Bantah Pernyataan Jero Bendesa dan Camat Densel, Ipung: Aneh Uangku Diambil Tanahku Tak Diakui, Coba Buka Buku Register di Kelurahan

  10 Maret 2022 OPINI Denpasar

Foto: Advokat kondang Siti Sapurah yang akrab disapa Ipung.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Pasca penutupan jalan Tukad Punggawa Serangan, Denpasar Selatan oleh Siti Sapurah (Ipung) Jero Bendesa Desa Pakraman Serangan, I Made Sedana mengaku tidak mengetahui banyak perihal asal usul lahan yang dibangun jalan. Menurut yang ia dengar, jalan tersebut dibangun oleh PT BTID sehingga dirinya meminta pemerintah ikut turun tangan untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Terkait hal ini, Siti Sapurah atau Ipung yang dikenal sebagai pengacara pemberani yang dikenal getol membela kaum perempuan dan anak-anak ini merasa heran sehingga ia mempertanyakan apa yang telah disampaikan oleh Jero Bendesa Desa Pakraman Serangan, I Made Sedana.

"Apakah Jero Bendesa tidak tahu tanah yang dibangun jalan milik siapa? Itu tanah milik Daeng Abdul Kadir yang dibeli pada tahun 1957 dari almarhum Sikin, selaku ahli waris dari H Abdurahman, mantan Kepala Desa Serangan," ucap Ipung kepada media di Denpasar, Kamis (10/3/2022).

Ipung merasa heran dan tidak habis pikir jika Jero Bendesa Pakraman Serangan, I Made Sedana masih mengaku tidak mengetahui asal usul tanah yang dibangun Jalan Tukad Punggawa Serangan yang dibangun dan diklaim BTID berdasarkan sertifikat SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI nomor SK.480/Menlhk-Setjen/2015 di atas lahan seluas 7 are miliknya di Banjar Kampung Bugis, Desa Serangan, Denpasar Selatan.

Keheranan Ipung bukanlah tanpa sebab, lantaran dirinya dan Jero Bendesa satu kampung di Kelurahan Serangan Densel. Bahkan sudah berteman sejak masih kecil, bahkan satu sekolah saat SD (Sekolah Dasar).

"Khan tidak mungkin Jero Bendesa yang satu kampung tidak tahu dengan saya, yang juga satu sekolah di SD. Khan ndak mungkin Anda tidak tahu Daeng Abdul Kadir yang dulu bisa ngasih makan orang satu desa," bebernya.

Bahkan dengan rasa kesal, Ipung kemudian mengungkapkan jika dirinya juga pernah memberi uang miliaran rupiah kepada Jero Bendesa Desa Pakraman Serangan.

"Kok sekarang dia (Jero Bendesa) mengaku tidak mengetahui itu tanah siapa, sementara uangku diambil. Aneh khan, uang diakui tapi tanahku tidak diakui," tegas Ipung geram.

Ipung juga mengaku tidak ada persoalan dengan warga Desa Serangan, sehingga ia meminta agar warga tidak terprovokasi dan jangan mau diadu domba oleh oknum-oknum tak bertanggungjawab. Selain itu, Ipung merasa berkeberatan dengan pernyataan Camat Denpasar Selatan Gede Sumarsana mengatakan bahwa jalan tersebut merupakan jalan milik Pemerintah Kota Denpasar berdasarkan SK.

"Tidak bermaksud mengurangi rasa hormat saya kepada bapak, tapi kalau semua pejabat publik, atau pejabat negeri ini mengeluarkan SK untuk mengklaim tanah warga, lama-lama rakyat tidak punya tanah dong pak," sentil Ipung.

Menurut Ipung, SK atau surat keputusan hanya berlaku untuk pejabat intern saja, dan tidak ada SK yang dikeluarkan untuk mengklaim hak kepemilikan seseorang. "Ingat, hak seseorang hanya bisa diputuskan berdasarkan penetapan pengadilan. Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung," kata Ipung mengingatkan. 

Untuk itu, Ipung meminta agar Camat Denpasar Selatan untuk membuka buku register yang ada di Kantor Lurah Serangan. Karena di sana jelas tercatat bahwa tanah tersebut bukan tanah milik Pemkot Denpasar, melainkan tanah milik Daeng Abdul Kadir yang dibeli pada tahun 1957.

"Buka buku register, biar Anda juga tahu bahwa Daeng Abdul Kadir bukan orang sembarangan, dia yang membangun Banjar Kampung Bugis Serangan, dan menjadi Klian Dinas Kampung Bugis," terangnya.

Ipung kembali mengingatkan jika, tanah miliknya yang dicaplok dan dibangun jalan berada di paling ujung dan berbatasan langsung dengan laut. Lantas bagaimana bisa PT BTID yang baru masuk ke Desa Serangan pada tahun 1996, bisa mengkalim bahwa tanah tersebut miliknya.

"PT BTID baru masuk ke Desa Serangan pada tahun 1996 dan hanya menguruk laut, sementara Daeng Abdul Kadir telah memiliki tanah tersebut sejak 1957. Lalu bagaimana ceritanya PT BTID bisa mengklaim tanah eks eksekusi tersebut milik mereka," tegas Ipung seraya mengaku lelah karena tak henti-hentinya diganggu, padahal sudah sangat jelas, secara hukum menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan tanah miliknya yang sah.(BB).