PHDI Dihimbau Kembali ke AD/ART Lama dengan Dipimpin Seorang Pandita

  11 Oktober 2016 OPINI Denpasar

baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Konflik berkepanjangan yang menerpa Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) selama ini diharapkan dapat terselesaikan seiring dengan pelaksanaan Mahasabha ke-11 PHDI tahun 2016 yang rencananya akan digelar di Surabaya, dengan jalan kembali ke AD/ART lama, yang lebih dominan sebagai perkumpulan para Pandita.

Saat ini PHDI lebih didominasi oleh Sabha Walaka dan Pengurus Harian, sehingga kehilangan maknanya sebagai lembaga agama yang mengedepankan pembahasan sastra agama. Demikian penegasan yang disampaikan Gubernur Bali Made Mangku Pastika saat menerima audensi Panitia Mahasabha PHDI di ruang kerjanya, Selasa (11/10/2016).

"Saya ingin menyuarakan  aspirasi masyarakat yang menyebutkan hal tersebut sebagai pemicu konflik intern, jika itu yang lebih dominan tentu bisa dimanfaatkan,  bisa saja disetir kemana-mana, saya ingin PHDI steril dari kepentingan politik atau kepentingan LSM. Itu mungkin yang menyebabkan masyarakat kurang respek, PHDI kurang mendapat tempat di masyarakat. Jika kembali ke awal pembentukan sebagai perkumpulan para Pandita, tentunya PHDI harus dipimpin seorang Pandita pula, jika unsur Pandita forum, maka bhisamanya akan diakui masyarakat,” cetus Pastika.

PHDI saat ini terdiri dari sabha pandita, sabha walaka dan pengurus harian memiliki susunan kepanitian masing-masing tanpa adanya ketua umum, dan lebih didominasi pengurus harian yang seharusnya berkutat masalah kesekretariatan. “Kita lihat agama lain, lembaga agamanya pasti dipimpin pemuka agama, karena memang mereka yang memahami tentang agama, dan Ketua Harian harusnya fokus mencari dana untuk kegiatan lembaganya," kata Pastika.

"Tapi jika ada 3 pimpinan, dan masing-masing menonjolkan diri tentunya ini yang akan menimbulkan konflik. Jadi saya harapkan semoga Mahasabha ini benar-benar bisa menghasilkan keputusan yang tepat, mungkin sedikit saran, Ketua umum diambil dari Ketua Sabha Pandita, Ketua Pengurus Harian menjadi Wakil Ketua Umum, serta Ketua Sabha Walaka menjadi Dewan Pakar,” tambah Pastika.

Lebih jauh, pelaksanaan Mahasabha diharapkan bisa tertib, dijauhkan dari konflik, bisa mengakomodir kepentingan semua pihak dan menghasilkan keputusan yang benar-benar bermanfaat bagi umat. “Jangan sampai ada keributanlah, malu nanti kita, masa pertemuan agama ribut,” pungkas Pastika seraya menyatakan ketua yang terpilih nantinya harus benar-benar bisa dan mau bekerja demi lembaga dan umat yang dipimpinnya.

Sementara itu, Ketua Umum PHDI Pusat, Mayjen TNI (Purn) S.N. Suwisma yang saat itu memimpin rombongan dalam laporannya menjelaskan Mahasabha direncanakan digelar di Surabaya pada tanggal 21-24 Oktober 2016, dengan peserta sekitar 900 orang yang berasal dari 34 PHDI Provinsi se-Indonesia. Mahasabha diantaranya akan memutuskan kepengurusan Sabha Pandita, Sabha Walaka dan Pengurus Harian. Untuk mengakomodir seluruh wilayah, sidang akan dipimpin oleh 8 pimpinan sidang yang berasal dari 8 wilayah, sehingga diharapkan kedepannya terbentuk PHDI yang benar-benar bisa mewakili seluruh umat. Disisi lain,

Ketua Panitia Mahasabha, Wayan Gigin tidak menampik perubahan AD/ART tentang kepengurusan PHDI yang tidak lagi dipimpin oleh Pandita sejak 2 periode kepemimpinan. Hal ini menurutnya untuk menghindari kekhawatiran adanya Pandita yang tersangkut urusan hukum apabila memimpin lembaga. Kedepannya Ia mengaku memang sedang berusaha memperkecil masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan Mahasabha. (BB)