Pastika Ajak Akademisi dan Praktisi Cari Solusi Atasi Tren Peningkatan Pengangguran Intelektual

  07 Januari 2017 PERISTIWA Denpasar

Baliberkarya/ist

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com - Denpasar. Gubernur Bali Made Mangku Pastika menaruh perhatian serius terhadap masalah pengangguran di Pulau Dewata. Sekalipun Bali menempati peringkat pertama sebagai provinsi dengan angka pengangguran terendah yaitu 1,89 persen, namun dalam angka jumlahnya cukup besar yaitu mencapai 46.484 orang. Ironisnya, lulusan diploma dan universitas yang notabene kelompok intelektual menyumbang angka cukup besar untuk kategori pengangguran terbuka. Menyikapi persoalan tersebut, Gubernur Pastika mengemas kegiatan Simakrama Gubernur yang secara rutin digelar setiap bulan,  dalam bentuk Sarasehan Ketenagakerjaan yang mengangkat tema “Siapakah yang Menganggur di Bali?’. Pada kegiatan yang berlangsung di Ruang Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernur Bali, Sabtu (7/1/2017), Pastika menghadirkan sejumlah pimpinan perguruan tinggi, praktisi dan politisi  yang diharapkan dapat memberi masukan serta mencari solusi untuk menyikapi trend peningkatan angka pengangguran kelompok intelektual.
 
Lebih jauh Pastika mengatakan, keberadaan kelompok pengangguran intelektual ini harus diwaspadai karena lebih berbahaya ketimbang kelompok pengangguran yang hanya lulusan SD atau SMP. "Pengangguran itu bantalnya setan, tidur di atasnya itu sangat berbahaya," ujarnya mengumpamakan. Hal ini menurutnya mesti mendapat perhatian karena jumlahnya akan terus bertambah seiring proses wisuda di sejumlah perguruan tinggi. Dia memperkirakan, lulusan sarjana tiap tahunnya mencapai 25 ribu orang. "Dari jumlah itu, berapa yang tertampung di dunia kerja?. Kalau masih menganggur, apa yang salah?. Itu harus kita cari jawaban dan solusinya," ujar dia.
 
Menjawab sederet pertanyaan itu, dia minta kalangan akademisi mengevaluasi sistem pendidikan agar mampu menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Selain itu, pihak universitas juga diminta menyesuaikan jurusan yang dibuka dengan kebutuhan pasar kerja. 
 
Pada bagian lain, dia juga mengingatkan para sarjana agar mengubah mindset dan tak pilih-pilih pekerjaan. 
 
Untuk memotivasi para generasi muda, Pastika pun mengibaratkan seorang pengangguran itu seperti parasit atau benalu yang menggerogoti orang tua. “Hilangkan mental peminta-minta, lebih baik tangan di atas daripada tangan di bawah,” imbuhnya. 
 
Senada dengan Gubernur Pastika, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Bali Drs. Ketut Wija,MM menyebut ketenagakerjaan merupakan persoalan yang urgen. Selain terkait keberadaan tenaga kerja lokal, mulai masuknya tenaga kerja asing belakangan juga menjadi isu yang cukup hangat. Dalam presentasinya Kadisnaker dan Energi Sumber Daya Mineral mengatakan bahwa penduduk Bali di atas 15 tahun yang siap memasuki dunia kerja berjumlah 3.189.018. Dari jumlah tersebut, sebanyak 77,24 persen atau 2.463.036 adalah angkatan kerja dan sisanya sebanyak 725.979 orang atau 22,76 persen masuk kategori bukan angkatan kerja. "Disebut bukan angkatan kerja karena mereka masih mengikuti pendidikan, memang tak butuh pekerjaan dan usia lanjut," paparnya. 
 
Dari jumlah angkatan kerja tersebut, sebanyak 2.416.555 orang sudah bekerja. Sedangkan sisanya sebanyak 46.484 orang atau 1,89 persen masih menganggur. Menurutnya, jumlah tersebut cukup besar mengingat Bali yang dikenal sebagai daerah tujuan wisata sejatinya menyediakan cukup banyak lapangan bekerjaan. Ironisnya, terjadi trend peningkatan jumlah pengangguran pada kelompok lulusan sarjana yaitu dari 1,81 persen pada periode Februari 2016 menjadi 4,35 persen pada periode Agustus 2016. Hal yang sama terjadi pada kelompok lulusan diploma yaitu dari 2,06 persen menjadi 4,44 persen. Sebaliknya, jumlah lulusan SD dan SMP yang menganggur justru mengalami trend penurunan. "Ini karena lulusan SD dan SMP tak pilih-pilih pekerjaan," ucapnya. 
 
