Diduga Akibat Monyet Membawa Dupa, Pura Pucak Sari, Goa Lawah Terbakar

  17 September 2019 PERISTIWA Klungkung

ist

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Klungkung. Pura Pucak Sari yang memiliki kaitan erat dengan Pura Sad Kahyangan Goa Lawah ini terbakar, Selasa (17/9/2019). Kejadian tersebut membuat enam unit bangunan utama di pura tersebut ludes terbakar. Diantaranya dua Palinggih Gedong, satu Pengaruman, satu Bale Piasan, Bale Penganteb dan Pemedal Agung.
 
 
Pura Pucak Sari berada tepat diatas Pura Goa Lawah, Desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan, Klungkung. Pura Pucak Sari diyakini dibangun oleh Ida Danghyang Nirartha sehingga berkaitan erat dengan keberadaan Pura Goa Lawah. 
 
Pujawali di pura tersebut juga bersamaan dengan Pura Goa Lawah, yakni Anggara Kasih Medangsia. Pengurus pura Goa Lawah, Putu Juliadi dikutip dari Balipost.com menjelaskan,  di sekitar pura diakui memang banyak monyet liar. Ada dugaan, saat umat selesai sembahyang, monyetnya berebut makanan dari banten yang masih ada dupanya.
 
Sehingga dupanya ikut terbawa naik ke atap pelinggih, saat monyetnya naik. Tetapi, untuk penyebab pastinya, pihaknya diserahkan langsung ke petugas kepolisian untuk menyelidiki lebih lanjut. Terlebih, pascakebakaran Tim Forensik dari Polda Bali juga akan segera turun ke lokasi.
 
Setelah api berhasil dijinakkan, petugas kepolisian langsung melakukan olah TKP. Kapolsek Dawan, AKP Putu Raka Wiratma, menegaskan enam unit bangunan yang terbakar, diperkirakan menimbulkan kerugian sekitar Rp 500 juta.
 
 
Dalam Babad Usana Bali Pulina, diceritakan Pura Goa Lawah dan Pura Pucak Sari didirikan oleh ahli filsafat dari Jawa, yakni Mpu Kuturan yang dipanggil oleh Sri Aji Udayana Warmmadewa karena Bali dalam krisis dalam hal kepercayaan dan pelaksanaan upacara agama kala itu. 
 
 
Mpu Kuturan pun mengadakan Pasamuan Agung Siwa-Budha yang disertai karma Bali Aga. Dalam pasamuan itu, beliau menyarankan agar orang Bali menyelenggarakan catur agama, catur loka bhasa, silakrama, dan membangun tempat pemujaan leluhur, seperti Pura Ibu, Panti, Dadya di Bali Aga agar kerahayuan segera tercapai.
 
Dalam Babad Dalem, Raja Dalem Sagening menitahkan para leluhur Putu Juliadi di Desa Pasinggahan dan seluruh keturunannya untuk ngempon dan  melestarikan Pura Goa Lawah dan Pucak Sari. 
 
 
Beberapa waktu setelahnya, Dang Hyang Nirartha/ Dang Hyang Dwijendra/ Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh juga sempat bertandang ke Pura Pucak Sari dan Goa Lawah untuk bersemedi. 
 
Pada saat itulah beliau melihat keindahan alam dari atas bukit tersebut yang terdiri dari pantai, laut, dan pulau Nusa Penida. Bebungaan berwarna-warni berguguran menambah elok kawasan tersebut. 
 
 
Baik di Pura Pucak Sari dan Goa Lawah, dewa yang berstana di pura tersebut adalah Dewa Maheswara, salah satu dewa dalam Dewata Nawasanga yang menguasai arah mata angin tenggara. Ada juga Naga Basuki sebagai pelindung Pura Goa Lawah.
 
Pelinggih yang ada di Pura Pucak Sari terbagi menjadi teras atas yang berdiri palinggih Sanggar Agung (Ida Bhatara Mahadewa), Gedong Limas Sari (Bhatari Sri), Gedong Limas Catu (Bhatara Ring Danu), Gedong Metel (Bhatara Siwa), Gedong Simpen, Gedong Saka Luang (Mpu Kuturan), dan Taksu (Sang Hyang Pasupati). 
 
Sedangkan di teras bawah, terdapat Meru Tumpang Tiga (Bhatara Wisnu), Tugu Ngrurah, Pangaruman, Bale Piyasan, Tugu Apit Lawang, Palinggih Panyawangan (Ida Andakasa), dan Dwarapala. (BB)