Tingginya Kasus Bunuh Diri di Jembrana Ternyata ini Penyebabnya!

  05 Juni 2017 PERISTIWA Jembrana

Ilustrasi

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Jembrana. Tingginya kasus bunuh diri dengan cara gantung diri di Jembrana, ternyata menjadi perhatian serius banyak kalangan. Termasuk PHDI Jembrana yang sangat menyayangkan tingginya kasus ini di Jembrana.
 
Ketua Pengurus Harian PHDI Kabupaten Jembrana, I Komang Arsana mengaku sangat menyayangkan banyaknya warga Jembrana yang nekat mengakhiri hidupnya dengan cara “Ulah Pati” atau bunuh diri. 
 
Bahkan dalam lima bulan berjalan, belasan warga Jembrana telah menjadi korban bunuh diri dengan cara gantung diri dengan latar belakang permasalahan yang berbeda. 
 
Lanjutnya, dengan semakin meningkatknya angka bunuh diri di Jembrana dan keseluruhan korbannya adalah umat Hindu, perlu mendapat perhatian serius dari tokoh-tokoh agama Hindu. 
 
Dikatakannya, melalui acara mimbar Agama Hindu di stasiun-stasiun radio sebenarnya telah seringkali memberikan himbauan-himbauan kepada umat untuk meningkatkan keimanan (sradha). Salah satunya menghindari perbuatan-perbuatan negatif seperti ulah pati.  
 
Menurutnya, faktor yang menjadi penyebab seseorang nekat menghakhiri hidupanya dengan cara bunuh diri atau gantung diri adalah adanya tekanan emosional dan psikologis yang mempengaruhi akal sehat (nalar) seseorang.
 
Jika ini terjadi, seseorang menjadi gelap mata dan memilih menghakhiri hidupnya sendiri. Secara umum menurutnya pelaku dan juga korban bunuh diri tidak bisa mencurhakan apa yang dirasakan dan dialami kepada orang-orang terdekat sehingga mengambil jalan pintas.
 
Menurutnya, bunuh diri dalam tatanan dresta di Bali tergolong sebagai ulah pati yang merupakan kematian yang dicari sendiri dan bukanlah merupakan kematian yang disebabkan oleh baya pati seperti kecelakaan. Alih pati setidaknya terjadi karena adanya niat dari pelakunya.  
 
Ia pun menyebut sebagai kematian yang tidak wajar, kematian karena ulah pati ini secara niskala berdampak pada menyengsarakan jiwa (roh/atman) yang semestinya kembali dan menyatu pada asalnya (brahman) atau dengan kata lain pitara (roh) akan menjadi sengsara, tersiksa dan tidak tenang. 
 
Selain itu secara sekala sekala pihak keluarga yang ditinggalkan jelas juga akan menerima dampaknya mulai dari kedukaan bahkan merasakan kesengsaraan hidup di dunia. Sehingga ulah pati ditegaskannya memang tidak diperbolehkan dalam ajaran agama Hindu karena berdampak pada korban dan keluarganya serta tidak dibenarkan secara sekala dan niskala.
 
Agama Hindu dikatakannya mengajarkan bahwa kehidupan di dunia merupakan sebuah hukuman sesuai karma masing-masing sehingga menjalani kehidupan di bumi dengan melakukan perbuatan baik.
 
Sehingga atman (roh) bisa terbebas dan menyatu kepada Brahman. Apabila melakukan ulah pati maka kebenarannya pati menurutnya akan dipertanyakan sekala maupun niskala bahkan diragukan secara kodrati (karma).  
 
Menurutnya secara niskala terjadinya kasus-kasus ulah pati juga bisa dikarenakan ketidakharmonisan hubungan dengan para leluhur yang seharusnya bisa disadari dan diperbaiki. 
 
Kendati rutin telah dilakukan upara pecaruan bhumi sudha namun  ketika keluarga tidak memperhatikan sekala niskala juga kasus ulah pati bisa saja terjadi. Sehingga menurutnya keluarga memiliki peranan penting memperhatiakn anggota keluarganya sehingga tidak mersa sendiri dalam menanggung beban hidup yang memicu tekanan psikologis dan emosional.
 
“Selain itu, juga diperlukan penguatan keyakinan beragama sehingga kuat untuk menghadapi tantangan hidup,” terangnya, Senin (5/6/2017).
 
Kendati dalam ajaran agama Hindu korban ulah pati secara niskala bisa disucikan dengan berbagai rangkaian upara ritual, namun akibat ulah pati pasti akan berdampak pada kehidupan selanjutnya karena karma wesana tetap akan melekat dan harus dibawa. 
 
Bahkan ia menuturkan puluhan tahun lalu seusai dresta di desa pakraman, korban ulah pati juga mendapat sanksi yakni tidak boleh dilakukan upacara pengabenan dalam waktu yang cukup lama yakni tiga sampai lima tahun. 
 
Kini pihaknya berharap kepada Desa Pakrama juga memperhatikan kasus-kasus ulah pati secara sekala dan niskala salah satunya lebih meningkatkan pemahaman umat untuk meningkatkan sradha.(BB)