Polisi Jangan Jadi Alat Penguasa, Ipung 'Siap Mati' Bela Tanah Miliknya Dipakai Jalan di Serangan

  23 Juni 2022 HUKUM & KRIMINAL Denpasar

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Niat pengacara kondang Siti Sapura alias Ipung untuk kembali menutup Jalan Tukad Punggawa yang diduga dibangun diatas lahan miliknya di Kampung Bugis, Serangan, Kamis (23/6/2022) batal terlaksana. Puluhan anggota Polisi termasuk Kapolsek Denpasar Selatan dan anggota Satpol PP serta beberapa anggota TNI sudah berada di lokasi dan siap mengamakan rencana penutupan jalan, namun hingga sekian lama Ipung tidak muncul di Serangan. 

Setelah beberapa lama Ipung yang ditunggu belum juga hadir dilokasi, akhirnya beberapa warga termasuk Camat Denpasar Selatan, Lurah Serangan dan Jro Bendasa Adat Serangan meninggalkan lokasi dan diikuti oleh beberapa anggota polisi yang sebelumnya berjaga di sekitar lokasi. 

Saat dikonfirmasi dikantornya, Ipung yang juga aktivis anak dan perempuan ini mengatakan terpaksa membatalkan rencana penutupan jalan karena ada skenario untuk membenturkannya, terutama para pekerja dengan warga di Serangan.

”Kenapa saya bilang ada skenario itu karena tidak ada jaminan keselamatan untuk tenaga tukang yang saya sewa untuk mengecor jalan. Karena yang dijamin keselamatannya cuma saya saja,” kata Ipung. 

Tak hanya itu, Ipung juga merasa ada yang janggal bin aneh dalam proses kali ini. Dimana sebelum rencana penutupan, Ipung sudah mengirim surat ke Kapolresta Denpasar untuk memohon perlindungan keamanan. Tapi saat bersamaan, Lurah Serangan juga mengajukan surat yang isinya sama. 

“Ini kan aneh ya, buat apa coba Lurah Serangan minta perlindungan keamanan, memang sudah tahu atau sudah pasti mau ada bentrok. Jadi ini lucu dan saya anggap semua ada yang sengaja mendesain atau diskenariokan akan menjadi bentrok kalau saya jadi tutup jalan,” sentilnya. 

Pengacara yang dikenal pemberani dan kerap membela kaum lemah ini juga menyesalkan apa yang sudah dilakukan oleh aparat Kepolisian. Menurut Ipung, sehari sebelum rencana penutupan jalan, ada petinggi kepolisian yang menghubunginya dan meminta agar tidak melakukan penutupan jalan dengan alasan nanti di tanggal 24 Juni 2022 pihak Pemkot Denpasar akan memanggil dan memediasi. 

“Petinggi kepolisian ini katanya dimintai tolong sama Walikota untuk menelpon saya dan meminta jangan menutup jalan dengan alasan tanggal 24 Juni akan diajak bicara atau mediasi oleh Pemkot Denpasar,” ungkap Ipung. 

Ipung mengaku heran dengan pihak kepolisian karena pihak Kepolisian yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat mengayomi masyarakat tapi malah menjadi alat pemerintah yang menyampaikan pesan dari Bapak Walikota Denpasar. 

“Sejak kapan aparat hukum menjadi jubirnya pemerintah Denpasar. Itu pertanyaan saya. Jadi, ada by skenario yang luar biasa dalam perjalanan ini. Selain itu, Ipung juga sangat menyayangkan pihak Walikota yang tidak mau membalas suratnya yang tebalnya kurang lebih 20 centi tapi malah mempermasalahkan surat yang ditujukan ke Kapolresta yang hanya satu lembar. Surat saya yang tebal itu sudah lebih dari 24 hari tidak dijawab, tapi kenapa surat kecil yang memohon perlindungan akhirnya menjadi heboh. Kenapa bukan surat yang tebal ini yang setebal bantal tidur ini yang dibahas. Ada apa ini,” ucap Ipung bertanya-tanya. 

Ipung kembali melanjutkan, sehari sebelum rencana penutupan jalan, banyak polisi yang menelponnya dan ingin bertemu. Ipung juga mengaku sempat berkata kepada salah satu petinggi kepolisian, kenapa ada maling yang masuk ke rumahnya tidak ditangkap, kok malah yang punya rumah yang mau ditangkap. 

”Yang menelpon saya ini meminta supaya jangan menutup jalan. Saya jawab, kenapa surat saya yang hanya selembar ini dibahas, bukan membahas surat saya yang tebal itu, ini ada apa. Saya sampai bilang ke pak polisi, bapak kalau saya salah, bisa penjarakan saya sekarang. Saya tidak takut dipenjara. Jangankan satu tahun, seumur hidup penjarakan saya, Pak,” tegas ipung kesal. 

