Gagasan Winasa “JICA” Kembali Berkumandang

  11 Maret 2018 OPINI Jembrana

baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Jembrana. Pembangunan bandar udara di Buleleng yang masih tarik ulur belum ada kepastian. Hal tersebut membuat anggota dewan di Jembrana angkat bicara.
 
 
Menariknya, dewan memunculkan lagi gagasan mantan bupati Jembrana I Gede Winasa. Karena, mantan bupati Jembrana dua periode ini saat menjabat pernah mengagas pembangunan bandara di Jembrana dengan nama Jembrana internasional city airport (JICA).
 
Meski gagasan itu sudah sepuluh tahun lalu, mantan bupati dengan gelar profesor ini lebih tepat diterapkan di Jembrana. Hal tersebut disampaikan anggota DRPD Jembrana I Komang Adiyasa, setelah mengunjungi I Gede Winasa beberapa waktu lalu.
 
 
Dalam kesempatan itu, Winasa menyampaikan gagasan dan kritik dengan pro kontra rencana pembangunan bandara di Buleleng. Menurutnya, pembangunan bandara di Bali Utara memerlukan pembebasan 42 desa adat, termasuk pura desa pura puseh dan pura dalem.
 
Pembangunan bandara juga harus reklamasi ke arah laut 10 kilometer dengan biaya sangat tinggi. Dana yang dibutuhkan juga tidak sedikit diperkirakan total Rp 50 triliun.
 
"Satu Kabupaten Buleleng apa yang menjadi alasan memilih lokasi tersebut itu suatu hal yang tidak rasional," ujar Adiyasa kepada wartawan beberapa waktu lalu.
 
Secara ekonomi, pembangunan bandara di Buleleng justru merugikan. Karena menurut Winasa, kalau melihat pendapatan bandara dengan dua runway setahun hanya menghasilkan kurang lebih Rp 1 triliun.
 
 
keterangan : iustrasi desain rencana pemabngunan bandara di Buleleng (dok)
 
“Lantas, kapan break event point diperoleh?  Mungkin 50 tahun, apalagi bila menggunakan investor menjadi tidak layak bandara dibangun di Buleleng,” ujarnya.
 
Secara prinsip, politisi Partai Hanura ini setuju dengan penambahan bandara di Bali. Alasannya, Bali kunjungan wisatawan dengan transportasi udara 6 juta, harapan kedepan 15 juta setiap tahun. Sehingga perlu bandara dangan dua runway dan itu tidak mungkin di Bandara Ngurah Rai, jadi perlu ada bandara baru.
 
Karena itu, Adiyasa memunculkan gagasan Winasa pembangunan bandara di Jembrana, yakni Jembrana Internasional City Airport (JICA) yang dirancang 10 tahun lalu. Bandara JICA, yang digagas bupati dengan banyak rekor Muri ini diperkirakan hanya membutuhkan biaya konstruksi Rp 6,7 triliun, jauh lebih sedikit dari bandara yang diwacanakan akan dibangun di Buleleng.
 
Bandara JICA menurutnya memang lebih tepat, karena dari segi kebutuhan lahan sudah ada. Untuk bandara perlu lahan minimal 800 hektar, di Pekutatan yang dari dulu diwacanakan ada lahan 1200 hektar perkebunan karet dengan status HGU, jadi tidak perlu pembebasan lahan.
 
Dengan lokasi yang berada di ujung timur Jembrana, bandara JICA jika terwujud memungkinkan mendistribusikan kegiatan ekonomi di tiga kabupaten, Tabanan, Buleleng dan Jembrana.
 
Bandara ini juga memungkinkan kesempatan kerja. Lokasi bandara di Jembrana menjadi saringan atau filterisasi budaya, agar budaya Bali tetap ajeg untuk menunjang pariwisata budaya.
 
 
keterangan : ilustrasi bandara Internasional Ngurah Rai, Tuban
 
Dengan bandara pendukung bandara Gusti Ngurah Rai yang saat ini cukup padat, juga bisa membantu Badung, Denpasar dalam menyelesaikan masalah sosial. JICA pendukung Ngurah Rai untuk penumpang dan cargo internasional.
 
Bagaimana dengan aksesibilitas yang selama ini jadi masalah utama? Menurut Adiyasa, Winasa yang saat ini berada di hotel prodeo Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Negara ini, masih memiliki feasibility studi atau proposal jalan tol Jembrana - Denpasar sudah disiapkan.(BB)