Timbulkan Kerumunan Ditengah PPKM, Eksekusi Kedua Lahan Made Suka 'Kembali Ditunda' PN Denpasar

  23 Februari 2022 HUKUM & KRIMINAL Denpasar

Foto: Juru Bicara PN Denpasar Gede Putra Astawa dan surat penundaan eksekusi disampaikan bahwa eksekusi tanah 5,6 hektar di Ungasan ditunda sampai batas waktu tidak ditentukan.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Pengadilan Negeri (PN) Denpasar akhirnya menunda pelaksanaan eksekusi kedua tanah di Ungasan, Badung Bali yang rencananya akan digelar Rabu (23/02/2022). Hal itu lantaran eksekusi sebelumnya sempat mengundang reaksi dari beberapa tokoh masyarakat di Bali dan menjadi atensi publik.

Terkait penundaan untuk kedua kalinya ini, Juru Bicara PN Denpasar Gede Putra Astawa saat dikonfirmasi media menjelaskan seizin Ketua PN Denpasar Wahyu Iman Santosa serta Juru Sita PN Denpasar Mathilda Tampubolon, bahwa eksekusi ditunda sampai batas waktu tidak ditentukan.

"Pada prinsipnya pengadilan telah menerima surat dari Polresta (Polresta Denpasar) yang pada intinya menyampaikan atau isinya bahwa sehubungan dengan adanya PPKM maka pengamanan untuk eksekusi besok itu belum bisa dilakukan. Menyikapi hal itu pimpinan maupun petugas dari pengadilan akhirnya menunda untuk pelaksanaan eksekusi yang sedianya besok untuk waktu yang belum ditentukan," jelas Gede Putra Astawa kepada media di Denpasar, Selasa (22/02/2022). 

Lebih jauh Gede Putra Astawa mengatakan adapun terkait kemungkinan adanya penyelesaian mediasi kedua belah pihak, Lie Herman sebagai pemohon eksekusi dan ahli waris, Made Suka dan keluarga selaku termohon, Gede Astawa mengatakan mempersilahkan hal tersebut. 

"Kalau mediasi untuk kedua belah pihak tentu kita berikan di antara mereka silahkan. Namun demikian pengadilan menunggu hasilnya bagaimana, kalaupun tidak ada titik temu pengadilan tetap pada keputusan yang akan ditentukan oleh pimpinan sendiri seperti apa, untuk yang besok (hari ini, Rabu, 23/02/2022) kan sudah jelas adanya surat ini sehingga ditunda untuk sementara," katanya.

Atas penundaan eksekusi ini, Penasihat Hukum (PH) termohon, Siswo Sumarto alias Bowo mengapresiasi PN Denpasar akhirnya memutuskan menunda pelaksanaan eksekusi mengingat saat ini tengah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 di Bali. 

Foto: Juru Bicara PN Denpasar Gede Putra Astawa. 

Bowo berharap pihak PN Denpasar dapat memberikan waktu hingga ada mediasi antara pihak pemohon dan termohon untuk penyelesaian masalah ini.

Menurutnya, hal tersebut sesuai dengan saran dari Panitera Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Mathilda Tampubolon, saat penundaan eksekusi pertama tanggal 9 Februari 2022, yang menyarankan kedua belah pihak untuk dapat melakukan mediasi agar permasalahan yang terjadi bisa diselesaikan dengan baik. 

"Ya kita mohon, berikan waktulah untuk bisa mediasi. Sesuai dengan permintaan Ibu Mathilda tempo lalu (9 Februari 2022) agar  kedua belah pihak untuk melakukan mediasi. Nah, hal ini yang kita tunggu wacana itu yang kita tunggu dari pihak Lie Herman," paparnya. 

Lebih lanjut, Bowo berharap dengan pihak Lie Herman mau duduk bersama menyelesaikan masalah ini, sesuai dengan apa yang pernah dijanjikannya dengan pihak ahli waris sebelumnya, tidak memaksakan eksekusi demi menjaga kondusifitas kondisi, mengingat Bali adalah daerah pariwisata. 

"Di Bali ini kan satu jarum saja jatuh, dunia internasional melihat (perhatian dunia, red). Ahli waris hanya meminta apa yang menjadi haknya yang pernah dijanjikan. Ahli waris ini sudah jengah bolak-balik dibohongi," tandasnya.

Sementara itu, Made Suka sebagai pihak termohon menyampaikan, bagaimana pihaknya mengaku terjebak dengan saran dari termohon ketika pihaknya melakukan upaya hukum terbujuk tidak melanjutkan. Dimana saat itu pihaknya mengatakan dijanjikan kompensasi Rp 350 juta serta objek dibagi dua.

"Kami warga Bali sangat polos. Dimana saat ke kantornya pun mengikuti saran Pak Herman tidak didampingi pengacara. Kata Pak Herman biar tidak bayar pengacara lagi. Meski sekarang dipungkiri perjanjian hanya Rp 350 juta saja. Tapi kan gini, logikanya apa mungkin seseorang mau membuat perjanjian nilai tanah ratusan miliar dengan kompensasi hanya Rp 350 juta kalau tidak ada iming iming dibalik itu," pungkas Made Suka dengan raut muka sedih.

Sementara itu, dihubungi terpisah, Lie Herman selaku pemohon eksekusi tidak mengangkat sambungan telepon awak media yang menghubunginya untuk mengkonfirmasi. Bahkan pesan WA yang dikirimkan, ditanya terkait penundaan eksekusi Herman hanya menjawab singkat. "Pak bisa tanyakan ke Pengadilan," jawabnya singkat.(BB).