Rugi Ratusan Miliar Perbulan, Peternak Rakyat Bali Keluhkan Pergub "Gabeng" Tak Tegas Dijalankan

  27 Agustus 2020 EKONOMI Badung

Peternak broiler mandiri yang tergabung dalam Peternak Rakyat Bali sampaikan aspirasi berharap Pemda Bali lindungi warga lokal dan jalankan dengan tegas Pergub Bali Nomor 6 Tahun 2013 tentang pola kemitraan dan Pergub Nomor 99 Tahun 2018.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Badung. Pandemi Covid-19 meluluhlantakkan berbagai sektor sehingga membuat daya beli masyarakat menurun drastis. Hal ini membuat himpunan peternak broiler mandiri yang tergabung dalam Peternak Rakyat Bali membuat usaha yang mereka jalani diambang kebangkrutan

Koordinator Peternak Rakyat Bali I Ketut Yahya Kurniadi mengakui disatu sisi saat ini produksi peternak mengalami surplus. Menurut Yahya, jika sebelum pandemi Covid-19 mewabah, serapan daging atau ayam cukup tinggi yakni bisa mencapai 200 ribu ekor per hari.

"Belakangan daya beli menurun drastis sedangkan produksi kami surplus 40 ribu sampai 50 ribu ekor. Sekarang serapannya jangankan setengah dari situasi normal kini cuma hampir 60 ribu ekor," tutur Yahya didampingi beberapa peternak mandiri kepada awak media, Kamis siang (27/08/2020).

Yahya mengaku apabila kondisi peternak mandiri ini dibiarkan terlalu lama seperti ini hingga menuju titik nadir, maka dikhawatirkan tak sedikit dari mereka akan bangkrut permanen.

"Kini kami sangat berharap bantuan Pak Kadis Peternakan dan Gubernur Bali agar dipertemukan dengan seluruh stakeholder memecahkan masalah ini. Kita tak ingin menang-menangan tapi agar semuanya bisa bertahan," harapnya seraya membeberkan kondisi riil para peternak peternak broiler mandiri saat ini. 

Ia mengakui saat ini harga pokok produksi (HPP) di Bali Rp.18.500,- per kilogram. Sementara harga ayam per hari ini Rp.8.000,- per kilogram, bahkan mencapai Rp. 5000,-. Ia menyebut kondisi ini sudah membuat peternak merugi Rp.10.500,- per ekor.

"Kalau kita hitung produksi sudah dibawah normal 140 sampai 150 ribu ekor per hari. Tapi karena serapan pasar hanya seratus, maka ini kami surplus 50 ribu. Kalau dihitung total kami merugi 100 milyar pak perbulan selama 6 bulan ini," ungkapnya sedih.

Yahya mewakili rekan-rekannya sesama peternak mandiri lokal Bali kini berharap agar pemerintah daerah maupun pusat ikut peduli untuk memberikan solusi yang terbaik sehingga peternak mandiri ini bisa bertahan meski dalam situasi sulit saat ini. 

Yahya juga menyoroti masih lemahnya penerapan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 6 Tahun 2013 tentang pola kemitraan dan Pergub Nomor 99 Tahun 2018 tentang pemanfaatan produk lokal. Dua pergub itu bertujuan untuk mengayomi para peternak mandiri ini, tapi kenyataannya dilapangan tidak demikian realitanya.

"Dua Pergub ini kami lihat belum jalan maksimal bahkan seperti "macan ompong". Seperti Pergub 99/2018, daging begitu gampang masuk ke Bali ketika belum ada pandemi. Sekarang makin parah ketika hotel restoran tutup, mereka justru ikut mengambil pasar becek, dimana ujung-ujungnya kami juga yang diserang," pungkasnya.(BB).