Jumlah Perokok Anak Meningkat. Sulitnya Kendalikan Bahaya Rokok !

  26 Maret 2018 OPINI Denpasar

baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Pengendalian bahaya rokok khususnya di pulau Bali belum maksimal, disatu sisi saat ini jumlah perokok di Indonesia sekitar 89,7 juta jiwa dan dari angka itu setengahnya merupakan sosial ekonominya rendah.
 
Hal ini terungkap dalam Workshop  "Penguatan Peran Media dalam Program Pengendalian Bahaya Rokok" bersama Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wilayah Bali dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Denpasar yang digelar oleh Center of Excellent for Tobacco Control and Lung Health (CTCLH) Pusat Kajian dan Penelitian Pengendalian Rokok dan Kesehatan Paru Universitas Udayana, Minggu (25/3) yang diikuti oleh sejumlah jurnalis.
 
 
 
Kabid P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Bali Dr Gede Wira Sunetra sekaligus narasumber menyampaikan tentang bahaya paparan asap rokok bagi kesehatan tidak hanya bagi perokok melainkan orang-orang di sekitarnya termasuk keluarga.
 
 
Mereka yang terpapar asap rokok mengakibatkan berbagai macam penyakit dan turunannya seperti kanker paru-paru, jantung besarannya hingga 90 persen. Sedangkan perokok berisiko 20 kali terkena paru, sementara perokok pasif berisiko sama dengan perokok aktif.
 
"Konsumsi rokok dari tahun ke tahun terus meningkat, pertumbuhan jumlah perokok lebih tinggi dari jumlah penduduk sehingga semakin tinggi jumlah prevalensi perokok  di Indonesia," jelas Sunetra.
 
 
Sementara itu, Sekretaris LPA Titik Suhariyati menambahkan, industri rokok tidak pernah berhenti dalam membidik pasar perokok baru yakni anak-anak muda. Untuk itu, perlu pendekatan psikologis agar bisa lebih efektif.
 
 
"Pendekatan sekarang, tidak bisa lagi melarang-larang, mengajari, doktrin jangan merokok tetapi bagaimana saat pubertas mendekatkan diri mereka dengan bapak dan ibunya," jelas Titik.
 
Dalam pengendalian bahaya rokok, mereka mendapatkan gambaran yang bisa membangun kesadaran termasuk contoh yang diberikan oleh orang tua. Jadi, ada ketokohan figur orang tua yang dibutuhkan anak-anak seperti bagaimana hidup bersih dan sehat dan seterusnya.
 
 
Demikian juga, advokasi pengendalian bahaya rokok, bisa dilakukan secara berbeda, dengan sasaran utama anak-anak atau kaum remaja agar terhindar dari aktivitas merokok.
 
Di pihak lain, kata Titik sebenarnya, semua perangkat hukum, nilai bahkan sampai penegakan aturan sudah lengkap dalam pengendalian bahaya rokok. Sekarang, tinggal kemauan atau politik will, masing-masing pihak terkait dalam penegakan hukum.
 
"Semua sudah ada, namun faktanya pengendalian bahaya merokok belum maksimal, jadi penegakan hukum masih setengah hati," imbuhnya.
 
 
 
Direktur Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLKI) Bali I Putu Armaya memaparkan data Kemenkes di tahun 2017, lebih dari sepertiga atau 36.3 persen penduduk Indonesia saat ini menjadi perokok atau konsumen rokok. 
 
"Mirisnya 20 persen, remaja usia 13-15 tahun dan remaja laki-laki kian meningkat tajam yaitu sekitar 58, 8 persen," imbuhnya.
 
 
Dalam workshop kali ini selain menghadirkan tiga pembicara diatas, turut mengisi sesi workshop, Direktur Eksekutif Perhimpunan Hotel Restoran (PHRI) IB Purwa Sidemen, dan Kabid ESDM Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali Made Gede Harnawa.
 
Dalam workshop itu, juga diisi diskusi dan presentasi evaluasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), pelarangan iklan, promosi dan sponshorship Rokok, Cukai Rokok dan pemanfaatanya untuk kesehatan, bahaya rokok elektrik, rokok ditinjau dari sudut pandang adat/budaya hingga sudut pandang perlindungan konsumen maupun perlindungan anak.(BB)