Wisman Kagumi Drama Teatrikal Pluralisme Bali-Tiongkok

  08 Mei 2016 HIBURAN Gianyar

Baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com- Wisatawan mancanegara mengagumi pertunjukan drama teatrikal yang menggambarkan pluralisme budaya Bali dan Tionghoa bertajuk "Bali Agung".
 
"Pertunjukkannya menarik karena menggambarkan budaya Bali. Saya jadi lebih memahami nilai tradisi yang menjadi kaya dengan paduan budaya Tiongkok," kata wisatawan dari Mesir, Amer Kurain di Kabupaten Gianyar, Bali, Sabtu (7/5/2016).
 
Menurut wisatawan yang baru pertama kali ke Pulau Dewata itu, dirinya kerap menonton pertunjukan serupa namun drama teatrikal di Bali dinilai jauh lebih spektakuler karena digambarkan nyata sesuai dengan budaya dan tradisi dua negara berbeda.
 
Drama teatrikal yang ditampilkan di teater Bali Safari and Marine Park, di Kabupaten Gianyar itu mengisahkan Raja Sri Jaya Pangus yang jatuh cinta dengan Kang Ching Wie, putri cantik yang merupakan anak saudagar dari Tiongkok saat singgah di Bali.
 
Kedua pasangan beda negara itu akhirnya menikah dan disambut meriah rakyatnya.
 
Namun pernikahan tersebut dirundung kesedihan karena buah hati yang diidam-idamkan tidak kunjung hadir.
 
Raja kemudian memutuskan untuk pergi berlayar namun badai menerjang perahu sang raja hingga akhirnya ia terdampar.
Raja Sri Jaya Pangus terdampak dan kemudian bertapa di sekitar Danau Batur. Di tempat itu pula Ia bertemu dengan Dewi Danu, penguasa danau setempat.
Sang raja kemudian tidak bisa menolak kecantikan sang dewi. Mereka kemudian menikah dan dikaruniai putra.
 
Setelah bertahun-tahun tidak ada kabar dari sang raja, Kang Ching Wie akhirnya memutuskan untuk menyusul suaminya itu.
 
Klimaks dari drama tersebut menampilkan pertengkaran antara Dewi Danu dan Kang Ching Wie sekaligus menjadi salah satu adegan yang menghanyutkan emosi penonton.
 
Penguasa Batur yang melihat pertengkaran itu akhirnya melenyapkan Jaya Pangus dan Kang Ching Wie.
 
Drama tersebut ditutup dengan rakyat yang sedih kehilangan raja mereka dan memohon kepada Dewi Batur untuk membuat patung sakral melambangkan Raja Sri Jaya Pangus dan Kang Ching Wie.
 
Masyarakat Bali mengenal patung sakral tersebut dengan Barong Landung berwujud sepasang manusia.
 
Selama sekitar satu jam pertunjukan, pandangan para penonton seakan tidak bisa dialihkan dengan tata panggung, dekorasi berganti dan cahaya yang dibuat megah ditambah dengan kehadiran sejumlah satwa koleksi lembaga konservasi setempat mulai gajah, harimau hingga onta dan bebek.
 
"Tata panggung dan ceritanya hebat sekali. Saya sangat menikmati pertunjukan tradisi Bali itu," ucap wisatawan dari Australia, Courtney Fearn. (bb/ant)