Cegah Kartel Tiongkok 'Obral Murah' Bali, Menpar Sepakat Berlakukan 'White List'

  13 November 2018 OPINI Badung

ilustrasi nett

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Badung. Menteri Pariwisata Arief Yahya akhirnya buka suara terkait diobralnya Bali bagi wisatawan Tiongkok yang dianggap momok negatif dan merusak sektor pariwisata Bali. Terkait hal itu, Arief Yahya mengaku dirinya telah bertemu dengan Menteri Pariwisata Tiongkok (Goverment to Goverment) dan sepakat membuat 'White List'. 
 
 
Menpar Arief Yahya menjelaskan jika 'White List' merupakan catatan travel agen atau reseller resmi yang bisa beroperasi di kedua negara dan tiga tahun yang lalu disebutkan dua kali pihaknya sudah bersepakat dengan kementerian pariwisata Tiongkok. 
 
"Ini menurut saya yang paling efektif. Jika diluar white list itu berarti itu ilegal, ataupun kalau ada di white list tapi melanggar, tentu akan ditindak," kata Menpar Arief Yahya seraya menyebutkan industri pariwisata Indonesia waktu itu diwakili ASITA. 
 
Menpar Arief Yahya mengungkapkan jika persoalan wisatawan Tiongkok tidak hanya terjadi di Indonesia, karena justru yang paling ramai di Thailand. Pasalnya, lanjutnya, Thailand memberlakukan zero fee dollar, zero fee tour, dua istilah ini kerap digunakan dan sebenarnya juga terjadi di seluruh dunia, salah satunya di Bali dan ini telah diatasi sekarang. 
 
Menurut Menpar Arief Yahya, adanya peluang yang bisa dikatakan dikuasai oleh "Kartel" dimana satu industri yang end to end dikuasai oleh satu badan usaha atau seseorang.
 
"Rata-rata wisatawan Tiongkok yang ke Bali kita tahu rata-rata 150 sampai 200 ribu perbulan. Jadi bisa dibayangkan kalau hal itu terjadi," ungkapnya. 
 
Ket Foto: Menteri Pariwisata Arief Yahya
 
 
Menpar Arief Yahya juga menyampaikan target wisatawan yakni 17 juta tahun ini tidak tercapai dan hanya berada di angka 16,5 juta. "Mengapa bisa demikian? hal ini bisa saya katakan akibat bencana alam, gempa yang beruntun. Sebenarnya tidak enak mengatakan ini, tapi harus saya sampaikan," jelasnya.
 
Akibatnya kerugian yang mesti ditanggung sektor ini rata-rata mencapai 100 ribu per bulan dan ini diperkirakan terjadi dalam kurun waktu 6 bulan. "5 bulan di tahun 2018 dan 1 bulan di tahun 2019. Dan tahun ini kita akan shorted sekitar 500 ribu, jadi dari target 17 juta, pastinya hanya akan mencapai 16,5 juta," tandasnya. 
 
Menpar Arief Yahya mengakui tahun lalu juga terjadi hal yang sama akibat erupsi Gunung Agung dan menyebabkan kerugian secara nasional mencapai USD 1 Milyar dalam kurun waktu 6 bulan. 
 
Menpar Arief Yahya juga mengingatkan semua pihak agar jangan salah mengartikan 'pariwisata berkualitas' yang selama ini kerap didengungkan banyak orang. Menurutnya, target pariwisata Indonesia istilahnya telah dikunci. Satu dari sisi jumlah, dua dari sisi devisa. Sehingga ujung-ujungnya yang dicari adalah devisa atau 'financial perspektif' atau 'customer perspektif'. 
 
 
"Tahun ini kalau saya katakan target 16,5 juta, apakah tercapai target devisanya, kemungkinan besar tercapai, karena 'Average Spending Per Arrival' meningkat," sebutnya. 
 
Untuk itu, Menpar Arief Yahya berharap jangan lagi mendikotomi antara 'Short Visit' sama yang 'Long Visit'. Pasalnya, jika tidak mau menerima yang short visit, negara lain mau seperti Phuket (Thailand) juga mau. Ia juga berharap jangan hanya berorientasi pada long visit atau mass tourism. 
 
"Semua pasar harus kita raup, tinggal kita memperbaiki pariwisata itu secara berkelanjutan. Dan ingat kita punya pesaing. Jadi jangan mudah terprovokasi turis ini tidak, turis ini jangan. Kita ambil semua supaya industri pariwisata kita berkembang," tegasnya mengakhiri.(BB).