9 Modus Kecurangan Pencoblosan, Begini 'Langkah Antisipasi' Tim Mantra-Kerta

  05 Juni 2018 POLITIK Denpasar

Tim MK

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Tim pemenangan pasangan calon gubernur Bali nomor urut 2, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra - Ketut Sudikerta terus menyiapkan langkah strategis mengawal suara saat pencoblosan 27 Juni 2018 mendatang. 
 
Untuk itu, sejumlah relawan yang tergabung dalam Poros Muda menggelar diskusi bertajuk tema:  "Mengawal Pilkada Bali yang Bersih, Jujur, Adil,  dan Bermartabat" pada Selasa (5/6/2018) di Rumah makan Bendega Denpasar. 
 
Hadir sebagai pembicara yakni Ketua Badan Pengamanan Saksi Koalisi Rakyat Bali (KRB) I Gusti Putu Wijaya. Dalam pemaparannya Wijaya menekankan mengenai modus operandi kecurangan baik sebelum, saat dan setelah pencoblosan. 
 
Politisi Golkar ini menekankan setidaknya ada 9 modus kecurangan saat pencoblosan. Pertama, pembagian surat undangan mencoblos (C6) tidak terdistribusi dengan baik. Menurut Wijaya, berdasarkan pengamatan dari waktu ke waktu C6 yang tidak terbagikan bisa mencapai 30 persen.
 
"Formulir C6 ini sering disalahgunakan pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk melakukan kecurangan," kata Wijaya. 
 
Kadang pemilih menjadi apatis hanya karena tidak mendapat C6. Walau bisa mencoblos mengunakan KTP tapi tidak cukup membantu. Sebab waktunya terbatas setelah pukul 12.00 Wita. 
 
Kedua, kecurangan dari sisi letak bilik suara. Dimana bilik suara berada pada posisi yang sulit terpantau. Demikian pula dengan letak kotak suara. 
 
Ketiga, saat perhitungan suara tidak diperkenankan surat suara ditumpahkan sekaligus. Kerap kali saat ditumpahkan sekaligus lalu dibuka untuk mengetahui apa yang dicoblos pemilih. 
 
 
Penghitung suara yang curang akan merusak suara dengan menekan kukunya ke surat suara sehingga jadi tidak sah. Membuka surat suara kemungkinan oknum nakal merusak surat suara sehingga menjadi tidak sah.
 
Keempat, intimidasi di luar TPS. Intimidasi adalah pola kecurangan yang sering terjadi. Di mana ada orang tidak bertanggung jawab memaksakan pilihan pada paslon tertentu. 
 
"Intimidasi dapat menimbulkan rada takut sehingga batal mencoblos paslon yang didukung atau keengganan datang ke TPS," ungkap Wijaya.
 
Kelima, tata letak dibuat sedemikian rupa sehingga saksi memunggungi papan perhitungan C1 plano. Sehingga meskipun disebut nomor paslon tertentu tapi yang ditulis perolehan suara paslon lain.
 
Keenam, pemanggilan pemilih tanpa  menyebut nama. Kemungkinan yang memilih tersebut adalah joki. Karena itu saksi berhak mendapat daftar pemilih tetap dari KPPS. Sehingga antara daftar pemilih dan orang yang mencoblos sesuai.
 
"Nama pemilih wajib disebutkan, saksi juga berhak meminta daftar pemilih. Jika tidak diberikan maka bisa dipersoalkan," kata Wijaya. 
 
Keenam, letak formulir C1 yang tidak terlihat saksi. Ketujuh, penulisan C1 plano tidak sesuai formulir C1. Padahal C1 plano yang akan digunakan untuk perhitungan di tingkat kecamatan. Apabila tidak sesuai maka dapat dipastikan telah terjadi penyimpangan-penyimpangan.
 
Wijaya mengatakan berbeda dengan tahun sebelumnya, saat ini Bawaslu menempatkan pengawas sampai ke tingkat TPS. Hal ini untuk memastikan pilkada dapat berjalan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan dan adil (LUBER dan Jurdil). Masyarakat juga diharapkan berpartisipasi aktif mengawasi jalannya pencoblosan.
 
"Mari kita awasi bersama-sama sehingga kedaulatan rakyat dalam menyampaikan suara sesuai undang-undang dapat berjalan baik tanpa adanya kecurangan," pinta Wijaya mengakhiri.(BB).