Arah Kade! Dinas PMD Dikritik Komisi I DPRD Jembrana Terkait Payung Hukum LPM

  13 September 2022 PERISTIWA Jembrana

Ket Poto: Rapat Koordinasi terkait kepengurusan LPM Kelurahan Banjar Tengah di Kantor DPRD Kabupaten Jembrana

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com – Jembrana. Dalam rapat koordinasi andata Komisi I DPRD Kabupaten Jembrana dengan Dinas PMD kabupaten Jembrana, Camat Negara, Lurah banjar Tengah dan anggota LSM Kleurahan Banjar Tengah, Anggota Komisi I mengritik keteledoran dari pemerintah Kabupaten Jembrana dalam hal ini Dinas PMD, pasalnya, Peraturan Daerah (Perda) nomor 10 tahun 2007 dan Peraturan Bupati Jembrana nomor 7 tahun 2008 belum dicabut dan menyimpang dengan peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 18 tahun 2018.

Dalam Permendagri nomor 18 tahun 2018 disebutkan pengurus LPM tidak diperbolehkan menjabat lebih dari 2 kali, baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut. Sedangkan Perda nomor 10 tahun 2007 dan Peraturan Bupati Jembrana nomor 7 tahun 2008 menyatakan bahwa tidak ada pembatasan waktu pengurusan LPM. Hal ini ditemukan setelah ada permasalahan kepengurusan LPM di Kelurahan Banjar Tengah yang saat ini sedang pemilihan kepengursan.

Dikarenakan adanya keteledoran menyikapi Permendagri nomor 18 tahun 2018 terkait masa jabatan pengurusan LPM Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Jembrana dari Fraksi Partai Gerindra Ketut Sadwi Darmawan mengkritik pemerintah daerah lamban menyikapi dan merevisi Perda nomor 10 tahun 2007 menyesuaikan dengan Permendagri nomor 18 tahun 2018.

Menurutnya, terkait perbedaan perda dan permendagri yang baru ini merupakan kegamangan dari pemerintah kabupaten Jembrana sebenarnya, sehingga menjadi permasalahan dimasyarakat. “Ini merupakan kelemahan dari pemerintah. dikarenakan kita selalu bereforia dengan perubahan sehingga lupa dengan payung hukum yang ada,” ucapnya. Selasa (13/9/2022).

Sejauh yang dia ketahui setelah dikeluarkannya peraturan daerah nomor 10 tahun 2007 lahir peraturan Bupati Jembrana nomor 7 tahun 2008 dan berlaku di tahun 2021, dengan adanya peraturan Kemendagri nomor 18 tahun 2018 yang akan berlaku sampai tahun 2025, dalam hal ini ada kesempatan pemerintah daerah untuk merubah, bahwa peraturan pemerintah pusat harus diterjemahkan dengan peraturan bupati secara teknis.

“Apalagi dalam hal ini ada perbedaan persepsi antara bagian hukum dan bagian pemerintah itu merupakam masalah kita, bukan masalah masyarakat. Sebelum adanya peraturan bupati yang mengatur secara teknis menurut saya, berjalan saja dulu sampai peraturan bupati itu ada dan perda ini bisa direvisi menyesuaikan dengan peraturan daerah,” terangnya.

Menurutnya dirinya sering mempringatkan bagian pemerintah dalam hal ini kepala OPD pokus dengan payung hukum yang ditanganinya. “Jangan ikut sana-sinilah, ambil kesempatan itu untuk membuka payung hukum yang kita punya apa harus harus diperbaiki dan revisi. Kita sering heboh ria kesana kemari sehingga lupa dengan payung hukum yang kita miliki, yang merupakan batan-batasan yang kita miliki.

Dirinya juga menekankan kepada kepala dinas agar membuka payung hukum, sehingga permasalahan seperti ini tidak terjadi lagi. “Jangan kakulah terkait kebijakan pemerintah daerah. Saya hanya mengingatkan kepada pimpinan OPD buka bukalah payung dibagian anda pelajari dan sesuaikan dengan peraturan baru. Permasalahan pengurusan KPM di Kelurahan Banjar Tengah, menurut saya diselesaikan dengan musyawarah mufakat,” ujarnya.

Sementara Ketua Komisi I DPRD Jembrana Ida Bagus Susrama menyimpulkan usai rapat mengatakan terkait permasalahan di Kelurahan Banjar Tengah tentang kepengurusan LPM yang bertentangan dengan Permendagri nomor 18 tahun 2018, dimana berbeda jauh dengan Perda nomor 10 tahun 2007 dan Peraturan Bupati Jembrana nomor 7 tahun 2008 harus diselesaikan dengan musyawarah mufakat.

“Perlu diketahui Bersama permendagri meyatakan LSM yang sudah menjabat 2 periode berturut-turut maupun tidak berturut-turut tidak boleh menjadi pengurus lagi. Sedangkan perda dan peraturan bupati yang belum dicabut menyatakan tidak ada mengatur dari masa jabatan LPM ini yang menjadi persoalan,” tandasnya.

Susrama menilai, dikarenakan ada diskresi hukum, sebaiknya Bupati Jembrana membuat surat keputusan yang mana akan diacu apakah Permendagri nomor 18 tahun 2018 atau perda nomor 10 tahun 2007, dikarenakan disini ada pertentangan pasal. Apalagi di Banjar Tengah sudah ada proses perjaringan dengan menggunakan perda dan peraturan bupati yang lama.

“Ketika ada masyawarah utama di masyarakat kan itu yang lebih diutamakan. Karena demokrasi keputusan politik itu adalah musyawarah mufakat, apalagi ada diskresi hukum ketika terjadi pertentangan pasal didalam hirarki perundang-undangan itu adalah musyawarah mufakat. Saya sepakat mengutamakan musyawarah mufakat ketika tahapan itu sudah dilaksanakan dan tergantung lurah yang membuat keputusan dan penetapan,” pungkasnya. (BB)