Tak Hargai SK Gubernur, Uber dan Grab Justru Manipulasi Kerjasama Izin Angkutan

  29 Mei 2016 PERISTIWA Denpasar

Google/Images

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com - Denpasar. Surat larangan Gubernur Bali, Made Mangku Pastika yang tertuang dalam Surat No.551/2783/DPIK, tertanggal 26 Pebruari 2016 yang secara khusus ditujukan kepada pimpinan Grab dan Uber Taksi untuk menghentikan seluruh operasionalnya, nampaknya tidak dihargai dan justru terkesan dilecehkan. 

Hal itu terbukti ketika upaya pemanggilan pihak Grab, Uber ditambah GoCar, Kamis (26/5) lalu oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Bali untuk langsung menghentikan sementara operasinya di Bali juga terkesan meremehkan surat larangan gubernur tersebut. 

Faktanya, seluruh operasional aplikasi online berbisnis angkutan tersebut tetap bebas beroperasi. Bahkan ketika ditelusuri membandelnya ketiga aplikasi tersebut mesti terus dilarang namun tetap bandel beroperasi di Bali, karena melakukan berbagai manipulasi termasuk dalam hal akal-akalan kerjasama izin angkutan. 

Buktinya, ketika awak media menghubungi salah satu Pimpinan bidang Pemasaran Uber yang mengaku bernama Weylen menyebutkan seluruh angkutan uber tetap mulus beroperasi di Bali. 

"Masih beroperasi kok pak. Operasi seperti normal kok pak," katanya saat dihubungi.

Saking ngeyelnya, larangan gubernur terkait operasi angkutan online di Bali dipandangnya tidak memiliki kekuatan hukum, sehingga bisa bebas dilanggar. Padahal, jelas-jelas Gubernur Bali selaku pemangku kebijakan di Bali memiliki kewenangan mengeluarkan rekomendasi dan izin angkutan, dengan tegas menyebutkan sampai ada aturan lebih lanjut, seluruh aplikasi berbisnis angkutan dilarang beroperasi. 

Sehingga jika angkutan aplikasi itu tetap ngotot beroperasi, maka Gubernur lewat Dishub Bali mencabut atau membekukan izin angkutan yang membandel menggunakan ketiga aplikasi tersebut. 

"Pak itu (surat gubernur) tidak ada kekuatan hukumnya. Kemarin saya berbincang dengan Polda Bali dan tidak ada hukum yang dilarang di sini. SK Gubernur tidak sama dengan hukum," ujar Weylen berkelit.

Sementara, dari sejumlah sumber di internal Organda menyebutkan, Uber dan Grab melakukan akal-akalan atau manipulasi kerjasama dengan mitra atau vendor yang memiliki izin angkutan. Sayangnya, tidak berani disebutkan koperasi atau perusahaan angkutan mana yang bermain. 

Katakanlah koperasi A yang berjasama dengan Uber malah merekrut semua angkutan yang berizin, misalnya dari koperasi B untuk bergabung di koperasi A. Hal itu ternyata dibenarkan oleh pihak Uber, karena ada dua koperasi yang diajak bermain. 

"Ya akan terjadi di minggu ini pak. Semua akan dimasuki di kedua koperasi ini. Karena mobil-mobil berizin dan kita sudah bekerja dengan koperasi yang sudah memiliki izin penyelenggara. Itu tidak akan jadi masalah pak. Semua mitra pengemudi akan secara otomatis masuk ke koperasi itu," sebut Weylen.

Fakta tersebut menurut sumber tadi, sudah jelas-jelas melanggar aturan penyelenggara angkutan. Karena izin yang diberikan itu bukan ke pribadi sopir yang diajak kerjasama. Namun kepada penyelenggara angkutan baik koperasi maupun perusahaan angkutan. 

Sumber itu juga mengaku sempat diajak kerjasama dengan pihak Uber, yang memberikan iming-iming setoran pribadi sekitar Rp100 ribu per unit angkutan yang berizin setiap bulannya. 

"Padahal dari Peraturan Menteri Perhubungan (PM No.32/2016 Pasal 41 ayat 1 dan 2, red) intinya menyebutkan angkutan online hanya boleh bekerjasama dengan koperasi atau perusahaan angkutan yang langsung memiliki izin angkutan tersebut, sehingga aplikasi online tersebut otomatis tidak lagi bertindak sebagai operator angkutan," jelas sumber tersebut. 

Sumber lainnya menyebutkan, berbeda dengan Uber, akal-akalan yang dilakukan oleh pihak GrabCar malah mengaku sudah bekerjasama dengan banyak koperasi yang sudah berbadan hukum di Bali. 

Salah satunya koperasi milik Organda saat dipanggil Dishub Bali disebut-sebut oleh pihak perwakilan Grab paling banyak sopirnya bergabung, karena sudah memiliki bukti kerjasama resmi. Sayangnya bukti kerjasama tersebut dikatakan palsu alias bodong, karena tanpa sepengetahuan ketua dan koperasi pengurus lainnya. 

"Katanya kerjasama itu palsu. Karena koperasi yang disebut oleh pihak Grab itu tidak pernah melakukan kerjasama. Buktinya kata ketua koperasinya tidak ada menandatangani kerjasama itu," tegas sumber tersebut.

Saat dikonfirmasi, Kabid Angkutan Darat Dishub Bali, Standly JE. Suwandhi malah mengaku belum mendapat laporan terkait indikasi akalan-akalan dan manipulasi kerjasama izin angkutan beraplikasi online di Bali. 

Namun, Standly membenarkan kerjasama angkutan online hanya bisa dengan koperasi atau perusahaan angkutan yang memiliki izin berupa kartu pengawasan. Ditegaskan izin tersebut tidak boleh dipindahtangankan ke koperasi lain, sebagai akal-akalan kerjasama dengan aplikasi online berbisnis angkutan sehingga bisa bebas beroperasi. 

"Kita akan telusuri kebenaran itu. Karena seharusnya akal-akalan itu tidak boleh dilakukan. Kita akan kirim surat ke kementerian untuk meminta pertimbangan terkait kasus tersebut. Terkait kerjasama Grab dengan koperasi Organda yang dipalsukan kita akan segera pelajari. Batasnya 1 Juni ini kita minta draf kerjasamanya itu dari pihak Grab," tandasnya.