Mantan Penasihat KPK Ungkap Kriminalisasi Antasari Dirancang Orang Dekat Megawati

  16 Februari 2017 PERISTIWA Nasional

Istimewa

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Nasional. Eks penasihat KPK, Abdullah Hehamahua menyatakan, perancang krimininalisasi kasus mantan ketua KPK, Antasari Azhar adalah orang dekat Megawati.

Pernyataan itu ditulis oleh Abdullah untuk menjawab pertanyaan banyak orang tentang kasus Antasari dan hanya untuk kalangan terbatas. Dia karena itu menyesalkan, tulisannya itu kemudian beredar luas di publik.

BACA JUGA : Sukrawan dan Agus Sama-Sama Menang di TPSnya

"Itu memang tulisan saya karena saya ditanya banyak orang tentang kasus Antasari Azhar. Tapi saya tidak tahu, kenapa menyebar karena tulisan itu bukan untuk konsumsi publik," kata Abdullah.

Pesan berantai yang berisi delapan poin tulisan Abdullah tentang Antasari beredar di media sosial. Dalam pesan itu, selain menyatakan perancang krimininalisasi kasus Antasari adalah orang dekat Megawati,  Abdullah juga menyatakan: “Sekarang orang itu menjadi kepercayaan Jokowi dan menduduki posisi strategis.”

Berbicara di Bareskrim, kemarin, Antasari menyatakan dirinya "dikriminalisasi" oleh SBY. Dengan berterus-terang, dia menuding SBY berada di balik dugaan rekayasa kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen (mantan direktur PT Putra Rajawali Banjaran yang terbunuh pada tahun 2009).

Dia juga menyebut nama Hary Tanoesoedibjo, yang juga Ketua Umum Partai Perindo, sebagai utusan SBY yang menemuinya agar tidak menahan Aulia Pohan.

Sebelum menanggapi resmi lewat konferensi pers, SBY menanggapi pernyataan Antasari lewat Twitter. Dia antara lain menyebut, "Apa belum puas terus memfitnah & hancurkan nama baik saya sejak November 2016, agar elektabilitas Agus hancur & kalah."

BACA JUGA : Pilkada Buleleng: Hasil Perhitungan Sementara, PASS Unggul di Semua Kecamatan

SBY juga menulis, "Luar biasa negara ini. Tak masuk di akal saya. Naudzubillah. Betapa kekuasaan bisa berbuat apa saja. Jangan berdusta. Kami semua tahu."

Di bagian lain tulisannya, Abdullah menyebut, kasus Cicak-Buaya dan pembunuhan Nasrudin bukan diarahkan ke Antasari melainkan untuk menghilangkan eksistensi KPK. Tapi operatornya melihat Antasari adalah mata rantai terlemah dari lima komisioner KPK.



“Hal ini sesuai dengan hadits yang mengatakan, serigala hanya menyerang domba yang terpisah dari kelompoknya.”

Menurut Abdullah, Antasari adalah orang yang tidak taat asas terhadap SOP dan kode etik KPK sehingga terlempar dengan sendirinya. "Faktanya, setahun kemudian (setelah menjabat ketua KPK), dia terlempar keluar," katanya.

Karena itu, KPK menurut Abdullah tidak menunjuk pengacara bagi Antasari karena dia dinilai melanggar kode etik KPK.

Abdullah juga menyatakan, banyak orang KPK tahu bahwa Antasari bukan pembunuh, tapi mayoritas pejabat dan pegawai KPK tidak suka Antasari karena merusak tatanan dan budaya organisasi di KPK yang dibangun pimpinan KPK edisi pertama.

BACA JUGA : Bupati Eka Berusaha Minimalisir Bencana di Candikuning

"Penangkapan besan SBY dan mantan kapolri bukan prestasi Antasari karena penyelidikan mereka sudah selesai pada periode pimpinan KPK jilid satu, cuma belum sempat dieksekusi karena sudah habis masa jabatan mereka. Jadi tidak ada alasan SBY dendam ke Antasari," kata Abdullah.

Dia menerangkan, terpilihnya Antasari menjadi ketua KPK, juga dipermasalahkan oleh internal KPK. Untuk meyakinkan internal KPK, Abdullah meminta pegawai KPK memberi waktu enam bulan kepada Antasari untuk membuktikan bahwa dirinya pantas menjadi ketua KPK.

"Antasari adalah orang yang mudah tergoda dengan iming-iming jabatan. Oleh karena itu, beliau minta grasi setelah PK-nya ditolak MA. Maknanya dia mengaku salah," kata Abdullah.

Menurut Abdullah, Antasari (saat ini) digunakan untuk meraup suara untuk memenangkan Ahok, tapi di kubu Anies ada Chandra dan Bambang, dua mantan komisioner KPK yang lebih berprestasi di KPK dibandingkan Antasari.

"Jadi kawan-kawan harus mampu mengeskplor kedua tokoh (Bambang dan Chandra) ini dalam menghadapi Antasari," kata Abdullah. (BB/Rimanews).