Pentas Angkat Kisah Cupu Manik Astagina

Terancam Punah, Wayang Wong Inovatif Akhirnya 'Dikembangkan' Bagi Kaum Milenial

  25 September 2019 SOSIAL & BUDAYA Denpasar

Baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Selama ini Wayang Wong dikenal biasanya diperankan oleh pemain yang sudah tua-tua. Namun siapa sangka, di bawah garapan Dr. Ni Made Ruastiti,SST,M.Si. kesenian yang jarang muncul dan terancam punah ini kini mulai bangkit dan berkembang yang melibatkan anak-anak dan remaja sebagai pemainnya.
 
 
Wayang Wong Milenial model baru ini mengangkat drama tari kisah “Cupu Manik Astagina” yang kemasannya tampil dengan sentuhan narasi kekinian dengan teknologi dan tata cahaya lampu yang eksotis. Hal ini tentu membuat penampilan seratus lebih anak-anak mengundang decak kagum seluruh pengunjung di Bentara Budaya, Ketewel Gianyar Bali.
 
Dr. Ni Made Ruastiti,SST,M.Si. menyatakan melalui risetnya dan penelitian yang holistik akhirnya Wayang Wong Inovatif sudah rampung 100 persen, mengingat keberadaannya yang terancam punah, dijauhi oleh generasi muda, maka pengembangan Wayang Wong inovatif sengaja melibatkan (involment) generasi milenial. 
 
"Sekitar 120 anak remaja usia PAUD hingga SLTA sengaja direkrut/dilibatkan menjadi pendukung/pemain Wayang Wong inovatif ini," kata Dr. Ni Made Ruastiti, SST. MSi. sebagai Kreator dari Tim ISI Denpasar ini berkolaborasi dengan Sanggar Paripurna, Desa Bona Gianyar saat memberi keterangan kepada awak media Baliberkarya.com, Rabu 25 September 2019.
 
Dr. Ruastiti yang didampingi Dr. I Komang Sudirga, S.Sn.,M.Hum. dan Dr. I Gede Yudarta, S.Skar.,M.Si. mengaku ada beberapa alasan mengapa pengembangan Wayang Wong inovatif ini sangat penting dan urgen dilakukan karena pertunjukan Wayang Wong saat ini terancam punah di Bali. Meski seni pertunjukan ini memiliki nilai edukasi yang luhur bagi pembangunan karakter generasi penerus (milenial) saat ini dan seni pertujukan Wayang Wong merupakan bagian dari kearifan lokal yang perlu dilestarikan dan dikembangkan.
 
Ket Foto: Kreator Dr. Ni Made Ruastiti bersama Tim ISI Denpasar
 
"Wayang Wong ini syarat akan nilai edukatif untuk membangun karakter generasi milenial. Nilai-nilai seperti kejujuran, kebenaran, heroisme, patriotisme, etos kerja dan sebagainya bisa dipelajari dalam seni wayang," jelas Ruastiti.
 
 
Menurutnya, Wayang Wong juga mengandung filosofi kehidupan tentang nilai-nilai kebenaran (logika), masalah sopan santun dalam pergaulan sosial (etika), serta ekspresi estetis (estetika) yang teramat penting untuk mengasah nurani, kepekaan sosial yang kini semakin langka.
 
Secara mendasar, lanjut Ruastiti, pengembangan inovasi ini merupakan bagian dari upaya menjaga seni budaya bangsa melalui proses pewarisan budaya dari generasi terdahulu kepada generasi penerusnya. 
 
"Anak-anak milenial Bali harus kembali mencintai budayanya sendiri, yakni wayang wong. Mereka harus memiliki sense of belonging (rasa memiliki) terhadap keberadaan Wayang Wong yang mempunyai nilai-nilai edukatif yang luhur," harapnya. 
 
Ia juga berharap ke depan terbentuk sebuah model Wayang Wong inovatif yang digemari generasi milenial. Model Wayang Wong inovatif ini bukan saja dipentaskan, tetapi lebih jauh juga dijadikan bagian dari materi ajar seni-budaya, termasuk dalam bentuk, buku ajar, prosiding nasional & internasional, jurnal nasional & internasional bereputasi.
 
"Dengan adanya riset ini Wayang Wong bisa tetap lestari sekaligus penguatan karakter kepribadian anak millenial dalam menghadapi tantangan revolusi industri 4.0," pungkas Ruastiti.
 
Pentas Wayang Wong dikisahkan Bhagawan Gotama dengan istrinya Dewi Indrani hidup damai di pasraman dengan ketiga putranya yang bernama Arya Bang, Arya Kuning, dan Dewi Anjani. Kecemburuan Arya Bang dan Arya Kuning atas Cupu Manik Astagina milik Dewi Anjani yang diberikan ibunya itu menimbulkan malapetaka.
 
 
Kemarahan Bhagawan Gotama kepada istrinya Dewi Indrani yang tidak mau berterus terang mengungkapkan perihal asal-usul Cupu Manik Astagina itu dikutuk menjadi batu. Demi keadilan, Bhagawan Gotama melempar Cupu Manik Astagina itu ke udara dan menyuruh ketiga anaknya untuk mendapatkannya.
 
 
Keajaiban pun terjadi. Tanah, tempat Cupu Manik itu jatuh seketika berubah menjadi kolam besar. Untuk mendapatkan Cupu Manik Astagina itu, Arya Bang dan Arya Kuning menceburkan diri ke kolam yang besar itu. Sungguh diluar dugaan. Siapapun yang menceburkan diri ke kolam itu berubah menjadi kera. 
 
Dewi Anjani yang tidak berani menceburkan diri ke kolam yang besar dan dalam itu hanya membasuh mukanya sehingga muka dan tangannya saja menyerupai kera. Akhirnya Bhagawan Gotama melerai Arya Bang dan Arya Kuning yang terus berkelahi sengit memperebutkan Cupu Manik Astagina yang telah berubah menjadi kolam. 
 
Untuk mengubah kutukan manusia kera menjadi manusia yang bijaksana, sebagai orangtua Bhagawan Gotama menyarankan agar ketiga putranya pergi bertapa. Setelah bertapa Arya Bang dan Arya Kuning akan mendapat nama baru yaitu Subali dan Sugriwa.(BB).