Polda Bali Dinilai Lamban Tetapkan Tersangka, Kuasa Hukum Korban DOK: Perkara Mudah, Saksi dan Alat Bukti Cukup

  04 Agustus 2022 HUKUM & KRIMINAL Denpasar

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Ratusan warga yang menjadi korban investasi bodong di PT DOK (Dana Oil Konsorsium) pada Kamis (5/8) mendatangi Senator Arya Wedakarna di Kantor DPD RI Renon Denpasar. Mereka diantar kuasa hukumnya Dewa Nyoman Wiesdya Dana Brata Parsana,SE,SH. dan diterima langsung Senator Arya Wedakarna yang akrab disapa AWK bersama staf ahli.

Kuasa hukum ratusan korban investasi ilegal DOK yakni Dewa Wiesdya Dana Brata Parsana,SE,SH. menyampaikan kedatangan kliennya untuk memohon kepada AWK yang membidangi masalah hukum di DPD RI ini agar membantu mempercepat menyelesaikan masalah dana mereka di PT DOK yang sampai kini tak bisa ditarik. 

Dalam pertemuan itu terungkap ada sekitar 5 ribu investor yang uangnya tertanam di DOK. “Klien yang saya tangani sesuai yang dilaporkan ke Polda baru 392 dengan nilai Rp22,6 miliar. Kalau ditotal ada 400-an yang saya tangani,” jelas Dewa Wiesya Danubrata Parsana.

Kuasa hukum yang dikenal anak dari mantan Kapolda Sulawesi Tengah, Brigjend Pol (purn) Dewa Parsana tersebut mengaku sudah melaporkan kasus itu ke Polda Bali beberapa bulan lalu. Bahkan sudah sampai ke Kajati dan sudah ada gelar perkara pada pertengahan Juli lalu namun anehnya sampai sekarang belum ada tersangkanya.

Kuasa Hukum ratusan korban DOK, Dewa Nyoman Wiesdya Dana Brata Parsana, SE, SH. mengaku para korban yang menamakan wadahnya Forum DOK berjumlah 392 orang dengan nilai kerugian 22.625.000.000 tersebut mengeluhkan lambatnya aparat penyidik Polda Bali untuk menangkap NTD yang sudah memiliki bukti kuat untuk dijadikan status tersangka agar bisa segera dilakukan 'Asset Tracing'.

Menurut para korban, NTD hingga kini masih kerap melakukan kebiasaan 'norak' nya memamerkan foto dirinya bersama dengan beberapa petinggi aparat, seolah menunjukkan betapa intimnya hubungan dia dengan para pejabat yang seolah menjadi bentuk intimidasi dan 'psywar' buat para korban yang berhasil ditipunya.

Mengingat Pasal 18 Perkap no. 14 tahun 2012 telah terpenuhi dan kasus yang pihaknya ajukan dikategorikan sebagai Perkara Mudah akan tetapi berdasarkan hasil Gelar Perkara yang dilakukan pihak Wasidik menyatakan perlu digali untuk mendapatkan keterangan yang lebih mendalam lagi dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) tentang surat dari Satgas OJK yang menyatakan bahwa PT. DOK melakukan usaha illegal.

Sepengetahuannya, bahwa untuk penanganan kasus serupa di Kepolisian Republik Indonesia penanganannya sangat cepat dan langsung adanya penetapan tersangka dan penahanan. Sementara kasus yang dilaporkannya dari tanggal 29 Desember 2021 lalu anehnya sampai sekarang belum juga adanya penetapan tersangka, padahal semua bukti-bukti sudah sangat banyak dan semua saksi-saksi dan terlapor telah diperiksa.

"Untuk apa dibutuhkan lagi surat keterangan dari BAPPEPTI kalau sudah ada surat dari Satgas Waspada Investasi Ilegal (SWI) OJK yang menyatakan bahwa PT. DOK melakukan usaha illegal," sentil Dewa Nyoman Wiesdya Dana Brata.

Pihaknya mengambil contoh kasus yang hampir serupa yaitu terkait masalah bos investasi goldcoin. Seperti diketahui, saat itu ketika di Polresta terlapor di tetapkan sebagai tersangka setelah pemeriksaan selama 12 jam. Setelah itu baru penyidik meminta saksi ahli ke jakarta untuk ke SWI.

Janggalnya lagi, penanganan kasus DOK sangat berbeda, padahal kasusnya mirip. Bahkan, pasal-pasalnya juga mirip. 372 Jo 378 KUHP dan TPPU. Malah kasus Dok, penyidik sudah ada kesaksian dari OJK pusat bahkan penyidiknya sudah ke Jakarta terkait masalah surat SWI tersebut.

"Akan tetapi mengapa didalam kasus DOK ini malah belum ada penetapan status tersangka? Padahal kasus investasi ilegal Goldcoin terjadi belakangan kasusnya namun prosesnya bisa lebih cepat," tanyanya keheranan.

Sementara kelompok lainnya yang tergabung dalam Korban Forum DOK berjumlah 236 orang dengan nilai investasi Rp14 miliar juga mengaku sampai sekarang tak jelas nasibnya. Dalam pertemuan terungkap korban investasi bodong ini terdiri dari berbagai kalangan baik termasuk ada jro mangku, aparat bahkan pengacara yang umumnya mereka mau berinvestasi karena dijanjikan nol resiko serta bunga yang tinggi.

“Kami sudah lapor polisi beberapa bulan lalu, namun sampai sekarang belum ada tindak lanjutnya, dimana tersangkanya Nyoman Tri sampai sekarang masih bebas. Kami takut tersangkanya kabur dan nasib dana kami makin tak jelas. Apalagi dia sering umbar foto bersama pejabat penting,” teriak para korban silih berganti.

Secara bergantian para korban menceritakan awalnya investasi yang ditaruh di DOK berjalan lancar dimana investor mendapat bunga setiap minggunya rata-rata 2 persen, bahkan bisa sampai 2,5 persen. Namun tak berselang beberapa bulan, mereka sudah tak menerima bunga lagi, bahkan sulit menagih uang yang diinvestasikan.

“Kami tertarik investasi karena dibilang resikonya nol selain imbalan bunganya menjanjikan,” tutur Yong Sagita bersama Ketut Suardika dan Nyoman Sumber yang diamini para korban lainnya.

Nyoman Sumber mengungkapkan pihak DOK menjanjikan akan mengembalikan uangnya, namun sampai sekarang tidak ada apa-apanya. “Dana saya ada Rp900 juta, sebagian dari pinjam di bank,” ungkap Nyoman Sumber seraya berharap kepada AWK bisa membantu sehingga uangnya kembali.

Hal serupa juga disampaikan korban DOK lainnya yang bernama Ketut Suardika bersama Arik Bego yang menaruh uangnya ratusan juta. “Kami intinya berharap uang bisa kembali,” pinta Ketut Suardika bersama Arik Bego.

Terkait harapan para korban ini, AWK mengatakan setelah laporan dan dokumen lengkap, pihaknya akan menindaklanjutinya ke pusat. Untuk mempercepat proses kepada kuasa hukum korban diminta segera mengirim berkas laporan.

“Nanti saya akan sampaikan langsung ke Kapolri masalah ini bisa lebih cepat diatensi. Bagi para korban yang belum didampingi kuasa hukum, silakan datang ke DPD, kami akan dirikan posko pengaduan,” tegas AWK seraya menyebut sudah menunjuk staf untuk menangani laporan para korban.(BB).