DPRD Bali Susun Perda Perlindungan Tenaga Kerja

  19 Mei 2019 SOSIAL & BUDAYA Denpasar

Baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Beberapa hari usai peringatan Hari Buruh atau May Day, DPRD bersama Pemerintah Provinsi Bali merespons tuntutan para buruh untuk membuat sebuah regulasi yang dapat melindungi pekerja di Bali. 
 
 
Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta mengatakan pihaknya kini sedang membahas persiapan untuk membuat perda tentang perlindungan  tenaga kerja di Bali.
 
Menurutnya, masih banyak permasalahan ketenagakerjaan di Bali yang membutuhkan regulasi untuk melengkapi regulasi nasional.
 
“Kita perlu membuat Perda Ketenagakerjaan untuk melindungitenaga kerja di Bali,” kata Parta usai memimpin rapat di Ruang Baleg Kantor DPRD Bali, pekan lalu.
 
Parta menyebut poin-poin yang akan diatur dalam perda, di antaranya, pertama, menyangkut tentang sistem pengupahan di mana selama ini pengupahan yang diterapkan di Bali hanya Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). 
 
Dengan sistem pengupahan itupun, kata dia, banyak perusahaan yang ada di kabupaten/kota tidak mengikuti UMP. Padahal UMP merupakan patokan terkecil untuk menyusun UMK.
 
“Jadi tidak semuanya mengikuti. Ada yang digaji hanya Rp 800 ribu sampai Rp 1,5 juta,” ujar politisi asal Desa Guwang ini.
 
Kedua, pengaturan menyangkut hubungan tenaga kerja dengan perusahaan.
 
 
Menurutnya masih banyak perusahaan yang mempekerjakan karyawan dalam bentuk kontrak dan daily worker (DW) yang panjang.
 
Selanjutnya, ada pekerja yang seharusnya tidak di-outsourcing kan namun di-outsourcing-kan oleh perusahaan yang mempekerjakan.
 
Ketiga, pengaturan tentang parameter nilai atau angka yang diberikan ketika menentukan jumlah gaji karyawan.
 
“Kita ingin memasukkan komponen lokal, yaitu kaitannya dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dikaitkan dengan komponen sosial budaya, sehingga upah pekerja di Bali lebih layak,” paparnya.
 
Selain itu, akan dirancang sistem pengupahan di Bali menjadi suatu bentuk pengupahan dengan sistem sektoral.
 
“Beberapa sektor yang ada di Bali kita akan jadikan kekhususan (digaji dengan UMSK) seperti pekerja pariwisata, pekerja Industri kreatif dan lainnya yang menonjol di Bali,” imbuhnya.
 
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali, Ida Bagus Ngurah Arda mengatakan pihaknya sangat mendukung penyusunan raperda tentang perlindungan tenaga kerja.
 
Di sisi lain, kata dia, Disnaker secara berkala sudah mengadakan pengawasan ke perusahaan-perusahaan yang berusaha di Bali.
 
Dalam pengawasan itu, sudah dingatkan ke manajemen perusahaan agar upah yang dibayarkan ke pekerja minimal sesuaiUMK atau Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK).
 
Tambahnya, hanya di Kabupaten Badung yang menggunakan UMSK. 
 
 
Ia mengakui, di Disnaker Bali ada masalah terkait dengan tenaga pengawas karena  jumlahnya yang terbatas yakni 25 orang, sedangkan perusahaan yang diawasi adalah 11.053 perusahaan.
 
ehingga pengawasan lebih diprioritaskan bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki masalah.
 
“Kita sedang mengkaji untuk menambah tenaga pengawas. Di lain pihak, selain jumlahnya sedikit, sebagian besar pengawas itu sudah berusia,” kata Gus Arda.
 
Mengenai masalah outsourcing, Gus Arda menyebut dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 dalam Pasal 64 dan 65 masih dimungkinkan adanya pekerja yang sifatnya outsourcing.
 
Outsourcing diberikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya tidak tetap, seperti security, cleaning service, tukang kebun, sektor transportasi dan pertambangan.
 
Ia menegaskan untuk Perjanjian Kerja dengan Waktu Tertentu (PKWT) diizinkan diperpanjang kontraknya setiap tahun sebanyak dua kali ditambah perpanjangan selama setahun, sehingga PKWT diberikan maksimal tiga tahun.
 
Setelah itu, pekerja dengan status PKWT otomatis berubah menjadi PKWTT (Perjanjian Kerja dengan Waktu Tidak Tentu atau pegawai tetap).(BB)