Dia pun mengaku cukup heran karena lowongan pekerjaan yang ditawarkan melalui bursa kerja tak bisa sepenuhnya terisi. “Melalui bursa kerja online, yang ditawarkan rata-rata mencapai 24 ribu lowongan pekerjaan. Sayangnya, 25 persen lowongan tersebut tak terisi,” bebernya. Menurutnya hal itu antara lain disebabkan belum nyambungnya kompetensi yang dimiliki para pencari kerja dengan lowongan yang ditawarkan. Untuk itu, imbuh Wija, sangat dibutuhkan link and match lulusan sarjana dengan lapangan pekerjaan. Selain itu dibutuhkan pula perubahan orientasi dalam mencari pekerjaan. 
 
Kegiatan ini mendapat sambutan positif dari pimpinan perguruan tinggi yang diundang sebagai pembicara. Rektor Universitas Udayana Prof.Dr. Ketut Suastika tak sungkan mengakui adanya kontribusi perguruan tinggi yang dipimpinnya terhadap penambahan angka pengangguran intelektual. "Kita semua harus berani menghadapi kenyataan, apalagi UNUD telah mencetak tak kurang dari 27 ribu lulusan sarjana, mungkin belum semuanya terserap dunia kerja," ucapnya. Dia menilai, fenomena ini terjadi karena masih ada yang salah dalam sistem pendidikan. Salah satunya karena sejauh ini kurikulum pendidikan kebanyakan masih murni akademis tanpa diimbangi dengan pemberian ketrampilan profesi agar lulusannya siap terjun ke dunia kerja. "Jadi sebagian lulusan kita memang belum siap untuk bekerja. Mereka masih perlu tambahan kursus dan pelatihan life skill lainnya," paparnya. Menyikapi persoalan ini, pihaknya berkomitmen untuk membenahi tata kelola pendidikan di Universitas Udayana agar lulusannya lebih nyambung dengan kebutuhan dunia kerja. Hal senada diutarakan Rektor Universitas Warmadewa Prof.Dr. Dewa Putu Widjana. Mengacu sejumlah hasil penelitian, menurutnya memang terjadi trend peningkatan pengangguran kelompok intelektual. "Faktanya kami memang salah satu produsen sarjana,” tandasnya. Agar tak dicap sebagai universitas yang banyak mencetak pengangguran, pihaknya terus berupaya membenahi sistem pendidikan dengan penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Selain pemberian ketrampilan, dia menilai perlunya gerakan revolusi mental di kalangan sarjana. “Hilangkan mental meminta-minta dan memilih pekerjaan. Isi diri dengan ketrampilan sehingga dapat memenangkan persaingan dalam pasar kerja,” imbuhnya. Sementara itu Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Bali Drs. Panudiana Kuhn mengatakan bahwa lapangan pekerjaan yang tersedia sebenarnya cukup banyak. Hanya saja, seringkali kebutuhan perusahan tak sesuai dengan lulusan yang ada.
 
Peserta sarasehan yang sebagian besar kalangan mahasiswa nampak antusias menyimak paparan narasumber. Dalam sesi tanya jawab, sejumlah peserta menyampaikan aspirasi dan masukan terkait persoalan pengangguran. Ria Asteria, seorang wirausaha muda mengingatkan pentingnya penguasaan life skill agar lulusan sarjana siap terjun ke dunia kerja. Selain itu, perempuan yang masih menempuh program doktor ini menyarankan agar orang tua menanamkan semangat kewirausahaan pada anak-anak mereka. Sedangkan I Wayan Artaya dari Universitas Udayana berpendapat kalau peningkatan angka pengangguran intelektual disebabkan oleh masih kuatnya mental peminta-minta. “Menurut saya, solusinya adalah gerakan revolusi mental,” ucapnya.
 
Kegiatan sarasehan dihadiri pula oleh Wakil Ketua DPRD Bali Nyoman Sugawa Korry, Ketua Komisi IV DPRD Bali Nyoman Parta, Ketua TP PKK Provinsi Ny.Ayu Pastika dan Pejabat Pimpinan Tinggi di Lingkungan Pemprov Bali. Sarasehan diakhiri dengan Tri Sandya dan ramah tamah. (BB)