Pancing Konflik di Berbagai Daerah

Tak Penuhi Regulasi, Komite II DPD RI Minta Transport Online Jangan Dibiarkan Dulu Beroperasi

  26 April 2017 PERISTIWA Denpasar

Baliberkarya.com/ist

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Keberadaan transportasi online atau Daring (Dalam Jaringan) di Indonesia memunculkan polemik tersendiri. Meski dibutuhkan masyarakat, kehadiran transportasi online justru ditentang oleh kelompok transportasi konvensional. 
 
Bahkan di beberapa daerah telah muncul demo besar-besaran dari transportasi konvensional yang mengarah adanya konflik dengan transportasi online. 
 
Komite II DPD RI menganggap permasalahan tersebut muncul karena sampai saat ini belum ada regulasi tegas pemerintah yang mengatur keberadaan transportasi online. 
 
 
Seperti diungkapkan, Ketua Komite II DPD RI, Parlindungan Purba dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Ruang Rapat Komite II DPD RI, Jakarta dengan Kemenhub yang diwakili Sesditjen Perhubungan Darat, Hindro Surahmat, dan Direktur Angkutan Multimoda Ditjen Perhubungan Darat, Cucu Mulyana, mengatakan bahwa keberadaan transportasi online memancing adanya konflik di beberapa daerah seperti Bandung, Yogyakarta, Medan, Tangerang dan Bali.
 
"Permenhub Nomor 32 Tahun 2016 (Sekarang direvisi jadi PM 26/2017, red) memang mengatur transportasi online wajib berbadan hukum, dan mengikuti ketentuan transportasi umum. Tetapi Permen ini belum mampu menjadi solusi atas polemik keberadaan transportasi online," ujarnya yang senada dengan Parlin, Senator asal Bali, Kadek Arimbawa juga menilai pemerintah belum secara tegas membuat regulasi mengenai transportasi online. 
 
Hal tersebut mengakibatkan muncul konflik di berbagai daerah. Dirinya mencontohkan adanya demo besar-besaran di Bali akibat munculnya transportasi online. Bahkan demo tersebut memunculkan adanya konflik antar pelaku transportasi. 
 
 
"Keberadaan demo yang tidak berakhir di Bali akan merusak citra pariwisata Bali yang juga berpengaruh terhadap pariwisata di Indonesia," ungkapnya. 
 
Kadek Arimbawa atau yang akrab disapa Lolak itu meminta agar keberadaan transportasi online didahului oleh adanya regulasi terlebih dahulu. Namun sampai saat ini yang terjadi transportasi online dibiarkan beroperasi tanpa adanya regulasi yang tegas dan mengikat. Hal tersebut tidak memberikan keadilan bagi transportasi konvensional. 
 
"Saya tidak menolak kemajuan teknologi ini, tapi aturannya dijalankan, baru menjalankan transportasi online-nya. Aturannya masih belum jalan, tapi transportasinya sudah jalan, ini yang salah," tegasnya.
 
 
Menanggapi hal itu, Sekertaris Direktorat Jenderal (Sekditjen) Perhubungan Darat, Hindro Surahmat akab menerima masukan itu yang nantinya akan dijadikan referensi untuk menindaklanjuti hal-hal yang belum dilakukan. 
 
Dalam paparannya di depan komite II, dirinya sudah memberikan seluruh informasi yang sudah Kemenhub lakukan. Sementara yang belum dilaksanakan akan jadikan masukan agar menjadi lebih baik lagi. "Misalnya kita harus melakukan sosialisasi lagi secara masif kepada seluruh daerah seperti Bali," kelitnya.
 
 
Sebelumnya, SetDitjen Perhubungan Darat mengatakan, masih ada aturan dalam Permenhub tersebut yang memerlukan masa transisi dan sosialisasi sehingga memerlukan waktu yang lebih panjang untuk menerapkannya. 
 
Materi yang dimaksud antara lain uji berkala kendaraan (keur), pemasangan stiker, sistem digital dashboard, penetapan tarif atas-bawah, kuota armada, pengenaan pajak, dan penggunaan nama di STNK berbadan hukum.(BB).