Konflik Obyek Tanah Redistribusi

Putusan Hakim "Nyatakan" 36 Petani Desa Tembok 'Sah' Pemilik Lahan

  10 Agustus 2017 PERISTIWA Buleleng

IWO

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Buleleng. Perjuangan 36 petani di Dusun Sembung, Desa Tembok, Kecamatan Tejakula, Buleleng, Singaraja akhirnya "berbuah manis". 
 
Pasalnya, setelah beberapa tahun tanah yang mereka tempati menuai konflik, kini 36 petani tersebut dinyatakan sebagai pemilik lahan yang sah oleh Pengadilan Negeri (PN) Singaraja. 
 
Mereka sebelumnya, digugat oleh beberapa oknum tertentu yang mengklaim pemilik sah atas tanah yang ditempati 36 petani tersebut. Sebelum gugatan diajukan oleh oknum yang mengklaim kepemilikan tanah tersebut, polemik ini sebenarnya sudah terjadi sejak 2014 lalu. 
 
 
Awalnya, oknum tertentu yakni, Ketut Astawa (75) warga Desa Bondalem, Nyoman Swidnyana (54) warga Desa Tembok, Gede Ngurah Widarta warga Singaraja, Putu Ridharta Kayua warga Kelurahan Banyuasri, dan Gede Mayura (76) warga Desa Bondalem, mengklaim sebagai pemilik sah atas tanah yang ditempati 36 petani tersebut.
 
 
Dalam Konflik itu, 36 petani tersebut bahkan sempat memintai pertolongan ke Anggota DPRD Buleleng tahun 2015 lalu untuk penyelesaiannya. Pasalnya, 36 petani ini mengaku sebagai pemilik sah tanah atas tanah obyek redistribusi yang dikuatkan sesuai SK Kepala Inspeksi Agraria Bali tanggal 5 februari 1965 No. A17/18/A/Agr/Bll.
 
"Dulu ada pembatasan memiliki lahan maksimal 9 Hektare. Dulu ada tuan tanah, setelah dicek itu lebih dari maksimal itu tanahnya, sehingga tanah itu diambil oleh Negara. Dari Negara-lah yang memberikan kepada petani-petani yang menggarap lahan itu dengan pemberian SK. Sah itu petani yang memiliki dan bisa disertifikatkan," kata Nyoman Sunarta selaku kuasa hukum 36 petani tersebut.
 
Dengan program landreform itu, namun keluguan ternyata ada di petani-petani tersebut. Sehingga, mereka tidak membuat sertifikat atas tanah tersebut, berdasarkan SK yang diberikan Pemerintah. Hingga akhirnya, para kelima orang yang mengklaim pemilik sah tanah itu yang merupakan keturunan pemilik asal tanah, mengajukan gugatan ke PN Singaraja dalam perkara No. 399, 400, 401, 453, 455, dengan Gugatan perbuatan melawan hukum dan pengosongan lahan.
 
 
Untuk gugatan No. 399 digugat oleh Gede Mayura menggugat 6 petani. Kemudian gugatan No. 400 digugat oleh Nyoman Swidnyana menggugat 7 petani. Dan, gugatan No. 401 digugat oleh Putu Ridharya Kayua menggugat 3 petani. 
 
Lalu, gugatan No. 453 digugat oleh Gede Ngurah Widarta menggugat 3 petani. Serta terakhir, gugatan No. 456 digugat oleh Ketut Astawa menggugat 15 petani.
 
Gugatan mereka masuk ke PN Singaraja, pada 22 September 2016 lalu. Luas lahan yang digugat oleh 5 penggugat kepada 36 petani yang selaku tergugat yakni masih dalam lingkaran areal lahan seluas 158,565 kektar yang sebelumnya dimiliki oleh Ketut Kadjar.
 
Namun pada Kamis (10/8/2017) sidang dalam agenda pembacaan putusan, PN Singaraja melalui Majelis Hakim yang diketuai oleh Cokorde Gde Artana, SH, MH yang juga Ketua PN Singaraja memutuskan, menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya. 
 
 
Putusan inipun akhirnya menguatkan para petani sebagai pemilik sah atas tanah obyek redistribusi, yang dikuatkan sesuai SK kepala inspeksi agraria bali tanggal 5 februari 1965 no. A17/18/A/Agr/Bll.
 
"Lewat putusan itu, menandakan para petani sah sebagai pemilik hak atas tanah-tanah yang disengketakan oleh para penggugat," jelas Made Sukerane yang juga selaku kuasa hukum 36 petani tersebut.
 
Sementara dari kuasa Hukum para penggugat memutuskan, untuk mengajukan banding atas putusan PN Singaraja ke Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar. 
 
"Atas putusan dari Majelis Hakim, kami mengajukan banding," ungkap Eko Sasi Kirono, dalam persidangan usai dibacakan putusan.
 
 
Putusan dari PN Singaraja inipun, disambut suka cita. Pasalnya, perjuangan beberapa tahun oleh para petani akhirnya membuahkan hasil. 
 
"Kami apresiasi putusan Majelis hakim. Kami sebagai masyarakat kecil hanya berharap keadilan. Tapi, kami puas dengan putusan hakim tadi. Meski akan ada lanjutan upaya hukum banding, kami siap kok dan kami yakin hukum akan berpihak pada masyarakat kecil," tandas Nengah Suarsana selaku koordinator para petani mengakhiri.(BB).