini baru namanya terobosan, karena Badung dengan PHR yang tinggi tidak wajar mengandalkan pendapatan dari PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) yang nota bene memberatkan rakyat. Jadi cukup subsidi silang PHR ke PBB sehingga NJOP dihapus jadi NOP dan NOPTKP," sambungnya seraya menyebut Kabupaten Badung tahun ini menyisihkan PHR Rp300 miliar lebih untuk kabupaten lain yang akan diserahkan langsung oleh Bupati Badung.
 
"Sementara PBB yang dibayar rakyat Badung kenapa tidak disuntik untuk meringankan masyarakatnya dan malah daerah lain yang didahulukan? Ini kan PHR kita mencapai Rp2,7 triliun, sementara dari PBB kita cuma Rp87 miliar di tahun 2016," urai Puspanegara yang kini menjabat GM PT Bali Unicorn ini.
 
"Coba kita kasi dulu penyisihan PHR untuk menutup PBB masyarakat dulu, baru kita kasi daerah lain. Kenapa prestisius menyumbang daerah lain, sedangkan masyarakat kita cekik dengan NJOP yang tinggi. Inikan kebijakan yang berbanding terbalik namanya," sesalnya.
 
Melihat realita agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat kenaikan NJOP Badung, khususnya di wilayah Kuta Selatan agar ditinjau secepatnya. Selain itu lebih baik dikembalikan ke NJOP sebelumnya, karena masyarakat hanya tahu tarif NJOP sebelumnya dan tidak tahu seperti sekarang. 
 
"Apalagi hanya NJOP Badung yang naik dan nilainya tidak rasional. Kita berharap dikembalikan ke Peraturan Bupati sebelumnya dan jangan dulu dinaikan sebelum ditemukan formula yang tepat untuk menaikannya," pungkas Wakil Ketua DPD Partai Golkar Badung itu.(BB).