Diduga Macet Bayar Sewa Tanah Gilimanuk, BPK Temukan Penyimpangan Ratusan Juta 

  04 Oktober 2021 PERISTIWA Jembrana

Ket poto : rapat Pansus Hak lahan Kelurahan Gilimanuk

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com - Jembrana, Disinyali terjadi kemacetan pembayaran sewa tanah dari tahun 2012 sampai 2018 total sebanyak 870 juta di Kelurahan Gilimanuk, hal tersebut menjadi temuan BPK.  Untuk mencari solusi dan memecahkan benang kusut yang ada di Kelurahan Gilimanuk tersebut. 

Tim Pasus DPRD Jembrana tentang hak lahan di Kelurahan Gilmanuk yang didirikan pada tahun 2017 tersebut mengadakan rapat dengan legislatif Pemkab Jembrana. Di ketuai oleh Anggota Komisi III I Ketut Sudiasa SE mengadakan rapat dengan legislatif Pemkab Jembrana yang di pimpin Asisten III Made Dwi Maharimbawa bertempat di ruang rapat kerja DPRD Kabupaten Jembrana.

Saat dikonfirmasi awak media, Ketua Pansus Hak Lahan Kelurahan Gilimanuk I Ketut Sudiasa SE mengatakan, pansus lahan di Gilimanuk terbentuk karena ada permasalahan disinyalir antara pengontrak, yang tanah di sewa masyarakat. Dengan sewa yang diterima itu berbeda, sampai muncul temuan 870 juta temuan BPK.

"Saat rapat tadi, menurut bagian penagih diinformasikan tidak maksimal, kemudian pendataan juga tidak maksimal, oleh karena itu, pansus bagaimana bisa  dimaksimalkan. Data itu harus disinkronkan antara tanah berapa yang disewakan, kemudian ujung-ujungnya sewa tidak bisa diterima nantinya dengan tarif yang ditetapkan itu," terangnya.

Penyewaan tanah di Gilimanuk, lanjut Sudiasa hingga tahun 2021 ini sudah habis kontraknya, dimana dikontrakan selama 20 tahun sudah berjalan. Di tahun berikutnya supaya clear dulu ini. "Permenkeu baru akan ada perubahan tarif, perubahan tarif itu ada di Perda 14 tahun 2011 tentang tata usaha bisa ditingkatkan untuk PHB yang lebih besar, untuk yang berikutnya ini yang kita harapakan," jelasnya.

Kemudian Yang terakhir, imbuh Sudiasa, disetiap 5 tahun itu ada isu politik yang menjanjikan akan menjadikan hak milik, jadi pihaknya serahkan kepada pihak bagian hukum di pemda. "Bisa gak? tapi ini kan milik negara kita, hanya pengelola lahan, dan itu tidak bisa carikan, mungkin dasar-dasar hukum yang lain supaya janji-janji politik dari pemerintah yang baru ini bisa terealisasikan," jelasnya.

Pihaknya sebagai dewan tidak mau dikatakan  menolak dari pada keinginan masyarakat itu sendiri, jadi diharapkan sosialisasi ketika dasar hukum yang tidak bisa diterima dari HGB menjadi hak milik. "Harus clear karena 2021 sudah diperpanjang, kalau dari kesan kami sudah temukan titik-titik benang kusut dari temuan-temuan. Kami juga bukan hanya diam diatas meja, tapi kami akan turun langsung ke lokasi," ucapnya.

Sementara itu Asisten III Made Dwi Maharimbawa mengatakan, temuan BPK tersebut masih tahap koordinasi, karena itu masih berlanjut antara penyewaan tanah, penyetoranya itu langsung dari masyarakat ke bank. "Hal tersebut tidak ada tembusan ke kita, tapi yang jelas hasil temuan dengan jumlah total 870 juta. Mulai tahun 2012 sampai dengan 2018. Setiap tahun ada perhitungannya," ujarnya.

Ia menambahkan, masyarakat yang ada disana itu benar-benar tahu baik dari secara prosedur maupun pemanfaatan lahan yang ada. Bahwa status lahan kemudian mekanisme yang harus dijalani, baik sebagai masyarakat  maupun pengusaha atau pengelola yang ada disana biar sama-sama mengerti, dan mengetahui bagaimana proses nya, itu saja.

"Dari total penyewa sebanyak seribu sekian, kadang ada yang tidak membayar sewa, dari total itu kami sinkronkan, dan kami tidak tahu karena langsung membayar ke bank," tutup Dwi.

Diketahui sebelumnya luas tanah yang merupakan milik pemerintah pusat tersebut dengan luas sebanyak 1.4497.670. M2 dan yang disewa oleh warga masyarakat Kelurahan Gilimanuk seluas 884.925 M2 dengan sebanyak 104 blok. Adapun  lahan yang di kavling sebanyak 2355, SPPI HGB sebanyak 1218, SPST 937, yang bersertifikat HGB sebanyak 38, yang tidak bersertifikat sebanyak 113. (BB)