Sikapi Permendag 2021, Dinas Terkait Dinilai Terkesan Lambat Respon Perubahan Pusat

  26 Juli 2023 EKONOMI Jembrana

Ket poto : Toko modern berjejaringan yang ada di Desa Yehembang

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com - Jembrana. Merebaknya toko modern berjejaringan di Kabupaten Jembrana, lantaran ada perubahan Permendag tahun 2009 dengan RBA Permendag 2021 dinilai dinas terkait di Kabupaten Jembrana lambat merespon adanya perubahan aturan dari pusat, jadinya peran aturan daerah sangat kecil lantaran peraturan pemerintah pusat lebih tinggi dari aturan daerah

Hal tersebut dinilai tidak lepas dengan aturan daerah yang terkesan lambat merespon terhadap perubahan-perubahan aturan di pusat, sehingga oprasional toko modern berjejaringan dibendung, bahkan provinsi pun dikatakan tidak bisa membatasi adanya toko modern berjejaringan

Kasat Pol PP Jembrana I Made Leo Agus Jaya saat dikonfirmasi terkait  adanya toko modern berjejaringan di Desa Yehembang yang dekat dengan pasar tradisional, mengatakan, pihaknya sudah mengecek langsung kelokasi. Namun pihaknya tidak bisa melakukan tindakan apapun karena toko tersebut telah memenuhi persyaratan perizinan.

"Kami sudah kesana dan mengecek kelengkapan, mereka semua sudah melengkapi perizinannya, disini kita tidak bisa berbuat apa-apa. Disana memang terlihat dekat sekali dengan pasar tradisional, itu karena izin semua keluar dari pusat, aturan yang ada dari pebup nomor 12 tahun 2013 tentang toko modern itu lebih tinggi aturan dari pusat," terangnya

Menurutnya, acuan yang dipakai di perbup tentang toko modern itu sudah tidak ada, Permendag 2009 sudah sampai sekarang ke RBA Permendag 2021. "Ini sekarang yang mengatur tentang perdagangan. kalau aturan yang lama kami terapkan, kami sebagai penindak pasti kalah, lantaran aturan lebih tinggi dari pusat," bebernya.

Leo mengaku, saat melakukan penindakan, pihaknya merasa kesulitan lantaran  banyak aturan-aturan yang belum disesuaikan dengan perkembangan saat sekarang. "Sekarang masyarakat hanya tahu alfamart dan indomaret saja, mereka tidak tahu toko modern lainnya, ada juga di Desa Pekutatan toko modern lokal yang berada dekat dengan pasar tradional," jelasnya.

Disisi lain, menurut Leo, Dilihat dari posisi aturan, Pemda yang membidangai masing-masing memang lambat merespon terhadap perubahan-perubahan aturan di pusat. "Mereka kalah cepat dengan pusat. Kalau ada aturan baru semestinya bagaimana kita mensiasati di daerah. Disini kita yang menjadi sulit, semua aturan yang kami pakai tidak mengena," katanya

Sementara Bidang Badan Perlindungan Masyarakat I Kadek Rita Budhi Atmaja menambahkan, terkait dengan toko berjejaringan dalam hal ini sedikit pun tidak ada aturannya, yang ada aturannya hanya toko modern. "Kalau kita lihat, divinisi toko modern adalah swalayan yang menggunakan komputer, sekarang semua toko mempunyai komputer (kasir) disini kita lambat mengikuti aturan," ungkapnya.

Menurut Rita, toko modern seharusnya berjarak 2 kilo dari toko tradisional, akan tetapi sekarang tidak ada yang menggunakan aturan tersebut tentang toko berjejaringan, mereka membangun udaha dimana pun boleh. "Toko modern dan toko modern berjejaringan yang mempunyai jaringan harus dibedakan. Untuk aturan toko modern berjeraringan kita belum ada, hanya ada aturan toko modern saja," ucapnya.

Untuk toko modern berjejaringan ini ada 2 tipe yaitu corporate dan franchise, menurutnya, type corporate ini yang bahaya, semua persediaan langsung dari pusat dan keuntungan tidak ada untuk Jembrana, untuk type franchise keuntungan ada di daerah mereka bisa membeli produk lokal yang ada di daerah seperti kita di Jembrana, uangnya pun bisa berputar di Jembrana.

"Seperti di Jembrana mereka menggunakan type franchise ciri-cirinya mengarah ke sewa lahan akan tetapi kebanyakan itu semua ditutup oleh pengusaha, franchise padahal corporate, kita disini kesulitan untuk hal tersebut, ditambah lagi mereka hanya menyewa toko saja kepada masyarakat, dan masyarakat menyewakan toko kepada mereka. Mereka bawa brand tersendiri dan sudah menpunyai izin," ujarnya

Lebih jelasnya Rita mengatakan, terkait boleh dan tidaknya, itu hanya internal perusahaan saja yang punya kuasa. Pihaknya tidak sampai mengatur lebih dalam lagi. "Kami sebagai penegak perda, kalau dalam artian perda itu bertentangan dengan aturan diatasnya kita salah juga. Ranah penindakan kami hanya sampai izin pembangunan (PBG), kalau izin oprasionalnya kami tidak bisa, provinsi pun juga tidak bisa," tandasnya. (BB)