Tekan Dampak Negatif Pemilihan Langsung

Wacana Pilkada 'Tidak Langsung', Togar Situmorang: Solusi Kurangi Biaya Politik

  21 November 2019 OPINI Denpasar

ist

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Wacana Pengembalian Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ke DPRD belakangan ini kembali mencuat ke publik. Bahkan, Kementerian Dalam Negeri mengusulkan sistem Pilkada dilaksanakan secara asimetris.
 
 
Terkait hal itu, Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P. yang dikenal sebagai pengamat kebijakan publik menilai wacana dan kajian Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian tersebut mengemuka karena saat ini kualitas demokrasi antara satu daerah dengan daerah lainnya berbeda.
 
Menurut Togar Situmorang, S.H., M.H., MAP., yang terdaftar di dalam penghargaan Indonesia Most Leading Award 2019 dan terpilih sebagai The Most Leading Lawyer In Satisfactory Performance Of The Year, usulan Mantan Kapolri tersebut dapat menekan dampak negatif dari sistem pemilihan langsung yang memakan biaya besar sehingga tidak bisa melalui mekanisme yang sama.
 
"Bukan Pilkadanya yang salah, namun sistem dan Pilkada langsung yang harus dicarikan solusi bagaimana caranya agar Pilkada langsung bisa berbiaya murah," kata Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., yang terdaftar di dalam penghargaan 100 Advokat Hebat versi majalah Property&Bank dan terdaftar di dalam penghargaan Indonesia 50 Best Lawyer Award 2019 itu.
 
Menurut advokat yang terdaftar di dalam penghargaan Best Winners - Indonesia Business Development Award ini evaluasi alokasi dana Pilkada dimana Pilkada itu memakan biaya tinggi memang fakta. Alokasi dana yang harus disiapkan itu berkisar anatara Rp 20 hingga Rp 12 30 miliar. 
 
"Jadi asimtris ini mungkin bisa menjadi salah satu solusi untuk mengurangi biaya politik," jelas Togar Situmorang, S.H., M.H., MAP. dan juga Managing Partner Law Office Togar Situmorang & Associates yang beralamat di Jl. Tukad Citarum No. 5A Renon Denpasar Bali & Jl. Gatot Subroto Timur No. 22 Kesiman Denpasar Bali.
 
 
Tidak hanya itu, Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P.,yang juga Dewan Penasehat Forum Bela Negara Provinsi Bali juga menilai selama ini Pilkada secara langsung juga dapat menimbulkan perpecahan antara kelompok masyarakat. Seperti Pilgub Jakarta yang lalu dimana hingga saat ini masih terlihat para pendukungnya masih ada yang tidak terima kalau jagoannya kalah.
 
Ket Foto: Pengamat Kebijakan Publik, Togar Situmorang, S.H., M.H., MAP.
 
"Oleh karena itu, Pilkada serentak bisa disesuaikan dengan sistem yang sesuai dengan keinginan masyarakat di daerahnya masing-masing," harap Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., yang juga Ketua POSSI Denpasar Provinsi Bali.
 
Salah satunya dengan mengelompokkan daerah yang cocok dengan sistem pemilihan langsung, lewat DPRD dan langsung pengesahan oleh DPRD seperti di Provinsi Yogyakarta.
 
"Tapi lihat-lihat juga daerahnya. Seperti Jakarta kan sudah maju, jadi enggak mungkin lagi Gubernurnya dipilih oleh DPRD," jelas Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., dan Ketua Komite Hukum RSU dr.Moedjito Dwidjosiswojo Jombang Jawa Timur.
 
 
Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P. menambahkan bahwa mekanisme quick count yang baik itu harus independent bukan memihak dan bukan dijadikan pekerjaan bagi perusahaan tersebut untuk sekedar cari uang karena bulan-bulan lalu tidak ada pemasukan. Jika kondisi ini terjadi maka Pilpres atau Pilkada hanya menjadi kue bagi mereka untuk sekedar cari untung siapa yang bayar mahal.
 
"Sebuah pekerjaan yang menjijikan akhirnya dan tidak ada harganya karena tidak bisa profesional," sentil 
 
Bagi Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., sebenarnya Pilpres juga ada hanya keberadaanya sudah terkontaminasi, terus juga tukang quick count harusnya tidak banyak seperti saat ini, cukup satu yang di tunjuk pemerintah biar tidak buat gaduh. Ia memberi contoh Amerika Serikat saja yang sebagai negara demokrasi hanya ada dua lembaga quick count yakni satu dari partai Demokrat dan satu dari partai Republik.
 
"Namun mengenai hal tersebut masih sebatas wacana yang kemungkinannya baik jika bisa diterapkan untuk Pilkada serentak 2024," tutup advokat senior yang dijuluki Panglima Hukum ini.‎(BB).