Merasakan Sensasi Loloh Pak Oles di Warung Bokashi Waribang

  07 April 2019 EKONOMI Denpasar

GNW for Baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Wisatawan  mancanegara dalam  liburan di Bali kini mulai tertarik  menikmati minuman  herbal Loloh Pak Oles yang disajikan pihak hotel dan restoran setempat. Ratusan hotel dan restoran yang berjejer di sepanjang Pantai  Kuta dan Nusa Dua, Kabupaten Badung menyajikan minuman tradisional itu secara berkesinambungan. Minuman dalam bentuk kemasan tanpa bahan pengawet bisa bertahan selama 7 hari sangat diminati pelancong maupun masyarakat. Loloh Pak Oles itu mulai diproduksi sejak medio  2015. 
 
 
“Sekitar 60 persen hotel dan restoran di Kuta dan Nusa Dua telah berlangganan loloh, meski jumlahnya belum secara besar-besaran,” tutur Komang Dharma (38), staf produksi Herbal Loloh, yang merupakan salah satu unit produksi PT Karya Pak Oles Group di Sidakarya, Denpasar Selatan, Minggu (7/4).
 
Pria asal Desa Abang, Kabupaten Karangasem yang sejak puluhan tahun telah bekerja di perusahaan Pak Oles itu sebelumnya merawat aneka jenis tanaman bahan obat-obatan, termasuk bahan baku  loloh di  Pak Oles Green School (POGS) Waribang, Sanur Denpasar. Lahan seluas 40 are itu merupakan Kebun Percontohan Tanaman Obat Bokashi Farm PT. Karya Pak Oles Tokcer (KPOT), sebuah kawasan terpadu yang fungsinya satu sama lain saling mendukung. 
 
Selain aneka jenis tanaman obat, lokasi yang tertata apik dan menghijau itu disulap menjadi objek wisata dengan panorama alam berlatarbelakang Pantai Sanur. Juga ada kandang dengan sejumlah ternak sapi menjadi daya tarik pengunjung, terutama anak-anak seusia taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD). 
 
 
 
“Awalnya restoran di Waribang, Sanur menghidangkan minuman loloh yang ternyata sangat disenangi konsumen, bahkan sampai kewalahan melayani,” tutur Komang Dharma.
 
Atas Kondisi itu  I Gede Ngurah Wididana, Dirut PT Karya Pak Oles Group yang akrabi Pak Oles mengembangkan herbal Loloh dalam bentuk kemasan. Pengembangan herbal Loloh sebagai unit usaha baru itu dilakukan mulai pertengahan tahun 2015 dengan lokasi di Jalan Pendidikan Sidakarya, Denpasar Selatan. Produksi setiap bulannya bervariasi antara 5.000-10.000 botol, masing-masing dengan ukuran kecil yakni 330 meliliter. Pembuatan herbal loloh itu menggunakan dua unit mesin kecil, setelah bahan-bahan disiapkan hanya membutuhkan waktu 30 menit, sekali produksi untuk 80 botol.
 
Dengan begitu produksi selama ini 5.000-10.000 botol per bulan masih bisa ditingkatkan, jika pemasarannya lancar dan bahan baku tersedia dalam jumlah mencukupi. Namun sering kali menghadapi hambatan kekurangan bahan baku terutama pada musim kemarau. Bahan baku yang didatangkan secara berkesinambungan dari Kebun Percontohan Tanaman Obat di Waribang 40 are dan kebun Pak Oles di Sibang, Abiansemal 27 are.
 
Untuk setiap pembuatan  80 botol herbal loloh itu membutuhkan bahan baku 2,5 kg daun  katu (kayu manis), 0,7 kg daun bluntas, 0,7 kg daun blimbing buluh dan 1,5 kg daun daluman dan buah markisar untuk bahan pemanis secara alami. Semua bahan baku disiapkan dengan baik mulai dari proses pemilahan daun, membersihkan dengan mencuci dan proses campuran menggunakan timbangan, dengan menekankan faktor kebersihan, sesuai ketentuan dan persyaratan dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). 
 
 
 
Pengawas Bahan Baku Tanaman Obat,  I Nyoman Dharma Asmara (53) menjelaskan, pengadaan bahan baku untuk herbal loloh maupun produk obat tradisional lainnya dipasok dari Kebun Percontohan Tanaman Obat di Waribang 40 are dan kebun Pak Oles di Sibang, Abiansemal 27 are. Mengatasi kekurangan bahan baku herbal loloh terutama pada musim kemarau dilakukan jalinan kerja sama dengan petani di sekitar kedua kebun tersebut. Kerjasama dengan petani itu selama ini mampu mengatasi kekurangan bahan baku dan petani dapat menikmati keuntungan.
 
Kerjasama yang saling menguntungkan itu, karena petani dapat menjual daun kayumanis Rp 30.000 per kg, daun bluntas Rp 10.000, daun belimbing buluh Rp 10.000 per kg dan daun daluman Rp 30.000  perkg. Ayah dari dua putri itu selain bertanggungjawab terhadap kelangsungan bahan baku berbagai jenis produk yang berbasis obat-obatan tradisional itu juga sebagai instruktur dan staf ahli pada jasa pelatihan pertanian organik (IPSA) di Desa Bengkel, Kabupaten Buleleng. Suami Ni Putu Darmini telah bergabung dengan perusahaan Pak Oles sejak 1992 dan pernah menjabat sebagai kepala diklat IPSA periode 1996-2005. 
 
“Saya tetap kerja dengan baik di manapun ditugaskan, demi kemajuan perusahaan,” tutur Nyoman Dharma Asmara.(BB)