Perjuangan Seorang Disabilitas Membuka Usaha Kerajinan Untuk Hidupi Keluarga

  24 Februari 2022 EKONOMI Jembrana

Ket poto : seorang pengerajin disabilitas I Komang Wiantara

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com - Jembrana. Seorang warga dari Banjar Baluk Dua, Desa Baluk, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana yang merupakan seorang disabilitas bernama I Komang Wiantara 44 tahun yang kerwp dipanggil Mang Toris menekuni usaha pengerajin kayu dan pot anggrek dsri bahan kulit kelapa. Usaha tersebut dia tekuni sudah 25 tahun akan tetapi dikarenakan kecelakaan sepeda motor di tahun 1997 kaki kirinya harus diamputasi dibawah lutut menggunakan tongkat seumur hidupnya.

Kehidupan yang begitu menyakitkan yang dialaminya tidak mengurangi semangat untuk berusaha, dengan modal nekat serta keuletannya dan juga mendapat dorong dsri istrinya, usahanya berkembang bagus dsn banyak mendapatkan orderan, sehingga bisa menghidupi 5 anaknya sehingga salah satu anaknya sudah berkeluarga. Atas kecerdasan otaknya disaat pandemi dimulai sampai sekarang usahanya memang sedikit mengalami goncangan akan tetapi dengan kepinterannya serta keuletannya bisa bertahan sampai sekarang.

Saat dikonfirmasi awak media I Komang Wiantara menuturkan kehidupannya sebagai pengerajin, usaha apapun pernah dilakoni dari buruh serabutan hingga tragedi kecelakaan, kaki kiri diamputasi. Kini fokus di usaha ini. Dengan modal nekat dan semangat dari sang istri. Dan semua butuh perjuangan dan keuletan. Walau hanya menggunakan kaki palsu di kaki kiri hingga kini. 

"Saya memiliki usaha mengukir dari sanggah, bale Bali (Bale Sari), loket ukir, pintu Bali, pintu gebyog (jenis pintu stil Jepara) dan kerajinan pot anggrek dari bahan kulit kepala. Semua ini saya kerjakan sendiri dan juga termasuk pengecatan menggunakan mediasi Prada. Selain itu juga dalam pekerjaan saya dibantu oleh istri," ujarnya. Kamis (24/2/2022).

Dirinya menghidupi mempunyai 5 anak, lanjut Wiantara, dari usaha tersebut, bahkan anak laki-laki pertamanya sudah berkeluarga dan yang paling kecil anak perempuan masih usia 4 tahun. Inilah penyemangat usaha yang kini ditekuni. Bahkan juga menyemangati yang mengalami amputasi pada kaki, sehingga sadar dan tetap bangkit.

"Semenjak saya memulai usaha berjalan dengan lancar hingga pada tahun 1997 musih menimpa saya. Dikarenakan kecelakaan pada saat itu sehingga kaki kiri saya diamputasi, sampai sekarang memakai tongkat. Hal ini tidak menyurutkan niat saya untuk menghidupi anak-anak sehingga usaha kembali berjalan normal, bahkan banyak mendapatkan pesanan," terangnya.

Usaha yang dirinya tekuni lainnya seperti, imbuh Wiantara, usaha kerajinan pot anggrek, usahanya ini menurutnya sedikit melegakan dan banyak mendapat pesanan. "Biar pun kaki saya seperti ini akan tetapi semangat tetap berjalan bahkan dari dorongan dan bantuan sang istri saya bisa bangkit dari keterpurukan. Biapun dimasa pandemi ini kami tetap berusaha, memang sebelumnya akibat pandemi ini terdapat sedikit gangguan pesanan mulai menurun seperti sebelumnya," ujarnya.

Untuk pengerjaan dalam satu hari, kata Wiantara, dirinya bisa memyelesaikan sebanyak 10 pot dan siap diantar ke pemesan yang notbane berada di wilayah seputaran Jembrana. Harganya pun relatif murah per pot 15 ribu rupiah agar terjangkau bagi masyarakat. "Saya berharap, pengerajin seperti saya ini peran pemerintah sangat dibutuhkan dimasa pandemi ini, dimana hasil karyanya bisa juga diorbitnya. Selain itu kami juga mengalami sdikit kesulitan di modal," tutupnya.