Ipung menegaskan rencana penutupan jalan ini, sebenarnya banyak drama yang disusun oleh orang lain. Pertama, kata Ipung rencana penutupan jalan ini dibawa ke isu sara. ”Kenapa saya bilang ada isu sara, karena ada berkembang omongan kalau saya mau tutup jalan pas hari haya Galungan atau Kuningan. Omongan ini keluar karena surat somasi yang memang jatuh tempo pada saat hari raya Galungan,” jelasnya. 

Tapi, tentu saja Ipung membantah tudingan itu. Ipung mengatakan dia tidak mungkin melakukan penutupan jalan disaat hari raya. ”Ini isu yang dihembuskan awalnya. Tapi ini terbantahkan karena memang tidak ada renana saya menutup jalan pada saat hari raya,” tandasnya. 

Tidak hanya itu, disaat itu juga Ipung berjanji kepada pihak Kepolisian bahwa dia tidak akan menutup jalan disaat hari raya. Dan saat itu pula, pihak polisi yang menemui Ipung di kantor berjanji akan memberikan perlindungan jika penutupan jalan dilakukan usai hari raya Galungan dan Kuningan dan pertemuan itu ada rekaman suara nya atas ijin pihak polisi yang menemui nya. ”Jadi wajar dong kalau saya tagih janjinya,” tegas Ipung.  

Tapi pada saat janji itu ditagih dengan melayangkan surat perlidungan, malah Kapolresta Denpasar menghubunginya dengan alasan diperintah oleh walikota Denpasar minta agar Ipung membatalkan rencana penutupan jalan ini. 

“Katanya diminta Walikota menelpon saya dan meminta saya membatalkan rencana penutupan jalan dan dijanjikan mau di mediasi tanggal 24 Juni karena pak Walikota masih ada di Jakarta. Saya heran, kenapa kok Walikota minta tolong ke Polisi, bukan ke Kabag hukum, atau humas untuk menghubungi, ini ada apa,” tutur Ipung heran. 

Lantaran marasa kecewa dengan pihak kepolisian di Denpasar, Ipung pun mengatakan akan melaporkan semua ini ke Porpam Mabes Polri. “saya punya semua rekaman pembicaraan dengan para petinggi polisi ini. Jadi saya akan laporkan ini ke Propam Mabes Polri dalam waktu dekat ini,” katanya. 

Bahkan yang lebih menyakitkan, di hari H Pengawal pribadi nya di “Sabotase” tidak di beri ijin untuk mengawal tidak bisa datang dengan alasan tidak jelas. “Malah petinggi polisi dari pengawal pribadi saya menghubungi saya dengan mengatakan jika nanti di lokasi terjadi keributan, saya akan di evakuasi sedangkan untuk pekerja saya di sarankan untuk di serahkan kepada pihak ketiga, maksud nya apa coba,” tanya Ipung kesal. 

Nah, hal ini lah yang membuat Ipung batal untuk ke lokasi karena tidak mungkin last minit dia bisa mencari pengawal pribadi untuk ke lokasi. ”Hal ini lah yang saya duga dan semakin besar dugaan saya ada skenario yang sengaja di buat untuk mencari celah mempidanakan saya dengan menggunakan “Pihak Ketiga” sedangkan secara resmi saya sudah minta pengamanan kepada polisi,” terang Ipung. 

Saking kecewanya terhadap aparat kepolisian Polresta Denpasar dan pihak Pemerintah Kota Denpasar dengan carut marutnya penegakan supremasi hukum baginya selaku rakyat kecil, Ipung dengan nada kesal menegaskan jika dirinya siap mati untuk mempertahankan dan membela haknya selaku pemilik tanah yang sah namun diambil pakai jalan tanpa ijin dan diaspal di Jalan Tukad Punggawa Serangan. Ipung kini semakin menyadari kalau ternyata memang bener kalau rakyat jelata sangat sulit meminta dan mendapat keadilan di negeri ini. 

"Saya siap mati, kalau saya mati dilokasi kuburkan mayat saya. Benar juga kata orang bilang kalau hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah. Saya harap polisi jangan jadi alat penguasa, kalau memang polisi hanya melindungi penguasa saya minta hapus saja tulisan di kantor polisi melayani mengayomi melindungi masyarakat, maka saya tidak akan memohon mengajukan surat minta perlindungan ke polisi," tegas Ipung mengakhiri.(BB).