Nasib Eks Karyawan Persil Terdampak Rencana Jalan Tol, Ini Kata Gubernur Koster

  04 September 2022 PARIWISATA Jembrana

Ket poto: Gubernur I Wayan Koster saat pantau lokasi Grounbreaksing jalan tol Gilimanuk Mengwi

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com - Jembrana. Rencana jalan tol yang akan dibangun dsri Gilimanuk dan Mengwi tersebut menuai beberapa komentar dari warga Desa Pekutatan khususnya eks karyawan unit perkebunan Perusda Bali. Pasalnya eks karyawan Perusda tersebut telah menduduki bertahun-tahun lahan milik provinsi tersebut.

Rencana jalan tol tersebut akan menggusur sebanyak 3 banjar adat di Desa Pekutatan, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana yang terkena dampak pembangunan jalan tol Gilimanuk Mengwi. Ketiga banjar adat tersebut merupakan tanah provinsi yang diduduki oleh masyarakat yang merupakan pegawai Perumda Provinsi Bali yang mengelola lahan Persil yang berisikan tumbuhan karet.

Rencana penggusuran rumah warga yang sebagian merupakan rumah dinas setelah Direksi Perumda Kerta Bali Sagunan Provinsi Bali telah melayangkan surat untuk mengosongkan rumah dinas/mess di kawasan Unit Perkebunan Pekutatan.

Dalam surat yang ditandatangani Direktur Utama Perumda Kerta Bali Sagunan Provinsi Bali  nomor 266/PUD/UM?VIII/2022 tanggal 2 Agustus 2022 perihal Pengosongan Rumah Dinas/Mess tersebut,  menyebut dengan akan dibangunnya Jalan Told an Theme Park di kawasan Unit Perkebunan Pekutatan-Jembrana dalam waktu dekat, perlu dilakukan perataan lahan dengan melakukan pembongkaran terhadap rumah-rumah dinas karyawan. Para Eks karyawan Perusda Bali ini diberi batas waktu hingga Senin (15/10) mendatang.

Salah satu warga Banjar Sumbermis Ketut Dana (46) saat dikonfirmasi awak media  lahan yang mereka tempati turun menurun ini dibuka oleh leluhur mereka sebelum Indonesia merdeka. “Kami sudah 5 generasi tinggal disini. Jauh sebelum ada Pemprov Bali dan Perusda Bali. Di jaman penjajahan ratusan tahun lalu leluhur kami dari Karangasem, Bangli dan Buleleng didatangkan ke Pekutatan untuk merambah hutan. Tidak hanya untuk kebun karet, tapi juga diberikan untuk tempat tinggal, Tapi kenapa setelah merdeka, sejarah ini diabaikan. Justru kami dibuat bergejolak,” tuturnya. Minggu (4/9/2022).

Warga lainnya, Kadek Suyasa (56) menyesalkan setelah sumber penghidupan mereka sebagai buruh sadap karet terdampak, kini tempat tinggal mereka terancam. “Sekarang penghasilan sehari-hari saja sudah sudah sulit. Pohon karet di jalur tol sudah ditebang. Padahal kami tinggal disisi barat jalan. Lahan untuk pembangunan di timur jalan tidak kurang, masa  harus menggusur penduduk,” ujarnya.

Sementara Kelihan Adat Sumbermis, I Ketut Murjanan menyebut jumlah krama di wilayahnya 130 KK dan 2 KK muslim, satu banjar adat sampai perbatasan Temukus Asahduren. Ada dua pura yang diempon yaitu Pura Kawitan dan Pura Taman serta ada Mushola untuk muslim. “Apapun yang dibangun pemerintah kami selalu mendukung, tapi masyarakat harus diperhatikan. Kami sudah pernah bersurat ke direksi. Kami tidak punya tempat tinggal lain, hanya hasil kerja keras leluhur ini yang bisa kami tempati, harus kemana kami?,” ucapnya.

Seorang krama yang enggan disebutkan namanya menyebut ada puluhan KK yang terancam tergusur. Di Koprahan satu banjar adat ada 36 Hindu dan 7 muslim. "Kalau kami digusur, jelas banjar adat ini akan hilang. Kami tidak menolak pembangunan tapi pikirkan juga nasib kami sebagai masyarakat kecil. Kami tidak tahu harus kemana karena sudah dari turun temurun ratusan tahun disini. Ini leluhur kami yang buka hutan dulu. Terbukti setiap banjar ada Pura Kawitannya,” tandasnya.

Saat dikonfirmasi awak media saat pengecekan lokasi Grounbreaking, Gubernur Bali I Wayan Koster mengatakan, eks karyawan yang sudah menetap dari dulu sebanyak 3 banjar adat menurut koster akan di pindahkan. "Tempat sudah tersedia,  terkait kompensasi kepada rumah warga nanti akan di hitung, termasuk bangunan dan upacara. Nanti realisasinya setelah adanya pengukuran preser baru dihitung kompensasinya," pungkasnya l.

Orang nomor satu di Bali tersebut menambahkan, terkait dipilihnya Kabupaten Jembrana ia mengaku karena lahan tersebut merupakan milik pemerintah Provinsi Bali. "Tanah ini merupakan milik Perumda Bali, itu lebih mudah dan cepat tanpa pembebasan lahan tanpa ribet," tutup Koster yang didampingi oleh Kapolda Bali, Irjen. Pol. Drs. Putu Jayan Danu Putra, Pangdam IX/Udayana yang diwakili oleh Danrem 163/Wira Satya, Brigjen TNI Choirul Anam serta Bupati Jembrana, I Nengah Tamba beserta Forkopimda Kabupaten Jembrana. (BB)