Kurangi Beban Perkara di Pengadilan Umum, Wayan Sudirta: Kejaksaan Harus Kedepankan Keadilan Restoratif

  14 Juni 2021 TOKOH Nasional

Anggota Komisi III DPR, I Wayan Sudirta dalam rapat kerja dengan Kejaksaan Agung di ruang Komisi III, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/6/2021).

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Jakarta. Untuk mengurangi beban kerja karena menumpuknya perkara, Kejaksaan Agung diminta mengembangkan penanganan perkara dengan mengedepankan keadilan restoratif dalam program kerjanya ke depan.

Usulan ini disampaikan Anggota Komisi III DPR, I Wayan Sudirta dalam rapat kerja dengan Kejaksaan Agung di ruang Komisi III, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/6/2021).

Rapat yang dihadiri Jaksa Agung ST Burhanuddin itu mengagendakan sejumlah hal antara lain pertama, penanganan kasus yang menarik perhatian publik dan koordinasi yang dilakukan dengan Lembaga terkait.

Kedua, pola penataan organisasi dan tata kerja Kejaksaan RI dan Evaluasi Pelaksanaan Peraturan Jaksa Agung No 15/2020, dan ketiga, Tindak lanjut kesimpulan Rapat Kerja sebelumnya.

Untuk diketahui, keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

Dalam rapat yang berkembang, Sudirta mengungkapkan Fraksi PDI Perjuangan yang mewadahinya, begitu serius membahas mendalami kehadiran keadilan restroaktif, sampai harus membuat kursus dengan mendatangkan banyak narasumber.

Namun, ia mengaku terenyuh dan membuat dahinya berkerut karena dari data yang disampaikan Jaksa Agung ada sebanyak 222 perkara di tahun sampai akhir tahun 2020. Namun, dalam satu semester hanya 46 perkara saja yang bisa diselesaikan melalui mekanisme keadilan restroratif.

“Bapak perlu bikin terobosan baru Pak!. Agar prestasi di tahun 2020 tentang penuntutan restoratif itu bisa dilampaui," ucap Sudirta.

Meski demikian, Anggota DPR dari daerah pemilihan Bali ini mengaku salut dengan Kejaksaan Agung karena sebanyak 222 perkara yang penanganannya dilakukan dengan restoratif, tidak satupun yang mendapat protes di masyarakat.

Sudirta menjelaskan di negara-negara maju, perkara di Mahkamah Agung menjadi berkurang karena sebelum dibawa ke pengadilan umum, perkara yang ada sudah ditangani terlebih melalui arbitrase dan keadilan restoratif.

“Ini yang yang mengurangi tumpukan perkara di Mahkamah Agung. Maka ke depan, saya pribadi membayangkan keadilan restoratif adalah pengadilan di kepolisian dan pengadilan di kejaksaan yang luar biasa yang bisa membantu pengadilan umum,” tegas Sudirta.

Khusus kepada Jaksa Agung Muda bidang Pembinaan, Sudirta menekankan pentingnya jaksa-jaksa di daerah diberikan pembinaan yang khusus menangani penuntan restoratif di lingkup Kejaksaan.

Hal ini ia tekankan karena dalam praktiknya, ternyata tidaklah mudah. Karena dalam prosesnya adanya banyak pihak terlibat antara lain ada pelapor, ada tersangka, ada pandangan masyarakat, ada pandangan akademisi. Belum lagi tujuan dari keadilan itu sendiri yaitu harus mengendepankan kepastian hukum, asas manfaat dan seterusnya.

“Ini sangat penting. Ini program Jaksa Agung masa depan Pak. Menanti kehadiran keadilan restroaktif. Indah sekali kedengarannya Pak, Menanti keadilan restoratif,” terangnya.

Untuk mewujudkan harapan itu, Sudirta meminta agar Jaksa Agung melakukan terobosan-terobosan program terkait dengan implementasi keadilan restoratif. Selain itu Sudirta juga menekankan perlunya parameter dalam mengedepankan konsep keadilan yang dapat diterima oleh semua pihak. 

“Terakhir, saya juga mendorong agar Kejaksaan melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya. Hal ini penting agar terjadi kesamaan pandangan bahwa pendekatan yang diutamakan dalam menangani perkara adalah keadilan restoratif," tegas Sudirta mengakhiri.(BB).