SPI Unud Tak Ada Paksaan, Ahli Buktikan Dakwaan JPU Tak Benar Ada Pungli dan Korupsi

  05 Januari 2024 HUKUM & KRIMINAL Denpasar

Sidang kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana (Unud) dengan terdakwa pegawai Unud yakni Ketut Budi Artawan dan Nyoman Putra Sastra pada Jumat 5 Januari 2024 di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana (Unud) dengan terdakwa pegawai Unud yakni Ketut Budi Artawan dan Nyoman Putra Sastra, digelar, Jumat 5 Januari 2024 di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar. 

Persidangan kali ini menghadirkan empat orang ahli diantaranya Dr. Andik Matulessy, M.Si, Psikolog (Ahli Psikologi Sosial) Dosen tetap (Lektor Kepala) Fakultas Psikologi UNTAG Surabaya, Dr. Dian Puji N. Simatupang, SH, MH (Ahli Keuangan Negara) Ketua Peminatan Hukum Keuangan Publik dan Perpajakan Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Ahli yang ketiga yakni Prof. Dr. Ridwan, SH., M.Hum. (Ahli Hukum Administrasi Negara) Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara FH UII dan ahli keempat Dr. Mahrus Ali, S.H., M.H (Ahli Hukum Pidana) Ketua Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum UII. Seperti persidangan-persidangan kasus SPI sebelumnya, semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terbantahkan oleh keterangan ahli. 

Nyoman Wicaksana Wirajati, SH., LL.M., selaku penasehat hukum terdakwa I Ketut Budi Artawan dan Nyoman Putra Sastra mengatakan pihaknya menghadirkan ahli psikolog sosial untuk membuktikan sejumlah hal, yaitu pertama terkait pengertian dari unsur dengan maksud atau dengan niat, atau dengan keinginan. Kemudian yang kedua juga ingin membuktikan unsur keterpaksaan, karena pada dakwaan JPU, ada unsur dipaksa terkait dengan 12 e, ada dengan memaksa.

Dari persidangan ini terbukti sesuai keterangan ahli bahwa dalam pemberlakuan pungutan dana SPI, memang betul tidak ada keadaan memaksa. Serta dari keterangan ahli dari psikolog sosial itu membuktikan bahwa keterpaksaan itu terjadi apabila orang itu tidak memiliki waktu yang cukup untuk berfikir secara rasional dan ditambah lagi adanya tekanan-tekanan atau ancaman-ancaman. 

Pengacara muda yang kerap disapa Wira ini menambahkan, selama ini para calon mahasiswa dalam memilih jalur mandiri itu, mereka memiliki cukup waktu. Bahkan mereka memahami dan menyadari bahwa, mereka memilih jalur mandiri itu karena mereka tidak lulus di tahap tahap sebelumnya sehingga akhirnya memilih jalur mandiri. 

Foto: Nyoman Wicaksana Wirajati, SH., LL.M., selaku penasehat hukum terdakwa I Ketut Budi Artawan dan Nyoman Putra Sastra.

“Di jalur mandiri ini tentu ada syarat - syarat yang harus dipenuhi. Dengan keterangan ahli ini tentu membuktikan kalau dalam SPI itu, tidak ada unsur paksaan seperti yang didakwakan JPU,” tegas Wira. 

Selain menghadirkan ahli psikolog sosial, sidang ini juga menghadirkan ahli keuangan negara yang mana dari keterangan ahli keuangan negara ini, juga membuktikan semua dakwaan JPU tidak benar. Karena, dari keterangan ahli, bahwa seluruh penerimaan, asalkan sudah masuk ke rekening yang sudah disetujui oleh kementerian keuangan, maka itu merupakan penerimaan yang sah. 

“Bahkan itu sudah menjadi PNBP, apalagi semua rekening yang dibayarkan oleh calon mahasiswa itu yang sudah disetujui oleh kementerian keuangan,” jelas jebolan hukum Singapura ini.

Tentu dalam hal ini SPI Unud, lanjut Wira bukan pungli, jika melihat keterangan dari ahli keuangan negara. Begitu juga, jika uang tersebut masuk ke rekening negara, seharusnya ini tidak ada unsur korupsi. 

“Apalagi dengan keuntungan untuk pihak lain, tentu hal ini tidak masuk dalam dakwaan Jaksa. Bahwa para terdakwa ini memberikan keuntungan ke orang lain atau dirinya, sampai saat ini belum bisa dibuktikan dengan kuat,” pungkas putra bungsu mantan Gubernur Bali Made Mangku Pastika ini.(BB).