Nasib Terkini Bikini Atoll, Lokasi Uji Coba Bom Atom

  17 Juli 2017 PERISTIWA International

baliberkarya.com/ist

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Internasional - Dahulu kala, Bikini Atoll dikenal sebagai pulau surga di Samudra Pasifik. Hingga pada 1946, penduduknya diusir, tanah yang indah lagi subur itu diubah jadi tempat pengujian bom atom milik Amerika Serikat.

 

Total ada 23 senjata nuklir yang dijatuhkan di sana, termasuk pada 1954, yang kekuatannya 1.100 kali lebih besar dari bom atom 'Little Boy' yang diledakkan di Hiroshima yang efeknya membuat Jepang bertekuk lutut di penghujung Perang Dunia II.

 

Tak hanya kehancuran yang diakibatkan uji coba nuklir beruntun itu. Pada 1978 para ilmuwan memutuskan Bikini Atoll tak aman dihuni karena efek radiasi, di mana kandungan caesium-137 dalam tubuh manusia 11 kali lipat dari level aman.

 

Evakuasi kembali dilakukan terhadap penduduknya yang terlanjur pulang pada tahun 1970.

Saat ini, 70 tahun setelah AS mengakhiri uji coba nuklir di sana, bagaimana kondisi Bikini Atoll?

 

 

Seperti dikutip dari The Guardian, Sabtu 25 Juli 2017, sebuah tim akademisi dari Stanford University belakangan mengunjungi lokasi tersebut. 

 

Mereka mengaku terkejut bukan kepalang saat menemukan kehidupan laut berkembang dan melimpah di kawah-kawah bekas hantaman bom atom di Bikini Atoll.

 

Steve Palumbi, profesor ilmu kelautan di Stanford University mengatakan, efek keracunan radiasi pada kehidupan laut tidak pernah dipelajari secara mendalam sebelumnya.

 

Penelitian awal timnya menemukan, makhluk-makhluk laut memiliki 'daya tahan luar biasa'. Mereka ternyata sangat tangguh.

 

 

Para ilmuwan sebelumnya melakukan studi di bekas ledakan nuklir di Chernobyl. Mereka menemukan hewan-hewan yang cacat atau mengalami mutasi.

 

Namun, penelitian awal ilmuwan Stanford menunjukkan, biota laut di Bikini Atoll bernasib jauh lebih baik.

Tim yang dipimpin Steve Palumbi menemukan ekosistem beragam yang berada di dalam dan sekitar kawah bom, misalnya coral atau terumbu karang sebesar mobil, juga ratusan kumpulan ikan termasuk tuna, hiu, dan kakap.

 

Sementara, kepiting kelapa (coconut crab) memetik dan mengonsumsi buah kelapa yang mengandung radioaktif.

Palumbi mengatakan, secara kasat mata, para kepiting, ikan, dan terumbu karang di Bikini Atoll terlihat normal dan sehat.

 

Bahkan, sejumlah terumbu karang terlihat sudah ada di sana lebih dari satu dekade -- ada bukti mereka mulai tumbuh sekitar 10 tahun setelah bom-bom terakhir dijatuhkan.

 

"Laguna itu penuh dengan kumpulan ikan yang berkeliling di sekitar terumbu karang hidup. Anehnya, mereka justru dilindungi sejarah tempat ini, populasi ikan di sana dalam kondisi lebih baik dari tempat-tempat lainnya karena mereka tak tersentuh. 

 

Hiu-hiu jumlahnya banyak, terumbu karangnya besar-besar," kata Palumbi. "Bikini Atoll menjadi lingkungan yang luar biasa, dan itu cukup mengherankan."

 

Tim yang dipimpin Palumbi kini fokus untuk menyelidiki terumbu karang dan kepiting kelapa -- yang ukurannya besar-besar-- yang menunjukkan usia mereka yang panjang. Ilmuwan berniat menyelidiki efek paparan radiasi pada DNA hewan.

 

Karena ikan memiliki rentang hidup relatif pendek, diduga kuat ikan yang terkena dampak terburuk mati beberapa dekade yang lalu.

 

Sementara, ikan yang hidup di Bikini Atoll belakangan ini terpapar radiasi level rendah -- apalagi mereka kerap berenang masuk dan keluar atol itu.

 

"Menjatuhkan 23 bom atom adalah hal paling merusak yang pernah kita lakukan pada laut dan segala isinya. Namun laut berjuang untuk hidup kembali," kata Palumbi.

 

"Faktanya ada kehidupan di sana. Makhluk-makhluk itu sedang mencoba untuk bangkit dari hal paling kejam yang pernah kita lakukan.”(BB/Lcom)