Pengaturan PHR Harus Tiru UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

  25 November 2016 PERISTIWA Denpasar

Baliberkarya.com/ist

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Pengaturan pajak hotel dan restoran (PHR) di Provinsi Bali harus dilakukan seperti Undang-Undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Sebab, yang dilakukan selama ini dirasakan sangat tidak adil. Hal itu diungkapkan Sekretaris DPD Partai Golkar Provinsi Bali, Dr. Nyoman Sugawa Korry, menanggapi keinginan Pemkab Badung untuk mendistribusikan sendiri penyisihan PHR ke enam kabupaten.
 
Ia mengatakan, berkenaan dengan keinginan Pemkab Badung untuk mendistribusikan langsung penyisihan PHR dari Kabupaten Badung langsung ke enam kabupaten di Bali, yang didukung oleh Fraksi PDIP dengan pasang badan, Golkar berpandangan, sepanjang itu didukung oleh mekanisme yang dibenarkan oleh aturan yang berlaku.
 
Sugawa juga mengingatkan, janganlah bentuk penyisihan PHR tersebut sebagai bentuk belas kasihan, karena PHR itu diperoleh Pemkab Badung sebagai akibat dari keberhasilan pengembangan sektor pariwisata Bali secara komprehensif.
 
Dikatakan, Badung tidak mungkin meraup PHR sebesar seperti saat ini, tanpa dukungan riil dari kabupaten/kota di Bali. Karena kebijakan pemerintah Bali yang menempatkan segala fasilitas yang lengkap di Bali selatan ini, sehingga hotel-hotel dan restoran cenderung didirikan di wilayah Badung. Motivasi penyisihan PHR ini hendaknya atas dasar kesadaran dan rasa bersyukur bahwa pariwisata bisa maju dan berkembang karena dukungan dati seluruh kabupaten dan kota serta seluruh masyarakat Bali.
 
Sugawa mengatakan, Golkar akan berjuang pengaturan PHR diberlakukan seperti yang diatur dalam UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Di mana, kata dia, pendapatan yang bersumber dari PHR hendaknya diatur melalui UU sebagai sumber bagi hasil yang diberikan juga kepada daerah-daerah atau kabupaten/kota pendukung pariwisata. “Sama seperti pendapatan dari sektor kehutanan atau pertambangan, yang melalui UU wajib diberikan kepada kabupaten/kota di sekitarnya sebagai pendukung. Karena itu perintah UU jelas wajib hukumnya, dan tidak karena belas kasihan,” katanya.
 
Politisi asal Banyuatis, Buleleng ini juga mengatakan, ke depan pola pemungutan PHR dan pendistribusian PHR harus dikaji dengan sebaik-baiknya, karena sangat tidak adil. Di satu sisi, satu kabupaten/kota yang karena ketersediaan fasilitas dan kebijakan Pemprov mengakibatkan hotel dan restoran numplek pada daerah itu saja, sehingga PHR terkonsentrasi di daerah itu saja. Padahal wisatawan menikmati Bali secara keseluruhan, sehingga kabupaten yang hanya dinikmati dan dikunjungi hanya menerima sampahnya saja, dan di tempat mereka nginap dan makan menerima PHR begitu berlimpah. (BB)