PENA 98 Tolak Capres Pelanggar HAM, Tuan Tanah dan Kebangkitan Keluarga Cendana

  14 Maret 2019 POLITIK Denpasar

Baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Sebagai bentuk konsisten dan kebulatan tekad mendukung pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin, Persatuan Nasional Aktivis 1998 (PENA 98) mendeklarasikan sejumlah pernyataan sikap. Kelompok aktivitas 98 ini juga menunjukkan tiga poin komitmen dan sikap yakni menolak capres pelanggar HAM, menolak capres tuan tanah dan menolak kebangkitan keluarga Cendana.
 
 
Demikian pernyataan sikap PENA 98 yang disampaikan di Warung Bencingah, Denpasar, Kamis sore (14/3/2019) yang dipimpin Presidium Nasional PENA 98 Oktaviansyah. Pernyataan sikap dibacakan dua anggota PENA 98 yakni Daniar Tri Sasongko dan Anggie Casela.
 
Sikap pertama yaitu PENA 98 menolak capres pelanggar HAM. Menurut mereka seorang pemimpin Indonesia harus bersih dari catatan kelam pelanggaran HAM dan dosa-dosa masa lalu. Karena keterkaitan bahkan keterlibatan capres dalam kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu akan menjadi contoh buruk bahkan ancaman bagi masa depan demokrasi, negara dan rakyat Indonesia. 
 
"Kami tidak ingin, anak-anak kami harus mengalami peristiwa-peristiwa berdarah, penculikan, intimidasi, teror dan penindasan serta pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia lainnya yang terjadi di masa lalu," ucap seluruh anggota PENA 98.
 
 
Aktivis yang dikenal berani dan getol menyuarakan aspirasinya ini mengaku tidak sudi, bangsa ini mengotori sejarahnya dengan membenarkan pelanggar HAM terbebas dari hukuman dan bahkan dibiarkan menjadi pemimpin di negeri ini. PENA 98 tidak mau, masa depan bangsa ini harus diserahkan ke tangan orang yang berlumuran darah saudaranya sendiri.
 
"Kami ingin, anak-anak kami, generasi muda saat ini bisa mewarisi negeri yang mampu memberikan keadilan, menegakkan hak asasi manusia dan terbebas dari mimpi buruk," bunyi pernyataan sikap aktivis PENA 98 ini.
 

Pernyataan kedua PENA 98 adalah menolak capres tuan tanah. Disebutkan pemimpin Indonesia bukanlah dari segelintir orang yang menguasai lahan untuk kepentingan sendiri di tengah kemiskinan jutaan orang lainnya. Tuan-tuan tanah, yang mengkooptasi lahan negara dan menguasainya untuk kepentingan pribadi tidaklah layak menjadi capres di negeri ini.
 
"Kami yakin, ketika seorang Tuan Tanah dibiarkan menjadi pemimpin di Republik Indonesia, maka ketamakan dan kehausannya akan harta dan kekuasaan akan semakin merajalela," bunyi pernyataan sikap aktivis PENA 98 ini.
 
Pernyataan Ketiga, PENA 98 menolak kebangkitan keluarga Cendana. Kontestasi politik pada pilpres kali ini sejatinya pertarungan politik masa lalu dan masa kini. Masa lalu menampilkan orang orang yang terkait erat dengan Orde Baru dari keturunan cendana, menantu hingga mantan jongos Cendana. Yang ingin mengembalikan kejayaan orde baru dengan mengusung jargon-jargon orde baru. 
 
 
Sementara masa kini adalah generasi milenial yang anti orde baru, yang menumbangkan orde baru dengan segala sistem yang pernah dijalankan oleh orde baru. Dari mulai sistem KKN, otoriter hingga menghalalkan segala cara demi kekuasaan.
 
Cara itu yang kini sedang dipertontonkan oleh calon pengusung jargon Orde Baru melalui kampanye hitam, menebar hoaks, menebar ketakutan, menebar kebohongan data demi data hingga memainkan isu agama dan RAS.
 
"Untuk itu kami sepakat PENA 98 untuk tetap mendukung calon presiden dan wakil presiden 2019 yang bukan bagian dari masa lalu, bukan pelanggar HAM, bukan penebar hoaks dan komitmen terhadap cita-cita perjuangan kami dalam agenda reformasi 98. Calon pemimpin itu ada pada pasangan no urut 01 Joko Widodo-KH.Mahruf Amin," demikian bunyi akhir pernyataan sikap PENA 98 tersebut.(BB).