Agar Tak Muncul Lagi, Berantas Preman Tak Asal Tangkap, Togar Situmorang Sarankan Hal Ini!

  19 November 2018 OPINI Denpasar

ist

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Selain mengapresiasi kinerja Kapolda Bali Petrus Reinhard Golose dalam memberantas preman yang meresahkan masyarakat Bali, Pemerhati kebijakan publik, Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P. itu juga mendukung deklarasi perang melawan premanisme agar Bali aman dan damai.
 
 
Meski begitu, pria yang dijuluki “panglima hukum” itu menegaskan di sisi lain Polri juga memiliki tugas dan fungsi lainnya seperti pengayoman, mediasi dan penyadaran hukum yang tersirat dalam UU No 2 tahun 2002 tentang Polri serta memperkuat pemolisian masyarakat sebagai langkah-langkah pencegahan terjadinya aksi kekerasan dan premanisme.
 
"Premanisme tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara asal tangkap. Memberantas premanisme dengan cara seperti itu tidak menyelesaikan akar permasalahan. Tapi, yang lebih baik adalah bagaimana mengubah orientasi pembangunan ekonomi agar preman tidak muncul," kata Togar yang juga Dewan Penasehat Forum Bela Negara itu kepada media.
 
 
Togar yang juga mengamati munculnya aksi premanisme, khususnya di kota-kota besar, disinyalir merupakan dampak dari kesenjangan pembangunan ekonomi di Indonesia. Perilaku premanisme dan kejahatan jalanan merupakan masalah sosial yang berawal dari sikap mental masyarakat yang kurang siap menerima pekerjaan yang dianggap kurang bergengsi.
 
"Untuk itu cara paling efektif untuk melawan premanisme adalah dengan menyediakan lowongan pekerjaan yang layak sebanyak mungkin," saran Togar yang dikenal dermawan dan kerap memberikan bantuan hukum gratis bagi warga kurang mampu dan tertindas dalam penegakan hukum.
 
Tindakan premanisme tingkat bawah yang pada umumnya melakukan kejahatan jalanan (street crime) seperti pencurian dengan ancaman kekerasan (Pasal 365 KUHP), pemerasan (368 KUHP), pemerkosaan (285 KUHP), penganiayaan (351 KUHP), melakukan tindak kekerasan terhadap orang atau barang dimuka umum (170 KUHP).
 
 
Bahkan juga sampai melakukan pembunuhan (338 KUHP) ataupun pembunuhan berencana (340 KUHP), perilaku Mabuk dimuka umum (492 KUHP). Semua itu tentunya dapat mengganggu ketertiban umum serta menimbulkan keresahan di masyarakat.
 
"Kalau sudah sampai meresahkan masyarakat dan melakukan tindak kriminal, preman sudah sewajarnya ditertibkan dan dilakukan penegakan hukum," tegas Togar yang ketika terpilih sebagai anggota DPRD Bali nantinya bertekad menyekolahkan siswa kurang mampu di Denpasar.
 
Pria yang tengah menyelesaikan Disertasi Doktoral pada Program S-3 Ilmu Hukum Universitas Udayana juga membeberkan masih ada kesalahan pandangan dalam menilai dan memandang preman di masyarakat. Ia pun mengajak menyelami asal-usul istilah preman ini.
 
Ket Foto: Advokat Senior, Togar Situmorang,S.H.,M.H.,MAP
 
Untuk diketahui, Premani (berasal dari kata bahasa belanda vrijman = orang bebas, merdeka) adalah sebutan pejoratif yang sering digunakan untuk merujuk kepada kegiatan sekelompok orang yang mendapatkan penghasilannya terutama dari pemerasan kelompok masyarakat lain.
 
Kata ‘preman’ bukan kata asli Bahasa Indonesia. Kata preman terbentuk dari gabungan dua kata, pre dan man, atau dalam Bahasa Inggris yakni fee dan man (freeman yang secara harfiah juga berarti manusia bebas.
 
Menurut Togar, preman adalah manusia merdeka, yang artinya bebas melakukan apa saja, bebas berpikir dan bertindak. Bukankah itu hakikat manusia sebagai makhluk yang selalu mendambakan kebebasan.
 
 
Pada hakikatnya semua manusia adalah preman, manusia yang bebas menentukan pilihan hidupnya sendiri tapi tetap mengacu pada norma-norma yang ada baik baik norma hukum, norma sosial kemasyarakatan maupun norma agama.
 
"Kalau preman itu melakukan pelanggaran hukum, ia bisa disebut kriminal.Tapi selama enggak ya, dia tetap preman, orang baik-baik, manusia merdeka," jelas Togar yang nyaleg ke DPRD Bali dengan moto “Melayani bukan Dilayani” itu.
 
Orang yang bercita-cita merdeka, dialah orang-orang seperti Soekarno, Hatta, Syahrir, Tjokroaminoto, Sutomo, dan lainnya. Merekalah preman-preman sejati yang mendambakan kebebasan atau kemerdekaan namun tetap menghormati perbedaan. Preman itu bukan kriminal karena preman adalah manusia merdeka. Sayangnya, lanjut Togar, kita acapkali mencampuradukkan istilah preman ini dengan pelaku kriminalitas, atau dengan penjahat bermoral bejat.
 
"Ini adalah salah kaprah besar. Pelabelan yang begitu mapan tanpa disertai argumentasi yang masuk akal. Pantas untuk dipertanyakan. Dari sini, harus ada pisau tajam untuk membelah kesalahan semantik ini. Preman bukan kriminal. Preman berbeda dengan kriminal. Preman dan kriminal adalah dua hal yang berbeda," tegas Togar.
 
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2009 tentang Implementasi dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaaraan Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri, dalam menertibkan premanisme, Polri tidak boleh melakukan kekuatan yang berlebihan (exxesive use of force).
 
Juga harus mengacu pada aturan ketat penggunaan kekuatan sesuai dengan prinsip internasional dan aturan yang berlaku yaitu prinsip proporsionalitas (sesuai tujuan sah yang akan dicapai dan beratnya pelanggaran), keabsahan (sesuai dengan hukum yang berlaku), akuntabiltas (pertanggungjawaban hukum terhadap penggunaan kekuatan) dan kebutuhan (baru dilakukan jika memang dalam keadaan terdesak).
 
Polri juga harus menghormati prinsip praduga tak bersalah, tidak diskriminatif, memastikan efektivitas hak-hak para tersangka, seperti pendampingan pengacara, akses bagi keluarga dan lain sebagainya sesuai prinsip peradilan yang baik (fair trial) dan mekanisme pemidanaan sebagaimana diatur dalam KUHP dan KUHAP.(BB)