Mih Dewa Ratu, Dulu Gagah Perkasa Berjuang, Sekarang Dilupakan dan Hidup Memprihatinkan

  16 Agustus 2020 PERISTIWA Jembrana

Ket Poto : Wayan Keneng, mantan pejuang yang tidak terdaftar sebagai anggota Vetran hidup memperihatinkan

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Jembrana. Wayan Keneng dan Wayan Suasa, adalah dua warga Desa Pengragoan, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana Bali. Usia mereka berkisar 90 tahun bahkan bisa lebih karena mereka tidak ingat dengan usia yang sebenarnya.

Kondisi dua warga renta ini sungguh memprihatinkan, hidup dengan kemiskinan dalam rumah yang sangat sederhana. Mereka sudah tidak mampu bekerja, maklumlah usianya sudah sangat uzur dan sudah mulai pikun-pikunan. Hari-harinya lebih banyak dihabiskan di tempat tidur.

Untuk kebutuhan sehari-hari, pekak (kakek) ini hanya mengharapkan uluran tangan anak-anaknya dan saudara-saudaranya yang menjaga dan merawatnya dengan baik serta penuh kasih sayang. Kadang pula para tetangga rela bernagi buat mereka.

Istri Wayan Suarta, mantan pejuang yang tidak terdaftar ditemani Kadus Pasut saat menerima bantuan dari KRJ.

Meskipun mereka sudah mulai pikun-pikunan, tapi mereka masih ingat pengalaman hidupnya sewaktu masih remaja dan beranjak dewasa. Bahkan dia sangat lancar mengisahkan kisah perjalanan hidupnya di masa penjajahan.

"Dulu saya ikut berjuang melawan penjajah. Saya berjuang cukup lama bersama kakak saya dari sebelum Indonesia merdeka sampai akhirnya merdeka," tutur Wayan Keneng ditemui redaksi, di rumah sederhananya, Minggu 16 Agustus 2020.

Dia mengaku berjuang untuk kemerdekaan RI dari jaman Jepang dan Belanda. Dia juga mengaku sering terlibat pertempuran. Dalam perjuangan itu, dia hanya membawa bambu runcing dan senjata tradisonal lainnya, seperti parang dan keris.

Hingga akhirnya perjuangannya tidak sia-sia. Indonesia bisa merdeka seperti sekarang ini. Dari awal perjuangan hingga Proklamasi Kemerdekaan dibacakan Soekarno, dia mengaku sangat bangga telah ikut andil dalam perjuangan. Bahkan untuk kemerdekaan waktu itu dia siap berkorban jiwa raga.

"Makanya setiap saya melihat Bendera Merah Putih berkibar, saya selalu meneteskan air mata. Saya sangat terharu membayangkan bagaimana perjuangan dulu para pejuang melawan penjajah," imbuhnya dalam bahasa Bali.

Namun kini, kisahnya itu hanya menjadi catatan di hatinya yang paling dalam. Rasa bangga sebagai mantan pejuang terus berkobar, terlebih saat bangsa ini memperingati HUT Kemerdekaan RI. 

"Biarlah hanya saya yang tahu kisah perjuangan saya saat masa penjajahan. Saya sangat bangga meskipun saya tidak terdaftar sebagai Vetran pejuang," ujarnya lirih.

Wayan Keneng memang tidak terdaftar sebagai Vetran Pejuang sehingga dia tidak dapat santunan dan penghargaan. Pernah dia mempercayakan untuk pengurusan surat-suratnya sebagai syarat yang dibutuhkan agar terdaftar sebagai Vetran. 

Namun entah kenapa justru dia tidak terdaftar, padahal surat-suratnya sudah lengkap. Sedangkan kakaknya yang sama-sama berjuang nasibnya lebih bagus, terdaftar sebagai Vetran Pejuang.

Hal yang sama juga dialami oleh Wayan Suarta. Sayangnya saat redaksi menyambanginya, kakek renta ini sedang tidak di rumah, hanya ada istrinya. Namun lewat penuturan Kepala Dusun setempat Suarta memang dulunya pejuang, tapi tidak terdaftar karena terkendala surat-surat.

Menurut Kepala Dusun Pasut, Wayan Suarta kini hidup sangat sederhana bersama istrinya di perkampungan yang sangat jauh dengan kota. Jalan menuju rumahnya sangat terjal dan berkelok dan masih harus ditempuh dengan berjalan kaki.

Wayan Suarta menurut Kadus Pasut, Desa Pengragoan, saat ini hidup bertani dengan mengolah kebun milik orang lain. Hasilnya tidak seberapa, tapi cukup untuk makan sehari-hari berdua. Sementara anak-anaknya tinggal terpisah.

Kedua mantan pejuang ini juga sempat dikunjungi oleh Komonitas Relawan Jembrana (KRJ). Selain mengunjungi kedua mantan pejuang yang hidup memprihatinkan ini diberikan bantuan sembako dan sedikit dana.(BB)