Diduga Perbuatan Orang Iseng

Fokus Pada Kerja dan Prestasi, Abaikan Colek Pamor

  07 November 2018 OPINI Denpasar

Ist

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Akhir akhir ini, masyarakat Bali dihebohkan dengan colek pamor, yang merupakan tanda silang dari kapur (pamor) yang dicontrengkan pada pelinggih, bangunan suci, atau gapura di pura.  Informasi tentang colek pamor menjadi menguat setelah diberitakan dan diviralkan.  Banyak orang Bali menghubungkannya dengan niskala, sesuatu kekuatan sakral yang tak nyata, atau tak terpikirkan.
 
 
Saat ditemui di ruang kerja, Institut Pengembangan Sumber Daya Alam, Denpasar Gede Ngurah Wididana menegaskan memiliki pendapat berbeda tentang colek pamor. Menurutnya hal itu adalah buatan manusia usil, yang ingin membuat sensasi.  “Fenomena colek pamor juga terjadi 10 tahun yang lalu, saat perhelatan politik. Saat itu saya menegaskan bahwa itu adalah buatan manusia. Beritanya menjadi heboh dan menghilang saat perhelatan politik mereda,” sebutnya Rabu (7/11/2018).
 
Ket. FOTO: Gede Ngurah Wididana
 
Pria yang dikenal dengan sebutan Pak Oles ini mengatakan hampir tidak ada hubungan tanda alam dengan colek pamor saat itu.  Sekarang juga ada fenomena yang sama, pada saat perhelatan politik, dengan modus yang sama, yaitu memberikan colek pamor pada bangunan suci di malam hari.  “Jelas ini buatan manusia yang memiliki insting intelijen yang tinggi, untuk membangun isu baru, mengalihkan perhatian dari kondisi sosial politik saat ini,” imbuhnya.
 
Wididana menduga tindakan tersebut bertujuan untuk membangun informasi baru tentang hal remeh, yang bisa dianggap besar, padahal tidak ada maknanya, sehingga masyarakat Bali melupakan hal hal yang lebih besar, yaitu bekerja keras dan fokus.  Sementara dari sisi bisnis, informasi colek pamor menjadi viral di sosial media dan di media cetak. “Masyarakat Bali menjadi sibuk membicarakan dan memikirkan colek pamor yang bisa mengesampingkan tugas utamanya, yaitu bekerja fokus, memenangkan persaingan di tanahnya sendiri,” sebutnya.
 
 
Lebih lanjut Wididana menegaskan, tidaklah mungkin suatu fenomena alam colek pamor itu terjadi secara sistemik dan menyebar, tanpa ada campur tangan manusia. “Demikian juga tidaklah mungkin ada setan, dedemit atau Dewa yang usil memberikan tanda colek pamor pada puluhan tempat, kalau bukan manusia yang melakukannya, untuk tujuan tertentu, bisa saja dia yang melakukan itu orang usil, orang gila, atau orang suruhan, atau orang yang memiliki ide nyeleneh,” ujarnya.
 
 
Menurut Wididana masyarakat Bali harus tetap fokus bekerja dan berkreasi, tanpa terpengaruh oleh isu remeh yang murahan tersebut. “Jangan menghubungkan suatu gejala yang gampang menjadi rumit dan niskala, seolah rumitnya minta ampun.  Saya yakin fenomena colek pamor akan meredup setelah orang Bali melihat colek pamor sebagai kegiatan orang gila yang kurang pekerjaan, dan tidak perlu diambil pusing,” papar Wididana sambil tersenyum. (BB)