Kontroversi Impor Beras, Demer: Evaluasi Kinerja Bulog Apakah Keberadaannya Masih Diperlukan?

  25 Maret 2021 OPINI Nasional

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih,SE. atau yang akrab disapa Demer.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Jakarta. Menyikapi persoalan impor beras sebanyak 1 ton yang sedang ramai diperbincangkan saat ini, ada beberapa poin yang menjadi pemikiran Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih,SE. Menurut politisi yang akrab disapa Demer ini bahwa harus memahami kebutuhan beras nasional mencakup tiga segmen.

Segmen pertama, beras untuk Kesejahteran Rakyat (Kesra) yang biasanya digunakan oleh pemerintah untuk disalaurkan kepada masyarakat kurang mampu atau yang lumrah disebut beras Bantuan Sosial (Bansos). 

Kedua, lanjut Demer, beras untuk cadangan beras nasional. Beras ini disediakan sebagai pasokan beras cadangan yang akan digunakan pada saat beras mengalami kelangkaan. Ketiga, beras komersil yang dijual di pasar untuk konsumsi publik.

"Kita harus akui bahwa sudah menjadi persoalan dari tahun ke tahun, kebutuhan beras nasional tidak cukup terpenuhi dari hasil produksi petani dalam negeri," ucap Demer.

Oleh sebab itu impor beras, sambung Demer, sudah lumrah dilakukan setiap tahun. Waktu impor beras juga diatur sedemikian rupa. Ketika hasil panen dari petani kita sedang melimpah, belum perlu dilakukan impor dalam rangka melindungi kepentingan petani. 

"Sebaliknya ketika beras langka belum dapat ditutupi oleh petani dalam negeri maka, mau tidak mau harus dilakukan impor untuk memenuhi kebutuhan masyarakat umum," jelas Demer.

Lebih jauh Demer mengungkapkan satu-satunya institusi sebagai pelaksana untuk melakukan impor beras adalah Bulog dan tidak ada institusi lain. Baginya, agak janggal juga ketika pihak Bulog berusaha mendiskreditkan institusi lain dalam rencana impor beras baru-baru ini yang sedang hangat diperbincangkan.

Politisi asal Tajun, Buleleng ini menegaskan terkait dengan perencanaan ketersedian beras untuk ke depan memang harus disiapkan sedini mungkin dalam menghadapi berbagai kondisi dan keadaan ke depan. Justru akan sangat fatal akibatnya apabila penerintah tidak menyiapkan perencanaan yang matang untuk menghadapi berbagai kemungkinan ke depan. 

"Yang namanya perencanaan, ya belum tentu tepat seratus persen. Sama hanya misalkan kita menyiapkan rencana APBN, pelaksanaannya belum tentu sama persis dengan apa yang direncanakan," tegasnya.

Jika diperhatikan selama ini, kata Demer, ketidakberdayaan petani juga akibat ketidakmapuan Bulog dalam menyerap produksi gabah para petani. Bulog kalah cepat dibandingkan dengan tengkulak. Pendekatan yang dilakukan oleh tengkulak lebih cepat, padahal seringkali dengan modal yang pas-pasan. Gabah petani baru dibayar setelah digiling menjadi beras. 

Selain itu, harga beli Bulog lebih rendah dari Tengkulak. Misalnya tengkulak membeli gabah kering petani dengan harga Rp 4.100 sementara Bulog hanya mampu membeli dengan harga Rp 3.700. Selain itu juga, Bulog tidak mampu menjual beras. 

"Ini kita bisa buktikan dari adanya stok beras yang sudah tidak layak konsumsi di gudang-gudang Bulog. Ini sudah menjadi rahasia umum, beras Bulog itu identik dengan beras kelas rendah," sentil Demer.

Sebagai Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Demer mengaku akan segera melakukan koordinasi di dalam Komisi untuk segera melakukan evaluasi terhadap kinerja Bulog. Ketika keberadaan Bulog tidak mampu mengatasi persoalan logistik nasional, Demer menilai perlu dipertanyakan apakah keberadaan Bulog masih diperlukan. 

"Kalau tidak, untuk apa menghabiskan anggaran negara untuk sebuah institusi yang tidak bermanfaat. Apalagi dalam visi misi Pak Jokowi yang ingin maksimal dalam memberikan pelayanan publik. Termasuk efektif dan efesiensi berbagai institusi yang dibiayai oleh negara," tegas Demer kembali.

Demer mengaku ada satu lagi yang menjadi sorotan publik yang dibicarakan akhir-akhir ini, yakni impor beras ini selalu dicurigai ada permainan para pemburu rente. Sebagaimana Ia sampaikan di awal, bahwa satu-satunya institusi yang melaksanakan impor beras adalah Bulog. 

"Oleh sebab itu, ketika ada pemburu rente maka tentu tidak akan jauh dari lingkaran pelaksana impor beras. Hal ini tentunya akan menjadi atensi khusus DPR RI dalam melaksanakan pengawasan," pungkas Demer.(BB).