Masyarakat Bali Heterogen Rentan Konflik

  11 Juni 2016 PERISTIWA Klungkung

Baliberkarya/ist

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Klungkung. Bali dengan kemajuan pariwisatanya, telah berkembang menjadi daerah yang terbuka, dan secara demografi berdampak sangat heterogen baik suku maupun agama. Hal ini menjadi tantangan tersendiri karena masyarakat yang heterogen rentan menimbulkan konflik.  
 
Oleh karena itu melalui konferensi Nasional Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) II yang memiliki makna strategis dapat dijadikan forum diskusi dalam menyikapi dinamika sosial-keagamaan antar umat disamping sebagai sebagai wahana memantapkan komitmen seluruh umat beragama berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional.
 
Demikian disampaikan Gubernur Bali Made Mangku Pastika dalam sambutannya saat menghadiri Jamuan Selamat Datang Peserta Konferensi Nasional II FKUB, di Puri Denbencingah, Klungkung (10/6/2016).                                  
 
"Saya berharap dibahas juga dinamika dan issu-issu penting yang berpotensi mempengaruhi, mengganggu, bahkan mengancam kerukunan dan kondusifitas masyarakat bangsa Indonesia. Sehingga bisa merumuskan satu rekomendasi bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan yang tepat, serta bagi semua pemangku kepentingan untuk mengambil langkah-langkah antisipasi,” cetus Pastika.
 
Gubernur Pastika menyatakan keberadaan FKUB telah menjadi pilar penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan kedamaian dan kerukunan yang selama ini telah terbangun di Bali, dan diakui dunia internasional.
 
“Bali yang maju, aman, dan damai saat ini tentu dicapai salah satunya karena keharmonisan hidup masyarakatnya, yang berbeda strata sosial, berbeda suku, dan berbeda agama, yang tentunya juga karena peran para rohaniawaan, para pemuka agama, serta seluruh umat beragama yang telah memberikan kontribusi penting bagi masyarakan dan daerah Bali,” ujar Pastika.
 
Terlepas dari hubungan antar umat beragama, masyarakat Bali menurut Gubernur Pastika juga masih menjunjung nilai-nilai kearifan lokal yang melandasi kehidupan dan penyelenggaraan pembangunan daerah.
 
Seperti dijelaskan Gubernur Pastika, Salah satu filosofi dasar yang menjadi landasan kehidupan masyarakat Bali adalah filosofi Tri Hita Karana, yang memberikan tuntunan bagi masyarakat Bali dalam menjaga keharmonisan antara manusia dengan Tuhan (Parahyangan), manusia dengan manusia (Pawongan), serta manusia dengan alam (Palemahan).
 
Senada dengan Gubernur Bali, Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saefudin yang turut hadir dalam konferensi menyatakan harapannya agar kegiatan yang dilaksanakan bisa memberikan tuntunan dalam menjaga kerukunan, tidak hanya bagi provinsi-provinsi di Indonesia, tetapi juga dunia.
 
Bali yang sudah menjadi ikon dunia, yang berkembang di sektor pariwisata namun tetap sarat dengan kegiatan religious, diharapkan menjadi role model dalam menjaga kerukunan dan keharmonisan umat beragama.
 
Ia pun sangat mengapresiasi toleransi yang ditunjukan pihak panitia yang mayoritas umat Hindu, terhadap peserta uumat muslim yang menjalankan ibadah puasa.
 
“Saya merasakan penghargaan yang sangat besar, acara sebesar ini, yang dihadiri oleh mayoritas Hindu, tetapi masih meluangkan waktu bagi para peserta untuk menunaikan kewajiban menjalankan sholat maghrib sebelum berbuka puasa. Inilah wujud kerukunan sebenarnya, melalui toleransi yang tinggi dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Lukman Hakim.
 
Selain diikuti oleh para peserta konferensi seluruh Indonesia, acara tersebut turut dihadiri diantaranya oleh Wakil DPRD Provinsi Bali, Bupati Klungkung, Kapolda Bali, Dirjen Bimas Hindu, serta Perwakilan Kanwil Agama se-Indonesia. (bb)