Waspada Penularan HIV/AIDS, di Jembrana Penderita Meningkat Tiap Tahun

  17 Januari 2019 SOSIAL & BUDAYA Jembrana

ilustrasi nett

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Jembrana. Kasus HIV/AIDS di Kabupaten Jembrana tiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Dari data yang dihimpun di Dinas Kesehatan Pemkab Jembrana, dalam kurun waktu tahun 2005 – 2018 jumlah penderita HIV AIDS di Jembrana mencapai 972 orang.
 
 
Pada tahun 2016 tercatat penambahan temuan positif baru, sebanyak 106 orang, tahun 2017, 107 orang dan tahun 2018 jumlah itu bertambah lagi sebanyak 104 orang. Informasinya, sejak awal tahun 2019 juga ditemukan kasus baru. Bahkan terbaru penyandang tuna netra juga kena HIV/ADIS.
 
Dengan adanya peningkatan jumlah tersebut, Dinas Kesehatan Pemkab Jembrana terus mengajak masyarakat mewaspadai bahaya penularan HIV AIDS di wilayahnya. 
 
Waspada karena penyakit ini tidak mengenal strata ataupun profesi. Semua bisa kena, tergantung bagaimana kesadaran serta pola hidup masing-masing.  
 
Kadis Kesehatan Jembrana dr Putu Suasta menyampaikan hal ini saat memaparkan langkah-langkah yang diambil dinasnya dalam menanggulangi penyebaran HIV AIDS, tadi sore. Dikatakan, HIV AIDS  tidak nemandang orientasi sexual, apakah heterosex, transgender atau homoseksual. 
 
 
"Juga tidak memandang profesi atau pekerjaan, seseorang, jabatan, kedudukan sosial, kecacatan dan yang lainnya. Namun  yang berhubungan erat dengan penularan adalah soal  prilaku sex nya, sehat atau tidak," terangnya, Kamis (17/1/2019).
 
Suasta mencontohkan, perilaku tidak sehat yaitu bergonta ganti pasangan, sex tanpa kondom ( bila gonta ganti pasangan). Cara lainnya yang bukan tergolong perilaku seksual, bisa melalui  transfusi darah, air susu ibu dan bayi yang tertular saat melahirkan 
 
"Oleh karena itu walaupun orang itu cacat, miskin, hidup dalam kesusahan, yang menurut kita mustahil kena HIV tapi faktanya prilaku sex nya tidak sehat, tetap bisa kena,” ujar Suasta.
 
Pemkab Jembrana sendiri melalui Dinas Kesehatan tidak tinggal diam. Berbagai program serta langkah preventif telah dilaksanakan. Langkah-langkah preventif itu diantaranya menggencarkan komunikasi informasi dan edukasi (kie), memperkuat KSPAN dan kelompok sebaya di sekolah-sekolah, memperkuat kader desa peduli AIDS serta  memperluas jejaring klinik VCT di semua puskesmas dan rumah sakit termasuk lapas negara. 
 
"Termasuk dukungan pengobatan , serta sarana prasarana serta melalui kebijakan   test screening pada ibu hamil untuk mencegah penularan ke bayi dan deteksi lebih awal," imbuhnya.
 
Hasilnya cukup terasa disertai meningkatnya kesadaran warga untuk memeriksakan diri. Selain itu Pemkab juga menginisiasi kelompok-kelompok beresiko untuk aktif memeriksakan diri. Seperti waria, pekerja lokalisasi. 
 
 
Tahun 2018 jumlah warga yang memeriksakan diri sebanyak 4838 sedangkan 2019 kesadaran itu meningkat menjadi 5551 orang.
 
Walaupun upaya Pemkab  sudah maksimal  memberi penyuluhan dan pelayanan terhadap ODHA, tapi karena menyangkut kebutuhan dasar ( biologis) hal itu menjadi kendala. Selain itu  lamanya masa inkubasi virus HIV menjadi AIDS yaitu sekitar 5-10 tahun, menjadi hambatan  tersendiri bagi petugas saat melakukan sosialisasi. 
 
“Kesannya apatis, masyarakat jadi tidak percaya dengan  penjelasan petugas, karena akibatnya tidak seketika dalam beberapa hari. Beda dengan penyakit lain yang dampaknya langsung berasa. Jadi saat sudah terkena, baru sadar dan itu sudah sangat terlambat karena virus sudah menyebar. Itu menjadi tantangan sekaligus kewaspadaan kita bersama,” pungkasnya.(BB)